Mari Pangestu tentang Kasus Ahok:Mayoritas RI Sangat Toleran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Mantan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu, baru-baru ini mengunjungi kantor pusat The Asia Foundation di San Fransisco sebagai Chang-Lin Tien Distinguished Visiting Fellow.
Dalam kunjungan itu, Alma Freeman, editor In Asia, mewawancarainya panjang lebar tentang perekonomian Indonesia.
Namun, di akhir wawancara, Freeman melontarkan pertanyaan yang menyentuh isu yang menjadi perhatian luas di Indonesia, yakni dakwaan penistaan agama yang ditujukan kepada Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama.
Baca Juga |
"Pada bulan November, demonstran bentrok di Jakarta atas pernyataan Gubernur Ahok membuat yang berkaitan dengan Alquran, yang membuat satu orang meninggal dunia dan beberapa luka-luka, menjadi pengingat ketegangan minoritas yang masih ada di negara ini. Dapatkah Anda berbicara sedikit tentang hal ini?," tanya Freeman, sebagaimana dilansir dari laman The Asia Foundation, 25 Januari.
Menjawab hal itu, Mari Elka Pangestu, salah satu dari sedikit tokoh dari etnis Tionghoa yang pernah menjadi anggota kabinet, mengatakan bahwa isu minoritas memang masih dan akan selalu menjadi masalah di Indonesia.
"Tapi saya pikir (isu) itu telah mengalami perbaikan pesat di segala bidang sejak kerusuhan tahun 1998, termasuk penghapusan semua undang-undang yang memiliki unsur-unsur diskriminatif, dan undang-undang kewarganegaraan yang terbit pada tahun 2006," kata Mari Elka.
Menurut dia, perubahan itu cukup revolusioner, "karena jika Anda tahu sejarah tahun 1965, terutama untuk penduduk berlatarbelakang Tionghoa, Anda harus memiliki kode untuk dicatat bahwa Anada berlatar belakang Tionghoa pada kartu identitas Anda, dan Anda harus memiliki akta kelahiran yang menunjukkan di masa lalu bahwa kami memiliki nama Tionghoa," tutur dia.
Kini, lanjut dia, tahun baru Tionghoa merupakan libur nasional, dan "Kita memiliki tiga etnis Tionghoa di kabinet saat ini," kata dia.
Menurut Mari Elka, mayoritas rakyat Indonesia sangat toleran, dan itulah kekuatan Indonesia.
"Fakta bahwa kita melihat masalah ini dimainkan sekarang pada saat proses pemilihan gubernur, adalah karena politik, dan bagaimana mereka dimainkan didasarkan pada perasaan. Kita hanya berharap ini akan ditangani dengan cara yang demokratis, tanpa kekerasan atau provokasi yang tidak perlu. Itu harapan kita untuk pilkada yang adil pada bulan Februari," kata Mari Elka.
Victor Wembanyama Buat Rekor Langka di NBA
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Victor Wembanyama kembali mencuri perhatian dunia basket dengan mencatatk...