Masa Tahanan Tersangka Suap Kejati Subang Diperpanjang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan perpanjangan masa tahanan empat tersangka suap terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi pada program Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) di Dinas Kesehatan Kabupaten Subang Tahun 2014.
“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik KPK memperpanjang penahanan terhadap keempat tersangka, yaitu Fahri Nurmallo, mantan Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Jabar, Deviyanti Rochaeni, Jaksa Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jabar, Lenih Marliani, istri terdakwa Jajang Abdul Kholik, dan Ojang Sohandi, Bupati Subang,” kata pelaksana harian Kabiro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, hari Kamis (28/4), di Jakarta, melalui pesan pendek.
Keempatnya ditambahkan masa penahanannya selama 40 hari, terhitung mulai tanggal 2 Mei 2016 hingga tanggal 10 Juni 2016.
Ojang bersama Lenih diduga telah memberikan uang suap kepada dua oknum jaksa di Kejati Subang, Deviyanti dan Fahri, yang tengah menangani kasus Jajang. Ojang yang tak ingin terlibat dalam perkara Jajang lantas turut memberikan uang suap yang diduga senilai Rp 500 juta.
Penyidik KPK yang menangkap tangan Lenih, Deviyanti, dan Ojang pada hari Senin (11/4) di kantor Kejati Jabar dan berlanjut di daerah Subang Jabar menyita barang bukti uang sejumlah Rp 528 juta dan Rp 385 juta.
Mereka terlibat dalam perkara ‘pengamanan’ Ojang atas penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi pada program Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas) di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Subang Tahun 2014. Kasus itu telah menyidangkan Jajang Abdul Kholik, mantan Kepala Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan, di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung.
Kajian KPK Mengenai Dana Kapitasi
KPK sebelumnya dalam siaran pers di kpk.go.id tanggal 19 Januari 2015, telah melakukan kajian sistem pada mekanisme pembiayaan dalam sistem jaminan kesehatan nasional terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) atau yang dikenal dengan dana kapitasi.
FKTP yang diobservasi dalam kajian ini adalah Puskesmas di sejumlah daerah.
Dalam kajian ini, KPK menemukan sejumlah kelemahan yang terbagi dalam empat aspek.
Pertama, aspek regulasi, dimana aturan pembagian jasa medis dan biaya operasional berpotensi menimbulkan ketidakwajaran. Dua peraturan yang ada, yakni Perpres No. 32 Tahun 2014 dan PMKes No. 19 Tahun 2014 menyebutkan bahwa dana kapitasi yang bisa digunakan untuk jasa pelayanan kesehatan sekurang-kurangnya 60 persen dari total penerimaan.
Selain itu, regulasi yang ada juga belum mengatur mekanisme pengelolaan sisa lebih dana kapitasi. Mekanisme kapitasi telah membuat dana yang masuk ke sebagian puskesmas meningkat drastis dan melebihi dari kebutuhan puskesmas setiap tahunnya. Besarnya dana yang diterima dan realisasi anggaran yang lambat, berpeluang menyebabkan sisa lebih di akhir tahun anggaran. Apabila ini terus berulang dan terakumulasi tiap tahun, maka sisa lebih dana ini bisa sangat besar pada sebuah puskesmas saja.
Persoalan yang lain, aturan penggunaan dana kapitasi juga kurang mengakomodasi kebutuhan Puskesmas. Peruntukan dana kapitasi, sebetulnya telah mampu dibiayai dari APBN/APBD sebagai belanja rutin. Kesulitan yang kerap ditemui sebenarnya pada belanja non-rutin seperti pengadaan meubelair dan rehabilitasi gedung puskesmas. Kedua, aspek pembiayaan.
KPK menemukan adanya potensi menjadi pelaku penyimpangan atas diperbolehkannya perpindahan peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari puskesmas ke FKTP swasta. Fakta yang ditemukan, oknum petugas puskesmas mendirikam FKTP swasta. Pasien yang datang, tidak dilayani dengan baik dengan berbagai alasan, tapi justru diarahkan ke FKTP swasta miliknya atau yang berafiliasi dengannya.
Selain itu, efektivitas dana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan masih rendah. Padahal dana yang disalurkan sangat besar, yakni hampir delapan triliun rupiah per tahun. Namun, perubahan kualitas layanan puskesmas secara keseluruhan belum terlihat secara nyata.
Ketiga, aspek tata laksana dan sumber daya. Sejumlah persoalan terjadi, antara lain lemahnya pemahaman dan kompetensi petugas kesehatan di puskesmas dalam menjalankan regulasi; Proses verifikasi eligibilitas kepesertaan di FKTP belum berjalan dengan baik; Pelaksanaan mekanisme rujukan berjenjang belum berjalan baik; Potensi petugas FKTP menjadi pelaku penyimpangan semakin besar; Petugas puskesmas rentan menjadi korban pemerasan berbagai pihak; serta Sebaran tenaga kesehatan yang tidak merata.
Salah satu potensi penyimpangan, terlihat dari adanya persepsi bahwa dana kapitasi harus dihabiskan pada tahun yang sama. Ini menyebabkan petugas berusaha untuk membelanjakan seluruh dana kapitasi yang diterima meskipun tidak dibutuhkan, bahkan beberapa bukti-bukti transaksi dan pertanggungjawaban penggunaan dana kapitasi terindikasi adanya manipulasi.
Terakhir, aspek pengawasan yang terlihat pada tidak adanya anggaran pengawasan dana kapitasi di daerah. Hal ini juga diperburuk dengan tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi oleh BPJS Kesehatan.
Oleh karena itu, KPK mendorong para pemangku kepentingan untuk segera melakukan monitoring dan evaluasi, khususnya terhdap dana kapitasi di Puskesmas. Terkait regulasi, KPK mendorong perbaikan terkait pengelolaan dana kapitasi, khususnya pada FKTP milik pemerintah daerah, sekaligus meningkatkan lingkungan pengendalian baik di tingkat FKTP maupun di Pemda. Yang tak kalah penting, kompetensi dan pemahaman petugas kesehatan di daerah terhadap pengelolaan dana kapitasi, perlu ditingkatkan agar potensi penyimpangan dapat diminimalisasi dan penggunaan dana kapitasi bisa lebih efektif dan efisien.
Mengingat bidang kesehatan merupakan salah satu national interest dalam renstra KPK dan dana yang dikelola sedemikian besar, penting bagi KPK untuk mengingatkan, agar pihak terkait berhati-hati dalam pelaksanaannya sehingga tidak terjebak dalam tindak pidana korupsi.
Saat ini, terdapat hampir 18 ribu FKTP di seluruh Indonesia, dengan rerata pengelolaan dana kapitasi sekitar 400 juta rupiah per tahun tiap FKTP.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Indonesia Kirimkan Bantuan 2,7 Juta Dosis Vaksin Polio bOPV ...
YANGON, SATUHARAPAN.COM- Pemerintah Indonesia mengirimkan bantuan berupa 2,7 juta dosis vaksin Polio...