Masyarakat Papua Bersyukur Noken dan Taman Lorenz Jadi Warisan Dunia
JAYAPURA, SATUHARAPAN.COM – Tokoh Papua Titus Pekey mengatakan masyarakat di Bumi Cenderawasih bersyukur menjadi bagian dari UNESCO, sejak warisan budaya tak benda noken dan Taman Alam Lorenz diakui sebagai Warisan Dunia.
"Taman Lorenz atau Puncak Nemangkawi diakui sebagai salah satu warisan dunia pada 1999, dan warisan budaya tak benda noken, tas rajutan atau anyaman kerajinan tangan masyarakat Papua, diakui pada 4 Desember 2012," katanya di Jayapura, Rabu, menyambut Hari Warisan Dunia UNESCO yang diperingati pada Kamis 18 April 2019.
Terkait upaya perlindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan warisan dunia ke depan, khusus untuk noken, kata Titus, pihaknya telah membentuk Yayasan Noken Papua.
Peringatan Hari Warisan Dunia UNESCO 2019, mengangkat topik 'lanskap pedesaan' bentangan persawahan yang unik yang ada di Pulau Dewata (julukan Bali, Red). "Itu adalah pikiran yang baik, agar warisan alam sentuhan manusia bisa tetap terjaga, tanpa berubah, yang sesuai dengan keyakinannya," katanya.
Hal serupa juga, kata dia, adalah bagaimana menjaga salju abadi di atas puncak Taman Lorenz tetap terjaga dan berkelanjutan, sementara aktivitas tambang terus meningkat dan mengkhawatirkan.
"Ketika hutan dan lingkungan hidup penyangga bahan baku noken pun terus menurun, dengan berbagai aktivitas tanpa memahaminya. Tapi dengan adanya peringatan ini, saya mewakili masyarakat Papua menyampaikan selamat merayakan hari Warisan Dunia," kata Titus Pekey
Sementara itu, Hari Suroto, salah satu peneliti senior Papua yang bekerja di Balai Arkeologi Papua berpendapat, peringatan Hari Warisan Dunia UNESCO 2019 pada 18 April 2019 yang mengusung tema "lanskap pedesaan", adalah untuk mengajak dunia internasional meningkatkan kembali kesadaran mereka tentang pentingnya melindungi lanskap pedesaan.
Berdasarkan literatur, kata dia, International Council on Monuments and Sites (ICOMOS) mengartikan, lanskap pedesaan sebagai wilayah daratan dan perairan yang terbentuk akibat interaksi manusia dengan alam, yang dimanfaatkan untuk produksi makanan dan sumber daya alam terbarukan lainnya melalui usaha pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, perburuan, dan ekstraksi sumber daya lainnya.
"Lanskap pedesaan merupakan sumber daya multifungsi sekaligus suatu sistem budaya, sosial, lingkungan, dan ekonomi yang hidup, berkelanjutan dan dinamis," katanya.
Lanskap pedesaan juga adaptif, dan sering mencerminkan interaksi ribuan tahun antara manusia dan alam. Dengan demikian, lanskap perdesaan adalah wadah penyimpanan atas pengetahuan tradisional dan kearifan lokal, yang berperan penting dalam era perubahan iklim seperti saat ini.
"Hari Warisan Dunia UNESCO 2019, lebih menekankan pada pentingnya melindungi lanskap pedesaan, merupakan momen yang tepat untuk menghijaukan kembali kawasan Cagar Alam Cycloop yang rusak oleh aktivitas manusia. Atau, penghijauan kembali Taman Nasional Lorentz," katanya.
Penghijauan ini seyogianya tidak terlepas dari pengetahuan tradisional dan kearifan lokal masyarakat setempat, sejak masa prasejarah hingga kini berkaitan dengan tumbuh-tumbuhan endemik di lingkungan sekitar, yang selama ini sangat membantu dalam kehidupan.
"Misalnya pohon melinjo, kulit kayu pohon ini berfungsi sebagai bahan pembuat noken. Selain itu, hal penting lainnya adalah memfungsikan Museum Noken yang selama ini terbengkalai," katanya.
Museum Noken merupakan salah satu syarat pengakuan noken sebagai Warisan Dunia UNESCO, jika tidak difungsikan maka dikhawatirkan, ke depannya status noken sebagai warisan dunia bisa dicabut.
"Jika status noken Papua sebagai warisan dunia UNESCO dicabut, bisa saja, status itu diambil oleh Papua Nugini, karena suku-suku di Papua Nugini juga membuat dan memiliki noken," katanya. (Antaranews.com)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...