Mantan Presiden Pakistan Didakwa Pengkhianatan dan Divonis Mati
ISLAMABAD, SATUHARAPAN.COM-Sebuah pengadilan khusus di Islamabad, Pakistan, pada hari Selasa (17/12) memvonis mantan penguasa militer Jenderal Pervez Musharraf bersalah atas pengkhianatan tingkat tinggi dan menjatuhkan hukuman mati berdasarkan Pasal 6 Konstitusi negara itu.
Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Pakistan bahwa seorang kepala militer dinyatakan bersalah atas pengkhianatan tingkat tinggi dan dijatuhi hukuman mati, menurut laporan media setempat, Dawn.
Pasal 6 Konstitusi negara itu berkaitan dengan pengkhianatan tingkat tinggi. Dan hukuman untuk pengkhianatan tingkat tinggi adalah kematian atau hukuman penjara seumur hidup, menurut Undang-Undang Penghinaan Tinggi tahun 1973.
Musharraf divonis oleh pengadilan khusus yang dipimpin oleh Ketua Pengadilan Tinggi Peshawar, Hakim Agung, Waqar Ahmad Seth, Hakim Agung Nazar Akbar dari Pengadilan Tinggi Sindh, dan Hakim Shahid Karim. Dia diadili secara in absentia.
Mantan kepala militer tersebut saat ini berada di Dubai, Uni Emirat Arab. Dia dirawat di rumah sakit setelah penurunan kesehatannya pada awal bulan ini. Dalam sebuah pernyataan video dari tempat tidur rumah sakitnya, dia menyebut kasus pengkhianatan sebagai "benar-benar tidak berdasar".
"Saya telah melayani negara saya selama 10 tahun. Saya telah berjuang untuk negara saya. [Pengkhianatan] ini adalah kasus di mana saya belum pernah didengar dan saya telah menjadi korban,” katanya, dikutip Dawn.
Timnya penasihat hukumnya dapat mengajukan banding atas putusan hari ini di Mahkamah Agung. Jika pengadilan tinggi menegakkan putusan pengadilan khusus, presiden memiliki kewenangan konstitusional berdasarkan Pasal 45 untuk mengampuni terpidan hukuman mati.
Pengadilan tinggi untuk pengkhianatan mantan diktator militer itu digelar karena dia terkait memaksakan keadaan darurat pada 3 November 2007. Proses pengadilan ditunda sejak Desember 2013.
Musharraf naik ke tampuk kekuasaan setelah mengusir Perdana Menteri saat itu, Nawaz Sharif, dalam kudeta tak berdarah tahun 1999. Dalam pembersihan yang terkenal pada 2007, Musharraf memberlakukan keadaan darurat dan memasukkan beberapa hakim kunci di bawah tahanan rumah di Islamabad dan tempat lain di Pakistan.
Dia didakwa dalam kasus pengkhianatan pada Desember 2013, ketika pemerintah partai PML-N di bawah Nawaz Sharif kembali berkuasa. Musharraf didakwa pada 31 Maret 2014, dan jaksa penuntut telah mengajukan seluruh bukti di hadapan pengadilan khusus pada bulan September tahun yang sama.
Namun, karena proses pengadilan banding, persidangan mantan diktator militer itu masih berlangsung dan ia meninggalkan Pakistan pada Maret 2016 untuk perawatan medis, berjanji untuk kembali ke "tanah air tercinta" dalam beberapa pekan.
Pihak militer Pakistan mengecam vonis hukuman mati terhadap Musharraf atas dakwaan pengkhianatan. Sebuah pernyataan oleh angkatan bersenjata Pakistan mengatakan tentang "kesakitan dan kesedihan" atas keputusan tersebut, menurut laporan AFP.
"Seorang mantan Panglima Angkatan Darat, Ketua Komite Gabungan Kepala Staf dan Presiden Pakistan, yang telah melayani negara itu selama lebih dari 40 tahun, berperang demi pertahanan negara pasti tidak akan pernah bisa menjadi pengkhianat," kata militer dalam sebuah pernyataan itu. Dan menambahkan proses hukum "tampaknya telah mengabaikan hal itu."
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...