Matakin: Suara Rakyat Suara Tuhan
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Wakil Ketua Umum Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), Drs Uung Sendana SH mengatakan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih kurang peka terhadap isu-isu religi terkait kebebasan menjalankan ibadah. Diharapkan calon anggota legislatif (caleg) mendatang memahami kehendak rakyatnya karena suara rakyat itu suara Tuhan.
“Kepekaan anggota DPR masih kurang terhadap isu-isu religi. Mereka lebih banyak diam. Seharusnya anggota DPR, jangan memisahkan hubungan religi cuma karena masalah pemahaman dalam berdoa dan menjalin hubungan dengan Tuhan. Harusnya mereka juga memahami hubungan dengan sesama manusia, pengabdian terhadap negara, kecintaan terhadap negeri, dan kepedulian terhadap sesama manusia,” Uung menjelaskan, saat dihubungi satuharapan.com, Minggu, (16/2).
Ia menambahkan, ajaran agama Khonghucu mengatakan, di dalam diri manusia ada firman Tuhan namanya watak sejati, berupa benih cinta kasih, kebenaran, dan kebijaksanaan. Maka itu pula yang harus diterapkan caleg kepada rakyat.
“Caleg yang mendapat dorongan dari watak sejati, jika nanti menjadi seorang anggota legislatif, benar-benar menjadikan jabatannya sebagai amanah. Bukan malah bermotif kekuasaan atau uang, tetapi harus dapat mengetahui keinginan rakyat, dan tahu bahwa suara rakyat itu suara Tuhan. Jangan hanya mementingkan kepentingan golongannya saja,” Uung menegaskan.
Lebih lanjut dia mengatakan, caleg yang nanti akan duduk menjadi anggota DPR, agar bersikap jujur, mengikuti suara hati, dan mendengarkan kepentingan rakyat. Sebab unsur religi bagi seorang caleg menyangkut hati nurani keimanannya, dan dapat diterapkan di dalam perilakunya.
“Di Khonghucu ada istilahnya San Cai, yaitu hubungan antara tiga alam. Tuhan, manusia, dan alam semesta. Bagaimana mendidik umat untuk menyadari agama, dari ketiga alam itu dengan menggunakan hati dan kecerdasannya,” Uung menambahkan.
Dia mengungkapkan, syarat yang harus dimiliki calon legislator, bahwa segala sesuatu harus dilihat dari sudut yin-yang (yin berarti negatif dan yang berarti positif), serta menerapkan ajaran kitab dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan cara berdoa, dan meditasi.
“Caleg dari agama Khonghucu rata-rata tokoh bukan umat biasa. Mereka seharusnya sudah mendalami ajaran-ajaran agama, bahwa segala sesuatu harus dilihat dari sudut yin-yang sebagai pencerahan dalam kehidupan bermasyarakat,” Uung menerangkan.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...