Media Kecam Penggerebekan Kantor Radio Australia

SYDNEY, SATUHARAPAN.COM - Media dan kelompok-kelompok HAM Australia mengecam polisi federal yang menggerebek kantor Radio Australia karena adanya tuduhan telah menyiarkan bahan-bahan yang dianggap rahasia pemerintah. Ikuti laporan wartawan.

Razzia yang diadakan hari Rabu (5/6) atas kantor Australian Broadcasting Corporation atau ABC di Sydney, terjadi satu hari setelah polisi juga menggerebek rumah redaktur senior harian Sunday Telegraph.

News Corp. Australia, induk perusahaan harian Sunday Telegraph mengatakan, penggerebekan itu “menunjukkan adanya bahaya intimidasi atas orang-orang yang berani menyiarkan kebenaran,” walaupun dianggap kurang nyaman oleh pemerintah.

David Anderson, managing director ABC mengatakan dalam sebuah pernyataan “sangat luar biasa bahwa kantor penyiaran nasional digerebek dengan cara ini.”

Kata ABC, penggerebekan atas kantornya itu sehubungan dengan laporan yang disiarkannya tahun 2017 tentang apa yang disebut sebagai “kelakuan buruk tentara Australia di Afghanistan.”

News Corporation mengatakan, penggeledahan rumah redaktur politiknya Annika Smethurst agaknya dipicu oleh laporan tahun 2018 tentang rencana pemerintah untuk memantau semua email, pesan teks dan catatan bank warga australia.

Polisi Australia mengeluarkan pernyataan yang mengatakan penggeledahan itu “terkait tuduhan terpisah karena menerbitkan laporan rahasia pemerintah, yang merupakan hal sangat serius, karena bisa menggerogoti keamanan nasional Australia.”

Penggerebekan itu terjadi hanya beberapa hari setelah pemerintahan konservatif pimpinan Perdana Menteri Scott Morrison terpilih kembali, tapi Morrison berusaha menjauhkan dirinya dari tindakan polisi federal itu hari Rabu.

“Australia sangat mendukung kemerdekaan pers. Kami punya peraturan yang jelas, yang melindungi kebebasan pers,” katanya. Tapi juga ada peraturan yang jelas untuk melindungi keamanan nasional Australia, dan karenanya semua orang haruslah mematuhi semua peraturan yang telah disahkan oleh parlemen, kata Perdana Menteri Morrison. (VOA)