Manusia Mempercepat Kepunahan Kehidupan Laut
BREMERHAVEN, SATUHARAPAN.COM - Naiknya tingkat karbon dioksida merugikan semua bentuk kehidupan laut. Ini terjadi karena samudra teroksidasi. Artinya, lautan menyerap gas karbon dioksida sehingga kandungan asam di laut naik.
Siput laut, terumbu karang, dan kelas binatang laut berkulit lunak –bintang laut dan landak laut– adalah hewan yang terkena dampak terburuk penyerapan CO2 oleh lautan. Para peneliti di Institute Alfred Wegener di Bremerhaven melaporkannya dalam Jurnal Nature Climate Change, kemarin (25/8).
Mereka mengatakan, “Semua kelompok hewan sebenarnya dipengaruhi secara negatif oleh konsentrasi karbon dioksida yang lebih tinggi.” Gas membentuk asam karbonat ketika larut dalam lautan, menurunkan tingkat pH lautan.
Makhluk hidup yang menunjukkan efek negatif peningkatan kadar asam termasuk berbagai spesies komersial, misalnya tiram dan ikan cod. Mengingat kecepatan pertumbuhan emisi karbon dioksida, manusia memicu kepunahan jauh lebih cepat daripada kepunahan yang pernah terjadi jutaan tahun lalu.
“Bahaya ini makin nyata karena kita memaksa terlalu cepat dan keras krisis evolusi," kata Hans-Otto Poertner, salah satu peneliti. "Di masa lalu, krisis evolusi terjadi setelah waktu yang lama."
Penelitian ini akan dimasukkan ke studi PBB yang lebih detail tentang ilmu perubahan iklim. Studi ini akan diterbitkan dalam tiga bagian, serta seluruh ringkasannya, pada akhir2014. Hasilnya dirancang untuk menginformasikan negosiasi perjanjian iklim internasional.
Oleh Panel Antarpemerintah PBB tentang Perubahan Iklim, Penelitian terbaru akan dimasukkan menjadi bagian kedua laporan tersebut. Rencananya itu diterbitkan pada akhir Maret. Bagian pertama dipublikasikan pada 27 September.
Pengasaman Laut
Para peneliti memeriksa 167 studi sebelumnya tentang dampak pengasaman lautan pada 153 spesies. Mereka menganalisis temuan mereka dan menggunakan perkiraan emisi masa depan untuk memprediksi pengaruh meningkatnya emisi karbon dioksida ke atmosfer. Samudra menyerap lebih dari seperempat emisi CO2 buatan manusia.
Mereka menemukan saat konsentrasi CO2 di atmosfer senilai 500 hingga 650 ppm, itu menyebabkan efek negatif terhadap karang, echinodermata (hewan kulit lunak), moluska (siput) dan ikan. Namun, itu belum berdampak pada krustasea (udang dan kepiting). Pada konsentrasi yang lebih tinggi, semua makhluk dirugikan. CO2 saat ini di bawah 400 ppm, tetapi naik sekitar 2 -3 ppm per tahun.
"Semua kelompok hewan kita dianggap dipengaruhi negatif oleh konsentrasi karbon dioksida yang lebih tinggi," kata Astrid Wittmann, ahli biologi di Institute Alfred Wegener. "Karang, echinodermata, dan moluska semua bereaksi sangat sensitif terhadap penurunan nilai pH."
Perubahan Perilaku
Efek negatif akibat peningkatan kadar CO2 termasuk perubahan perilaku dan sensorik. Salah satunya, ikan menjadi kurang takut pada predator, metabolisme berubah, dan kecepatan moluska membentuk cangkang menurun. “Kemiripan sensitivitas akibat meningkatnya CO2 dapat diamati dalam fosil-fosil yang kepunahan mereka terjadi 55 juta dan 250 juta tahun lalu,” kata Poertner.
Dia mengingatkan bahwa studi ini memiliki keterbatasan karena "Anda tidak dapat melakukan penelitian cukup lama untuk benar-benar mengetahui apa yang akan terjadi dalam 50 tahun."
“Penelitian ini dirancang untuk melihat hanya pada efek pengasaman disebabkan emisi karbon dioksida,” kata Poertner. Ketika efek pemanasan karena CO2 juga diperhitungkan, itu bisa mempercepat efek negatif. Karena suhu yang lebih tinggi, menurunkan kemampuan spesies dapat bertahan dalam kondisi yang lebih asam, katanya.
"Kita berisiko menyebabkan kepunahan," kata Poertner. "Kita tidak bisa memperkirakan dengan kapan orang akan mulai melaporkan kepunahan akibat perubahan iklim. Itu tergantung pada keputusan kita menoleransi tingkat perubahan suhu dan konsentrasi CO2. " (smh.com.au)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...