Maruarar: Gereja di Kompleks DPR Bukti Toleransi Parlemen
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Ketua Panitia Natal Bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Maruarar Sirait mengatakan hadirnya gereja dan rumah ibadah lain non-Islam merupakan bentuk sikap toleransi anggota parlemen, yang mencerminkan bangsa Indonesia yang religius.
“Kami mengusulkan ini ke para pemimpin DPR demi menunjukkan pluralisme di Indonesia. Tak usah gereja besar, cukup yang kecil saja. Tapi, ini jadi bukti tak terpisahkan dari toleransi bangsa kita,” kata Maruarar saat memberi kata sambutan pada Perayaan Natal Bersama DPR-DPD-MPR di Lapangan Sepak Bola Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, hari Kamis (28/1).
Maruarar menyebut tidak hanya gereja, namun dia mengusulkan juga ada wihara, dan pura di Kompleks DPR. Sejauh ini yang ada di kompleks DPR adalah masjid.
Maruarar berterima kasih karena saat dia mengusulkan rumah peribadatan kepercayaan lain, mendapat tanggapan positif dari Ketua DPR Ade Komarudin dan Ketua DPD Irman Gusman. “Kami bersyukur karena Kang Akom (sapaan akrab Ade Komarudin, red) menghargai pluralisme dan kebinekaan,” kata dia.
Putra dari politikus senior PDI Perjuangan, Sabam Sirait itu mengemukakan berdasar fakta sejarah, mantan Presiden Indonesia, Ir. Soekarno merupakan sosok yang patut dicontoh dalam mengembangkan pluralisme dan nilai-nilai humanisme.
“Bung Karno berani membangun Masjid Istiqlal yang diarsiteki Ir Silaban yang kristiani, dan di dekatnya ada Gereja Katedral. Maka nasionalisme Bung Karno adalah tulen, bukan gadungan yang hanya retorika,” kata dia.
Maruarar menambahkan Indonesia membutuhkan sinergitas antara legislatif, eksekutif, yudikatif, dan semua warga negara dalam rangka meraih Indonesia yang bertoleransi, berkeadilan, dan adil.
“Apa pun agamanya, dilindungi UUD 45 dan Pancasila. Kita harus jujur, masih banyak teman kita kesulitan beribadah dan menyembah Tuhan yang diyakininya,” kata Maruarar.
Maruarar mengajak seluruh anggota yang hadir dalam perayaan tersebut untuk mendoakan kelompok kepercayaan yang belum dapat menunaikan di tempat ibadatnya karena berbagai permasalahan administratif, antara lain Komunitas Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, HKBP Ciketing, dan Komunitas Gereja Katolik di Bekasi.
Dalam kaitannya dengan kepanitiaan natal, Maruarar terharu karena beberapa tahun sebelumnya, dalam perayaan natal selalu hanya memakai ruangan berkapasitas kecil di Gedung DPR namun kini diizinkan menggunakan Lapangan Sepak Bola di Kompleks Parlemen tersebut.
“Waktu saya datang ke Pak Ade meminta izin, boleh tidak melaksanakan perayaan Natal. Jawabannya bukan boleh atau tidak, tapi apa yang saya bisa bantu untuk terlaksananya Natal ini,” kata Maruarar.
Maruarar mengatakan bahwa kali ini adalah perayaan natal DPR yang terbesar karena melibatkan berbagai kelompok masyarakat, oleh karena itu panitia menyiapkan berbagai hidangan dari para pedagang kecil di Jakarta.
“Kehadiran berbagai kelompok masyarakat menunjukkan DPR sebagai rumah rakyat, dan selalu terbuka terhadap aspirasi banyak orang,” kata dia.
Pendanaan acara ini, dikatakan Maruarar, berasal dari urunan gotong royong semua unsur di Parlemen Pusat. Ini merupakan hal yang membanggakan.
“Selaku ketua panitia, saya berbangga bagaimana kebersamaan juga terlihat antara panitia, anggota MPR, DPR, DPD, Staf Ahli, sekretariat bekerja sama termasuk di dalamnya pemikiran, tenaga, serta pembiayaan dengan semangat gotong royong sesuai Pancasila,” kata Maruarar.
Tanggapan Ade Komarudin
Dalam kesempatan yang sama Ketua DPR, Ade Komarudin mengemukakan bahwa untuk masalah toleransi antarumat beragama dia sudah belajar banyak hal, dan tidak diragukan lagi.
“Dulu sebelum saya masuk parlemen saya sudah belajar tentang ilmu perbandingan Agama, saya sudah biasa bergaul dengan pendeta, pastor, dan romo,” kata laki-laki yang biasa disapa Akom tersebut.
Ade menyebut bahwa keinginan dari Maruarar untuk mendirikan rumah ibadat kepercayaan agama lain adalah hal yang positif, semasa dia muda, Ade menuturkan sudah berpengalaman bergaul dengan aktivis pemuda dari berbagai organisasi kepemudaan berdasar keagamaan, sehingga saat dia akrab dengan Maruarar Sirait dia tidak mengalami masalah.
“Saya dengan Pak Arar, yang notabene anaknya Pak Sabam (politikus senior PDI P Sabam Sirait, red), sudah biasa, atuh, saya sudah biasa ngobrol dan diskusi sampai malam dengan Bang Arar (panggilan akrab Maruarar Sirait, red) ini,” kata Ade.
Ade memberi contoh bahwa di daerah asalnya Provinsi Jawa Barat seluruh lintas etnis dan kepercayaan dihargai dan dijunjung tinggi.
“Kita lihat sekarang contohnya Pak Arar ini, yang terpilih (menjadi anggota DPR, red) dari Daerah Pemilihan Majalengka-Subang-Sumedang, yang mayoritas isinya orang Sunda, tapi Pak Arar ini adalah suara mayoritas di situ, dan notabene dia dengan marga Sirait (marga dalam suku Batak, red),” kata laki-laki yang biasa disapa Akom tersebut.
Editor: Bayu Probo
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...