Mari Mendongeng!
Nilai-nilai kehidupan bisa ditanamkan melalui dongeng.
SATUHARAPAN.COM – Besok, 23 Juli, adalah Hari Anak Nasional. Biasanya hari itu didedikasikan untuk anak: mengajak bermain anak yang dilakukan para orangtua, lantas TV-TV menayangkan film anak, atau juga digelarnya diskusi-diskusi yang membahas isu strategis tentang anak. Anak-anak adalah masa depan bangsa. Tak heran bahwa mendidik mereka sejak dini dapat memengaruhi kehidupannya kelak.
Ada banyak media dalam mendidik anak. Salah satunya adalah mendongeng. Dalam dongeng, kita mengajak anak berimajinasi, sekaligus menanamkan nilai-nilai moral. Berapa banyak dari kita, para orang tua, yang masih setia membacakan dongeng untuk anak?
Belum lama ini saya membaca notes seorang teman, ia menulis dongeng sederhana untuk diceritakan kepada anaknya di rumah. Judulnya ”Gajah Kecil di Kebun Binatang”, sangat simpel dan mungkin malah terkesan membosankan.
Begini ceritanya: Ada seekor anak gajah yang tinggal di kebun binatang kota. Ia diambil dari hutan sewaktu masih bayi dan dipindah bersama induknya. Si anak gajah senang lebih senang tinggal di rumah barunya, di kebun binatang. Karena di kebun binatang, ia diurusi oleh pawang. Makanan sudah disediakan dan kebersihan kandangnya juga diperhatikan. Sedang di hutan, gajah masih harus berusaha mencari makanan.
Si gajah kecil belum memahami, mengapa banyak manusia setiap hari datang menengok kandangnya. Gajah kecil itu malu, sehingga ia tidak menampakkan diri. Tetapi manusia memang pintar, mereka datang membawa pisang dan buah-buahan lain yang menarik hati gajah kecil. Gajah kecil suka makanan dari pengunjung.
Suatu kali, si gajah kecil ditegur oleh induknya. Ia diperingatkan untuk tidak menerima pemberian pengunjung, karena itu dilarang peraturan. Selain itu, makanan dari pengunjung bisa saja asal-asalan, bisa saja beracun. Induk gajah berkata bahwa lebih baik mereka makan pemberian pawang. Sudah jelas aman dan sesuai kebutuhan harian gajah.
Gajah kecil sedih, ia merasa makanan dari manusia juga enak. Monyet dan macan di kandang sebelah pun makan pemberian pengunjung, dan mereka baik-baik saja. Gajah kecil itu benar-benar tidak mengerti, tetapi akhirnya ia menurut kata induknya. Ia makan pemberian pawang saja. Tamat.
Saya merasa aneh dengan cerita tersebut. Benar-benar flat. Tetapi teman saya menjelaskan, intisari pelajaran yang hendak disampaikan adalah tentang tolak gratifikasi dan suap. Lama sekali bagi saya untuk mencernanya. Hingga akhirnya saya menyadari bahwa dongeng anak memang tak perlu muluk-muluk seperti sinetron, tetapi jauh lebih penting nilainya, yang barangkali baru akan dipahami anak ketika mereka dewasa.
Sekarang, PR bagi kita para orangtua: sudahkah kita mendongeng untuk anak-anak kita?
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...