Media Asing Menyoroti Hasil Pilpres dan Kemenangan Prabowo Subianto
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto diumumkan sebagai pemenang pemilihan presiden di negara demokrasi terbesar ketiga di dunia pada hari Rabu (20/3) atas dua mantan gubernur yang bersumpah untuk menentang hasil pemilu di pengadilan atas dugaan penyimpangan.
Prabowo Subianto, yang dituduh melakukan pelanggaran di masa kediktatoran masa lalu dan memilih putra presiden yang akan segera keluar sebagai pasangannya, memenangkan 58,6% suara. Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, mendapat 24,9% dan mantan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mendapat 16,5%, kata Komisi Pemilihan Umum. Mereka memasang formulir tabulasi TPS di situsnya, sehingga memungkinkan dilakukannya verifikasi independen.
Prabowo mengatakan dia akan menghormati mereka yang berbeda pilihan dalam pemungutan suara.
“Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk bersama-sama menatap masa depan,” katanya dalam konferensi pers. “Kita harus bersatu dan bergandengan tangan karena tantangan kita sebagai bangsa sangat besar.”
Prabowo telah menerima pesan ucapan selamat dari negara-negara Asia Tenggara lainnya serta pemerintah China, Rusia, Prancis, Belanda, dan Inggris, yang semuanya menyatakan keinginan mereka untuk bekerja sama dengan pemerintahan barunya.
“Kami berharap dapat bermitra erat dengan Presiden terpilih Subianto dan pemerintahannya ketika mereka mulai menjabat pada bulan Oktober,” kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony J. Blinken, setelah kemenangannya dikonfirmasi.
Sekitar 300 pengunjuk rasa membentangkan spanduk dan tanda yang mengkritik Presiden Joko Widodo karena mendukung Prabowo Subianto dan menuduh adanya penipuan yang meluas. Mereka membakar foto presiden dengan sampah di dekat kompleks KPU.
Calon yang menempati posisi kedua dan ketiga menolak untuk menyerah. Pada hari Kamis (21/3)pagi, pengacara Anies Baswedan mengajukan gugatan terhadap hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Pranowo juga berencana mengajukan gugatan ke pengadilan.
“Kami tidak ingin membiarkan berbagai penyimpangan demokrasi ini berlalu begitu saja tanpa catatan sejarah dan menjadi preseden buruk bagi penyelenggara pemilu di masa depan,” kata Anies Baswedan setelah hasil akhir diumumkan.
Mereka menuduh adanya penipuan, dengan menyebut pencalonan wakil presiden putra Joko Widodo. Joko Widodo tidak dapat mencalonkan diri lagi, dan pencalonan putranya dipandang sebagai tanda dukungan diam-diamnya terhadap Prabowo Subianto.
Putra Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, berusia 37 tahun tetapi menjadi pasangan calon wakil presiden Prabowo Subianto setelah Mahkamah Konstitusi membuat pengecualian terhadap persyaratan usia minimum 40 tahun bagi calon presiden.
Ketua Mahkamah Agung, yang merupakan saudara ipar Joko Widodo, kemudian diberhentikan oleh panel etik karena gagal mengundurkan diri dan melakukan perubahan pada menit-menit terakhir terhadap persyaratan pencalonan pemilu.
Presiden baru akan dilantik pada 20 Oktober dan harus menunjuk Kabinet dalam waktu dua pekan.
Prabowo Subianto mengklaim kemenangan pada hari Pemilu bulan lalu setelah penghitungan tidak resmi menunjukkan bahwa ia memenangkan hampir 60% suara.
Jumlah pemilih sekitar 80%, kata komisi pemilihan.
Prabowo Subianto menang di 36 dari 38 provinsi dan memperoleh 96,2 juta suara dibandingkan dengan 40,9 juta suara untuk Anies Baswedan, yang menang di dua provinsi. Anies Baswedan, mantan pimpinan sebuah universitas Islam, memenangkan mayoritas besar di provinsi konservatif paling barat, Aceh.
Ganjar Pranowo, kandidat dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, memperoleh 27 juta suara dan tidak memenangkan satu pun provinsi.
Todung Mulya Lubis, pengacara terkemuka yang mewakili Ganjar Pranowo, menegaskan bahwa penyimpangan pemilu terjadi sebelum, selama, dan setelah pemilu.
Joko Widodo menampik tuduhan kecurangan tersebut, dengan mengatakan bahwa proses pemilu diawasi oleh banyak orang termasuk perwakilan kandidat, badan pengawas pemilu, dan aparat keamanan.
“Pengawasan berlapis seperti ini akan menghilangkan kemungkinan penipuan,” kata Joko Widodo kepada wartawan bulan lalu. “Jangan berteriak penipuan. Kami memiliki mekanisme untuk mengatasi penipuan tersebut. Kalau punya bukti, bawa ke Bawaslu. Kalau punya bukti, gugat ke Mahkamah Konstitusi.”
Tim kampanye Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo menyatakan akan memberikan bukti atas klaim mereka.
Namun Todung Mulya Lubis mengatakan timnya kesulitan mendapatkan saksi untuk bersaksi di pengadilan karena adanya dugaan intimidasi pihak berwenang. Dia mengakui bahwa akan sulit untuk menantang hasil pemilu dengan margin kemenangan resmi yang begitu besar.
Panel etik yang mencopot Anwar Usman sebagai ketua pengadilan mengizinkannya untuk tetap berada di pengadilan dalam kondisi tertentu, termasuk melarangnya terlibat ketika pengadilan mengadili sengketa pemilu tahun ini.
Artinya, setiap kasus yang dibawa ke pengadilan akan diputuskan oleh delapan hakim, bukan sembilan hakim.
Kampanye Prabowo Subianto menyoroti kemajuan pemerintahan Joko Widodo dalam mengurangi kemiskinan dan berjanji untuk melanjutkan agenda modernisasi yang telah membawa pertumbuhan pesat dan menempatkan Indonesia ke dalam peringkat negara-negara berpenghasilan menengah.
Namun Prabowo Subianto hanya menyusun beberapa rencana konkrit untuk masa kepresidenannya, sehingga membuat para pengamat tidak yakin mengenai dampak pemilihannya terhadap pertumbuhan negara dan demokrasi yang masih matang.
Prabowo Subianto kalah dalam dua pemilihan presiden sebelumnya dari Joko Widodo, dan Mahkamah Konstitusi menolak upayanya untuk membatalkan hasil tersebut karena tuduhan penipuan yang tidak berdasar.
Kali ini, Prabowo Subianto merangkul pemimpin populer itu dan menyebut dirinya sebagai ahli warisnya. Pilihannya terhadap putra Joko Widodo sebagai pasangannya menimbulkan kekhawatiran tentang munculnya pemerintahan dinasti dalam demokrasi Indonesia yang telah berusia 25 tahun.
Prabowo Subianto berasal dari salah satu keluarga terkaya di negara ini. Ayahnya adalah seorang politisi berpengaruh yang pernah menjadi menteri di bawah pemerintahan diktator Soeharto dan presiden pertama negara itu, Soekarno.
Pertanyaan juga masih belum terjawab mengenai dugaan keterkaitan Prabowo Subianto dengan penyiksaan, penghilangan dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya pada tahun-tahun terakhir kediktatoran brutal Soeharto, di mana ia menjabat sebagai letnan jenderal pasukan khusus.
Prabowo Subianto diusir oleh tentara atas tuduhan bahwa ia berperan dalam penculikan dan penyiksaan terhadap aktivis serta pelanggaran lainnya. Dia tidak pernah diadili dan dengan keras menyangkal keterlibatannya, meskipun beberapa anak buahnya diadili dan dihukum.
Tidak jelas bagaimana Prabowo Subianto akan menanggapi perbedaan pendapat politik, protes jalanan, dan jurnalisme kritis. Banyak aktivis melihat hubungannya dengan rezim Soeharto sebagai sebuah ancaman. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...