Loading...
FLORA & FAUNA
Penulis: Sabar Subekti 16:27 WIB | Sabtu, 04 Juni 2022

Masyarakat dan Pedagang Burung Terlibat Pelestarian Jalak Bali

Masyarakat dan Pedagang Burung Terlibat Pelestarian Jalak Bali
Jalak Bali terbang di atas pepohonan di Tabanan, Bali, pada 17 April 2022. Para konservasionis bekerja untuk melestarikan burung yang terancam punah itu kembali ke alam liar. (Foto-foto: AP/Tatan Syuflana)
Masyarakat dan Pedagang Burung Terlibat Pelestarian Jalak Bali
Seorang sukarelawan dari Yayasan Sahabat Taman Nasional membawa burung jalak Bali di dalam sangkar sebelum dilepaskan ke alam liar di Tabanan, Bali, Indonesia pada 19 April 2022.
Masyarakat dan Pedagang Burung Terlibat Pelestarian Jalak Bali
Jalak Bali yang baru menetas terlihat di fasilitas penangkaran di Tabanan, Bali, Indonesia pada 19 April 2022. (Foto AP/Tatan Syuflana)
Masyarakat dan Pedagang Burung Terlibat Pelestarian Jalak Bali
Seekor jalak Bali siap dilepasliarkan ke tempat bertengger di tiga cabang di dalam kandang di Tabanan, Bali, Indonesia pada 17 April 2022.

BALI, SATUHARAPAN.COM-Tiga ekor burung jalak Bali dengan bulu putih salju bertengger di cabang pohon, berkicau dan melihat sekeliling dengan memamerkan bercak biru khas di sekitar mata mereka. Beberapa menit kemudian, empat ekor lagi bergabung; sebuah pemandangan yang tidak mungkin terjadi di alam liar Bali pada dua dekade lalu.

Dengan bekerja sama di antara peternak dan penjual burung, kelompok yang berkontribusi pada burung berharga dan khas bali yang populasinya sangat terancam punah, para konservasionis melepaskan mereka di alam liar di Provinsi Bali, dan berharap untuk meningkatkan populasi liar.

Para ahli mengatakan lebih banyak penelitian dan pemantauan diperlukan, tetapi model konservasi telah menunjukkan harapan selama 10 tahun terakhir dan dapat direplikasi untuk burung rentan lainnya di Indonesia.

Jalak bali adalah burung endemik Bali, dan telah menjadi barang kolektor yang sangat dicari dalam perdagangan burung peliharaan secara internasional selama lebih dari satu abad, karena bulu yang putih mencolok dan kicauannya. 

Penangkapan burung untuk dijual ditambah dengan hilangnya habitat dari konversi lahan menjadi pertanian dan pemukiman menyebabkan burung tersebut terdaftar sebagai “terancam” oleh International Union for Conservation of Nature pada tahun 1988, dan ditingkatkan menjadi “sangat terancam punah” pada tahun 1994. Pada tahun 2001 para ahli diperkirakan hanya sekitar enam ekor burung jalak Bali yang hidup di alam liar, dengan ribuan di penangkaran di seluruh dunia.

Menyadari budaya peternak burung Indonesia yang sudah mendarah daging dan kebutuhan yang mendesak akan konservasi jalak Bali, organisasi non-pemerintah yang sekarang disebut BirdLife International bekerja sama dengan pemerintah untuk meluncurkan program penangkaran di tahun 1980-an.

Peternak dapat mengajukan permohonan lisensi untuk membiakkan burung. Jika disetujui, mereka diberi burung oleh pemerintah dan diizinkan untuk menyimpan 90% dari keturunannya untuk dijual secara pribadi. Burung-burung yang tersisa direhabilitasi dan dilepaskan di Taman Nasional Bali Barat, di mana mereka dapat dipantau oleh otoritas taman.

Metode konservasi ini sesuai dengan budaya Indonesia, di mana burung peliharaan umum dimiliki dan orang-orang mengandalkan perdagangan burung untuk pendapatan mereka, kata Tom Squires, kandidat PhD di Manchester Metropolitan University yang mempelajari ekologi jalak Bali dan burung terancam lainnya di Indonesia.

"Taman nasional mulai memahami itu dan ... menciptakan kondisi di mana Anda bisa memiliki populasi liar yang masih tumbuh subur," kata Squires. “Pemelihara burung masih bisa memelihara burung dan mengikuti hobi mereka tanpa menimbulkan masalah nyata bagi populasi liar, yang menurut saya jauh lebih baik daripada spesies yang punah di dunia.”

Pelepasliaran awal jalak Bali menghadapi sejumlah masalah: beberapa burung terinfeksi parasit yang menyebabkan kematian anak muda yang tinggi, yang lain dibunuh oleh predator alami. Perburuan juga terus berlanjut, dan fasilitas penangkaran taman nasional bahkan dirampok dengan todongan senjata, dengan hampir 40 burung dicuri.

Namun upaya konservasi dalam dekade terakhir telah melihat keberhasilan yang lebih besar melalui peningkatan pemantauan burung, data sensus yang lebih kuat dan penelitian lebih lanjut, kata Squires.

Agus Ngurah Krisna Kepakisan, Kepala Taman Nasional Bali Barat, juga mengaitkan keberhasilan program penangkaran dengan penciptaan dan perkembangbiakan “desa penyangga” di sekitar taman. Penduduk desa mendapatkan bantuan untuk mendapatkan izin untuk mengembangbiakkan burung jalak Bali di sana.

“Dengan masyarakat sebagai peternak, mereka membantu kami untuk merawat burung-burung yang ada di alam,” katanya. “Ada juga yang dulu sering mencari dan mengambil jalak Bali dari alam.”

Squires mengatakan ada bukti pasti bahwa beberapa burung yang dilepaskan telah menghasilkan keturunan. “Jadi itu membuat saya percaya bahwa populasinya pasti mandiri sampai batas tertentu,” katanya.

Langkah program penangkaran terlihat di seluruh taman, di mana Kepakisan mengatakan 420 burung jalak Bali sekarang hidup dan melompat-lompat di pohon, mengeluarkan kepala mereka dari sarang dan berkicau pada turis yang lewat di bawah mereka.

Upaya konservasi telah menyebar ke Kabupaten Tabanan yang teretak sekitartiga jam berkendara dari taman, tempat burung jalak terbang di atas sawah subur dengan latar belakang pegunungan dan hutan.

Daerah ini merupakan tempat pelepasliaran terbaru untuk Yayasan Sahabat Taman Nasional, sebuah organisasi nirlaba berbasis di Indonesia yang bekerja dengan para donor dan peternak untuk membeli, merehabilitasi, dan melepaskan burung-burung tersebut.

Dokter hewan I Gede Nyoman Bayu Wirayudha, yang mendirikan organisasi tersebut dan telah bekerja di konservasi jalak Bali selama bertahun-tahun, mengatakan upaya konservasinya sebagian fokus pada investasi masyarakat akar rumput dalam kesejahteraan burung.

Secara tradisional, masyarakat di sekitar kawasan konservasi berpikir tidak ada uang yang dihasilkan dari kegiatan itu, katanya. Namun Wirayudha yakin keberadaan burung langka akan membantu menarik wisatawan, yang akan memberikan pendapatan pariwisata tambahan ke daerah seperti di bagian lain di Provinsi Bali di mana burung jalak telah dilepasliarkan.

“Anda perlu memberikan sesuatu kembali kepada masyarakat agar mereka dapat merasakan bahwa konservasi memberikan manfaat bagi mereka,” katanya.

Penjangkauan masyarakat tampaknya berhasil. Pada pelepasan burung jalak bulan April, sekelompok mahasiswa, polisi, militer, dan penduduk desa tetangga bersemangatmenyaksikan burung jalak Bali melakukan penerbangan pertama mereka ke alam liar.

Squires, peneliti, mengatakan model konservasi dapat diterapkan pada burung-burung yang rentan atau hampir punah lainnya di Indonesia seperti burung kenari bersayap hitam. “Untuk semua burung dataran rendah yang terkena dampak perdagangan burung yang dikurung … pendekatan semacam inilah yang akan dibutuhkan,” katanya. (AP)

Editor : Sabar Subekti


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home