Protes Menolak Presiden Terpilih Aljazair
ALJIR, SATUHARAPAN.COM-Para demonstran, termasuk mahasiswa, guru dan dosen, dan kelompok lainnya berpawai dalam jumlah ribuan orang di Aljir, ibu kota Aljazair, hari Selasa (17/12). Mereka menolak presiden yang baru terpilih, juga menolak tawaran untuk dialog.
Gerakan protes yang telah berlangsung berbulan-bulan di Aljazair telah menggulingkan presiden lama, Abdelazis Bouteflika. Tetapi mereka juga menolak presiden yang terpilih dalam pemilu Kamis pecan lalu, Abdelmadjid Tebboune, yang dinilai sebagai antek rezim lama.
Abdelmadjid Tebboune, mantan perdana menteri dalam rezim Bouteflika, memenangkan 58,1 persen suara dalam pemilihan Kamis, menurut hasil resmi, dan pada hari Jumat mengatakan dia siap untuk pembicaraan untuk "membangun Aljazair baru."
Tetapi para pengunjuk rasa, yang sejak lama menentang pemilihan presiden. Mereka menuduh pemilihan sebagai tipuan oleh pemerintah untuk mengkonsolidasikan kekuasaan setelah Presiden Abdelaziz Bouteflika mengundurkan April lalu.
Teriakan yang mereka serukan antara lain: “(Hasil) pemilihan telah ditetapkan! Itu tidak sah! Protes akan berlanjut!” Seruan itu memenuhi udara di Aljir selama protes mingguan pertama sejak pemilihan, kata laporan AFP.
Pasukan keamanan dikerahkan secara luas, tetapi tidak ada konfrontasi antara mereka dan demonstran. "Tebboune tidak akan memerintah kita!" Teriak pengunjukrasa, bersumpah untuk menghalangi pemenang pemilihan tinggal di istana presiden. Tebboune rencananya akan dilantik dalam upacara di Aljir pada hari Kamis, kata presiden.
Gerakan protes telah mengguncang Aljazair sejak Februari, awalnya menuntut Bouteflika mundur kemudian mendorong sisa-sisa rezimnya untuk memberi jalan bagi lembaga-lembaga baru yang independen.
Jumlah pemilih dalam pemilihan presiden ini hanya 39,9 persen, menurut dewan konstitusi. Kelima kandidat adalah orang yang memiliki hubungan dengan Bouteflika, yang memerintah selama dua dekade meskipun menderita stroke pada tahun 2013.
Tebboune juga terlihat dekat dengan panglima militer, Ahmed Gaid Salah, yang menjadi orang kuat di negara itu setelah mundurnya Bouteflika.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...