Mantan Presiden Maladewa Dipenjara, PBB: Ini Kemunduran HAM
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Kembalinya mantan presiden Maladewa Mohamed Nasheed ke penjara merupakan kemunduran bagi kondisi HAM di negara tersebut, kata PBB pada Selasa (25/8), yang menyerukan agar pemerintah di negara kepulauan tersebut mempertimbangkan pembebasannya lebih awal.
Sebelumnya, Nasheed dihukum penjara 13 tahun karena tuduhan terorisme. Sebulan lalu hukumannya diubah statusnya menjadi tahanan rumah. Namun, dia kembali diseret ke dalam penjara pada Minggu malam oleh polisi yang menggunakan kekerasan dan menyemprotkan bubuk merica kepada para pendukung mantan presiden tersebut di depan rumahnya, kata badan HAM PBB (OHCHR).
“Kembalinya mantan presiden Nasheed ke penjara menurut kami merupakan kemunduran serius untuk kondisi hak asasi manusia serta untuk upaya menemukan solusi politik di Maladewa,” kata juru bicara OHCHR, Rupert Colville, kepada para jurnalis.
OHCHR “oleh karena itu mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan pembebasan dini mantan presiden Nasheed,” kata Colville.
Nasheed, presiden terpilih pada 2008 dan menjabat hingga digulingkan pada 2012, dijatuhi hukuman pada Maret setelah dinyatakan bersalah di bawah UU ketat antiteror, dalam sidang yang banyak dikritik dan dinilai sangat cacat oleh PBB, AS serta negara lainnya.
Nasheed ditahan di penjara berkeamanan tinggi di pulau Maafushi, namun partai naungannya Maldivian Democratic Party (MDP) mengajukan gugatan pada Senin yang menentang transfernya dari tahanan rumah.
Maladewa, destinasi wisata kelas atas dan menjadi lokasi favorit bulan madu, menghadapi ketidakpastian dalam beberapa bulan terakhir akibat protes politik.
PBB mendesak pemerintah Presiden Abdulla Yameen untuk mengkaji kembali “kasus pidana yang tertunda terhadap ratusan pendukung oposisi yang terlibat dalam aksi protes tersebut.” (AFP)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...