Matakin: Agama Khonghucu Sama di Mata Hukum Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Drs. Uung Sendana,SH menungkapkan, sudah semestinya umat Khonghucu mendapatkan hak dan kewajiban yang sama dengan agama lain dihadapan undang-undang dan hukum. Dengan dibentuknya Direktorat Jenderal (Dirjen) Khonghucu, maka umat berhak memperoleh pembinaan yang lebih baik lagi dari Kementrian Agama (Kemenag).
“Presiden SBY menyambut baik usulan Matakin soal dibentuknya Direktorat Jenderal Agama Khonghucu yang sama di mata hukum Indonesia, dan mempunyai hak memperoleh pembinaan yang lebih baik lagi,” katanya saat dihubungi satuharapan.com. Minggu (16/2).
Uung melanjutkan, munculnya Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA.01.2/4683/95, tanggal 18 November 1978, yang menyatakan hanya membina lima agama di Indonesia yang dianggap paling banyak pengikutnya seperti, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha.
Sedangkan Khonghucu, lanjutnya, masih disingkirkan sekian tahun, padahal peraturan yang lebih tinggi yakni Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1969 yang belum dicabut mengakui ada enam agama di Indonesia; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu. UU ini mengatur sama persis dengan Penetapan Presiden Nomor 1.Pn.Ps. Tahun 1965 yang mengakui enam agama. Kedua peraturan ini semakin dikuatkan dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyaratkan perkawinan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.
“Pada zaman Orde Baru, Khonghucu benar-benar dimarjinalkan, terlebih keluarnya Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa dari SE Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA.01.2/4683/95,” Uung mengungkapkan.
Lebih lanjut dia menegaskan, pemerintah harus berani mengambil terobosan-terobosan baru, sehingga Dirjen Khonghucu bisa segera dibentuk. Walaupun umat Khonghucu sudah mendapat pelayanan yang dititipkan ke Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di Kemenag. Tetapi, Uung berharap, Bimas (bimbingan masyarakat) Khonghucu seharusnya dikelolah oleh orang beragama Khonghucu.
“Selama dua tahun kepala bimbingan masyarakat (Bimas) Khonghucu masih ditangani oleh orang yang beragama Muslim, saya berharap seharusnya orang Khonghucu sendiri yang menanganinya. Dengan adanya Dirjen Khonghucu, diharapkan umat mendapat kepercayaan dari Kemenag,” Uung Menerangkan.
Sebelumnya, di era kekuasaannya yang singkat, Presiden Gus Dur membuat terobosan dengan mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa dan SE Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA.01.2/4683/95. Selain itu juga Presiden Megawati yang telah menempatkan Imlek sebagai tahun baru nasional.
Editor : Bayu Probo
Rusia Tembakkan Rudal Balistik Antarbenua, Menyerang Ukraina
KIEV, SATUHARAPAN.COM-Rusia meluncurkan rudal balistik antarbenua saat menyerang Ukraina pada hari K...