Masyarakat Sipil Harus Jamin Terciptanya Kebebasan Beragama
BAKU, SATUHARAPAN.COM – Paus Fransiskus saat mengunjungi Azerbaijan berpidato dan memuji hubungan antaragama yang baik di negara tersebut. Namun di sisi lain dia menginginkan kebebasan beragama harus selalu dihormati masyarakat sipil, hak tersebut tidak pernah dapat digunakan sebagai alat untuk membenarkan kekerasan.
“Masyarakat harus dapat mengatasi godaan agar tidak mengambil keuntungan dari faktor-faktor agama,” kata Paus Fransiskus di Baku, Azerbaijan, dan diberitakan Catholic News Agency, hari Minggu (2/10).
Agama, kata Paus Fransiskus jangan sampai diperalat, selain itu agama jangan memberikan dukungan bila terjadi konflik di tengah masyarakat.
Paus Fransiskus memberi perumpamaan tentang hal tersebut dengan cara orang Azerbaijan merangkai rumah di negara tersebut, karena terbuat dari kayu dan kaca berwarna, tanpa lem namun hanya dengan paku yang digunakan dalam proses membangun rumah tersebut.
Paus Fransiskus mengamati dalam kaitannya dengan membuat kerajinan dan ornamen, kayu dan kaca yang dibuat bersama-sama untuk melapisi pintu membutuhkan waktu pembuatan yang cukup lama, karena menurut Paus Fransiskus seorang pengrajin membuat ornamen tersebut dengan penuh ketelitian, karena kayu tersebut penting untuk mendukung cahaya matahari masuk ke dalam ruangan.
Dengan menggunakan metafora tersebut, ia mengatakan tugas masyarakat sipil bertugas mendukung agama. “Agama harus memungkinkan sinar cahaya yang diperlukan untuk hidup,” kata Paus Fransiskus.
Paus Fransiskus mengemukakan agar agama bersinar bagi masyarakat maka negara harus menjamin kebebasan yang efektif dan otentik. Dia menambahkan pemerintah harus menghilangkan paham yang telah melekat cukup lama dan berakar dalam masyarakat yakni paham merampas kebebasan memilih kepercayaan.
Paus mengibaratkan, dalam kaitannya dengan kebebasan memilih agama, ada “paku” yang bersifat keduniawian dan sifat rakus atas harta duniawi . Dia mengatakan Tuhan tidak dapat digunakan untuk kepentingan pribadi dan kepentingan diri sendiri. “Tuhan tidak dapat digunakan membenarkan segala bentuk fundamentalisme, imperialisme atau kolonialisme,” kata dia.
“Mudah-mudahan tidak ada kekerasan dengan mengatasnamakan Tuhan! Tuhan adalah nama yang paling suci, jangan dijelek-jelekkan atau ditukar sebagai komoditi kebencian bagi manusia,” kata dia.
Kunjungan Paus Fransiskus pergi ke Azerbaijan sebagai rangkaian terakhir dari kunjungan tiga hari yang dia lakukan di negara tersebut. Sebelumnya dia melakukan kunjungan ke Georgia, kedua negara tersebut memiliki jumlah penganut Katolik yang sedikit.
Dalam kunjungan di Azerbaijan, Paus Fransiskus juga bertemu Mufti dan Imam Besar di Kaukasus, Allahshükür Hummat Pashazade. Selain itu dia juga bertemu beberapa pemimpin umat beragama lainnya seperti perwakilan dari Gereja Ortodoks Rusia dan komunitas Yahudi.
Dalam sambutannya, Paus Fransiskus menyoroti hubungan baik Katolik dengan Muslim di daerah tersebut. Menurut Paus Fransiskus, perdamaian adalah bentuk “konkret” bahwa pemimpin Islam menawarkan banyak hal dan perdamaian terhadap komunitas Katolik.
Dia juga merujuk hubungan positif antara umat Katolik dan Ortodoks di daerah tersebut, serta persahabatan umat Katolik dengan orang Yahudi.
Dia menyebut saat ini ada keinginan dari pemerintah Azerbaijan melindungi warisan agama masing-masing dan untuk mengejar keterbukaan dalam skala yang lebih besar.
Dia menambahkan saat ini penting melihat kerja sama antariman jauh lebih penting dilakukan bukannya beroposisi, karena kerja sama merupakan hal terpenting untuk membantu masyarakat menghasilkan hal yang lebih baik dan lebih damai.
Dia mengatakan apabila membuka diri kepada orang lain tidak menyebabkan pemiskinan melainkan pengayaan.
“Karena keterbukaan memungkinkan kita menjadi lebih manusiawi,” kata dia.
Dia menambahkan bahwa semua pihak yang mengusahakan perdamaian diharap bertindak tidak dengan idealisme yang abstrak. ”Melainkan menghormati dinamika sejarah, budaya dan tradisi keagamaan,” kata dia.
Agama, kata dia, memiliki tugas menyertai orang melalui kehidupan, membantu manusia dan umat untuk memahami pusat kekuatan yang ada di luar manusia.
Agama memberikan jawaban otentik bagi mereka yang sering dilanda kebingungan karena tersesat dalam kontradiksi ruang dan waktu.
Dari kontradiksi ini adalah sikap yang, menurut dia, didominasi oleh nihilisme yakni sikap yang tidak percaya kepada apapun kecuali hanya kepada kesejahteraan, dan keunggulan.
Di sisi lain, menurut dia, agama dipanggil untuk menumbuhkan sikap damai dan sikap saling pengertian. Perdamaian yang sesungguhnya, didapat dari doa dan dialog, perdamaian tersebut merupakan tugas seluruh agama tidak hanya Kristiani.
Dia mengatakan dengan bersikap terbuka dan berharap adanya kebaikan orang lain tidak sama artinya dengan bersikap sinkretisme, maupun keterbukaan diplomatik yang menyetujui semua hal yang diberikan kelompok lain agar tidak mendapat masalah.
Sebaliknya, dia menambahkan, sikap terbuka adalah dialog yang dilakukan dengan orang lain dan doa yang dipanjatkan adalah doa yang digelar untuk semua orang yang memungkinkan adanya peningkatan cinta.
“Jika kita mengedepankan kebencian dan pengampunan maka tidak akan aada pelanggaran, saat ini mudah-mudahan jangan pernah tumbuh sikap memohon dan menelusuri damai,” kata dia.
“Saat ini terlalu banyak darah yang tertumpah, karena banyak orang yang berseru kepada Allah dari bumi,” kata dia.
Dia menekankan dalam konteks global saat ini umat Kristiani ditantang memberikan respon yang tidak bisa lagi menunda dan bersama-sama membangun masa depan perdamaian.
“Sekarang bukan waktu untuk solusi atas kekerasan yang sifatnya tiba-tiba, melainkan sebuah momen yang mendesak untuk terlibat dalam proses rekonsiliasi,” kata dia.
Dia mendoakan masyarakat global yang saat ini mengalami konflik, karena proses perdamaian diharapkan membayangi masyarakat global, agama akan menjadi tanda perdamaian di tengah masyarakat.
Paus berdoa agama di wilayah Kaukasus (negara-negara bekas Uni Soviet) menjadi "agen aktif" mengatasi tragedi dan ketegangan antariman dari masa lalu dan kini. (catholicnewsagency.com)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...