Melatih Cinta Mengembalikan Rasa
SATUHARAPAN.COM - "Mendengar Ungkapan Melatih Cinta Mengembalikan Rasa" kerap kali mengasosiasikan pikiran kita kepada sebuah aktifitas atau kegiatan. Orang yang berlatih berarti melakukan kegiatan berkali-kali, bisa saja berhasil atau gagal, dari porsi yang paling kecil dan sedikit hingga porsi yang paling banyak hingga mencapai hasil maksimal seperti yang diharapkan.
Saya ingat waktu belajar berlatih nyetir mobil harus mencoba berkali-kali setelah tahu teori dan akhirnya dipraktekkan supaya lancar. Relasi keluarga tak jarang juga diwarnai dengan dinamika pasang surut. Tak hanya antara orang tua dan anak, namun juga relasi antara suami dan isteri. Setiap anggota keluarga harus bersedia melatih Cinta kepada Tuhan dan Cinta kepada sesama supaya cintanya tak lekang oleh waktu dan tergerus oleh jaman. Komunikasi dalam keluarga menjadi penting karena dari situlah keintiman, komitmen dibangun menuju pada pemberdayaan cinta yang akan terus memberdayakan anggota-anggota keluarga.
Butuh Latihan
Di Alkitab sendiri saya menemukan ada kata latih muncul beberapa kali, misalnya dalam I Timotius 4:7 “Latihlah dirimu beribadah”. Ternyata ibadahpun perlu dilatih. Apa yang dimaksud dengan latihan adalah proses melatih dan akhirnya menjadi orang-orang yang terlatih?
Kata asli yang dipakai adalah Gumnazo suatu latihan yang lazim dilakukan di sebuah sekolah untuk melatih seorang murid atau atlet. Seorang murid akan berlatih dengan mempelajari pelajaran-pelajaran, dan soal-soal yang diujikan dan harus dijawab untuk menunjukan suatu kemampuan yang meningkat dari sisi pengetahuan dan keterampilan. Seorang atlet akan diberikan porsi aktivitas untuk latihan dengan berbagai variasi dan porsi hingga mencapai hasil. Ada unsur exercise dan training didalam latihan. Seorang atlet olahraga membutuhkan latihan dan olaharaga karena pengen jadi atlet tingkat kampung atau nasional, dia olahraga setiap hari demi mendapat otot yang kuat dan nafas yang panjang dan terlatih. Ternyata berlatih membutuhkan ketekunan, ketelatenan.
Lalu bagaimana Jika cinta yang dilatih? Bagaimana caranya melatih cinta untuk mengembalikan rasa dalam keluarga? Lebih tepatnya bukan cintanya yang dilatih, namun orang atau manusianya dilatih bagaimana mencintai dan mengasihi, mengekspresikan dan membahasakan cintanya dan cintaNya. Melatih orang untuk mencinta penting. Pengalaman pandemi menunjukan karena selama bekerja dari rumah, belajar dari rumah, beribadah dari rumah ternyata bisa memunculkan efek kejenuhan dan kebosanan, interaksi antar anggota keluarga yang tak bisa mengendalikan emosi sehingga mengakibatkan hal-hal kecil bisa jadi masalah besar karena kurang cakap mengelola emosi dan komunikasi. Rumah yang harusnya jadi rumah cinta dan bercengkerama, terkadang menjadi neraka konflik yang saling menghakimi dan menyalahkan. Kita perlu belajar bagaimana cara melatih Cinta Kasih untuk mengembalikan rasa yang mungkin sudah pudar dalam kehidupan bersama, relasi intern dan antar sesama dalam lembaga apapun termasuk keluarga.
Cinta Kasih yang Seimbang
Dalam Injil Matius 22:34-40 Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpulah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia. Dalam Matius pertanyaan ini sepertinya kembali pada serangan dari pihak orang Farisi; tapi di Markus suasananya berbeda. Ketika Markus menceritakan kisahnya (Markus 12: 28-34) penulis tidak mengajukan pertanyaan ini kepada Yesus untuk menjebaknya. Dia memintanya dengan rasa syukur bahwa Yesus telah membingungkan orang Saduki dan untuk memungkinkan Yesus menunjukkan seberapa baik dia dapat menjawab; dan bagian itu berakhir dengan penulis dan Yesus sangat dekat satu sama lain.
Kita dapat mengatakan bahwa di sini Tuhan Yesus memberikan definisi lengkap tentang kehidupan iman yang benar yaitu Iman terdiri dari pengajaran tentang Cinta Kasih: Apa dan Mengapa serta Bagaimana kita mencintai dan mengasihi Tuhan Allah. Ayat yang Tuhan Yesus kutip adalah Ulangan 6:5. Kasihilah TUHAN, Allahmu , dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu. Ayat itu adalah bagian dari Shema, keyakinan dasar dan esensial Yudaisme, kalimat yang masih dibuka untuk setiap ibadah Yahudi, dan teks pertama yang diingat oleh setiap anak Yahudi. Artinya, kepada Tuhan Allah, kita harus memberikan cinta yang full total, cinta kasih yang mendominasi dan menguasai seluruh emosi kita, cinta kasih yang mengarahkan pikiran dan hati kita, dan cinta kasih yang merupakan dinamika untuk mendorong dan memotivasi tindakan kita. Semua iman harus dimulai dengan cinta kasih yang merupakan komitmen hidup yang total kepada Tuhan Allah. Komitmen hidup yang total yang menguasai hati, pikiran, emosi dan seluruh tindakan kita kepada Tuhan Allah akan melahirkan ekpresi-ekspresi cinta kasih dalam memuji dan memuliakan Allah dalam ibadah sehari-hari, akan melahirkan pelayanan kepadaNya secara tulus dan tanpa pamrih, akan melahirkan kesediaan memberi ruang dan waktu yang berkualitas untuk kita mendengar, mempelajari dan melakukan firmanNya. Dan memberikan tubuh dan hidup kita sebagai persembahan yang kudus dan berkenan kepada Allah sebagai ibadah yang kudus, yang hidup dan berkenan kepada Allah sebagai ibadah sejati (Roma 12:1).
Cinta kepada Sesama
Perintah kedua yang dikutip Tuhan Yesus berasal dari Imamat 19:18. Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN. Cinta kasih kita kepada Tuhan harus menghasilkan cinta kasih kepada manusia dan sesama. Tetapi harus diperhatikan disini dari mana perintah itu berasal. Sebab jauh sebelum kita sebagai manusia mampu menyatakan cinta kasih kepada Allah, Ia telah lebih dahulu mengasihi kita dan keluarga kita. Cinta kasih manusia berasal dari cinta kasih Tuhan Allah yang pertama-tama mengasihi manusia (dikasihi Allah dan mengasihi Allah).
Di dalam I Yoh 4: 19 “Kita mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita” dan cinta kasih kepada manusia adalah yang kedua sebagai kelanjutanya. Hanya ketika kita mencintai dan mengasihi Tuhan Allah secara total, maka sebagai konsekwensinya sesama manusia menjadi subyek cinta kasih berikutnya untuk dikasihi dan disayangi.
Ajaran Alkitab sebagai Firman Allah tentang manusia bukanlah bahwa manusia adalah kumpulan unsur-unsur kimiawi, bukan juga bahwa manusia adalah bagian dari ciptaan yang kejam, tetapi bahwa manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1: 26-27). Karena alasan itulah maka manusia itu adalah pribadi dan mahkluk mulia yang diekspresikan melalui tindakan menyenangkan, menghangatkan. Namun tidak bisa disangkali karena dosa dan kejatuhan manusia di dalam dosa telah merusak citra Allah sehingga menjadi pribadi yang egois, mau menang sendiri, tidak mau diatur, merasa sok tahu dan bisa, kejam, suka menyalahkan orang lain, pendendam, kikir dan pelit, tak berbelas kasih, lari dari tanggung jawab dan mencari enaknya sendiri. Itulah potret kejahatan dan kejatuhan manusia.
Dasar sejati dari semua kehidupan yang harmonis dan bahagia sebenarnya adalah kasih Tuhan. Ketika kita menyingkirkan kasih Tuhan didalam hati kita dan hidup kita, maka kita bisa menjadi mudah marah pada manusia yang tidak bisa diajar; kita bisa menjadi gampang pesimis tentang manusia yang tak terbayangkan; kita bisa menjadi tidak berperasaan bagi manusia yang berpikiran seperti mesin. Kita akan memandang orang lain tak ubahnya seperti obyek dan bukan subyek yang harus dilindungi, disayangi, dikasihi, dicintai, dipedulikan dsb. Cinta kasih manusia berakar kuat pada cinta kasih kepada Tuhan. Kasih kepada sesama (diterjemahkan dari Bahasa Yunani “plesion” yang artinya tetangga. Bagi orang Yahudi sesama itu sering hanya diartikan sebagai orang yang satu agama, satu bangsa dan satu tradisi. Sedangkan bagi Tuhan Yesus tentang sesame setiap orang yang adalah siapa saja yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita dan membutuhkan pertolongan untuk kita bantu dan tolong. Terutama mulai dari keluarga yaitu inner circle, lingkaran terdekat dan keluarga serta masyarakat disekitar kita.
Kisah nyata yang menarik tentang cinta kasih adalah kisah mengenai penembak Paus. Sejak penembakan 38 tahun silam itu, Agca kini tinggal di Istanbul, Turki, di sebuah apartemen kecil di pinggir kota yang tenang. Setelah 29 tahun dipenjara, dia meninggalkan masa lalunya dan kini para tetangga mengenal Agca sebagai pria yang baik dan suka memberi makan kucing juga anjing jalanan. Agca mengaku bahwa dirinya masih terus memikirkan perbuatannya yang telah melukai Paus Yohanes Paulus II. "Saya sering memikirkannya. Tidak setiap hari tapi sangat sering." "Saya orang baik sekarang," ujarnya, "Saya mencoba untuk hidup sebagaimana mestinya. Ketika saya menembak Paus, usia saya masih 23 tahun. Saya masih sangat muda dan bodoh." Agca, yang juga dituding membunuh editor harian sayap kiri Abdi Ipekci di Istanbul pada 1979 dijatuhi hukuman seumur hidup karena mencoba membunuh Paus. Namun, Paus memaafkannya. Setelah pulih dari lukanya, dia mengunjungi Agca di penjara. Agca mengaku tidak bisa menjelaskan apa saja yang mereka bicarakan. "Dalam pertemuan privat selama 22 menit ketika dia mengunjungiku di penjara, terdapat sebuah hal spesial yang tidak bisa saya utarakan," jelasnya. Pada 2000, Agca mendapat pengampunan atas permintaan Paus. Cinta kasih yang tulus akan memulihkan relasi yang rusak dan retak, menyambungkan permusuhan menjadi persahabatan, dan menggantikan dendam kesumat, menjadi pengampunan, anugerah dan berkat, sehingga mereka yang berjarak menjadi rukun tanpa sekat.
Dimulai dari Rumah
Menjadi benar-benar religius berarti mencintai Tuhan Allah dan mencintai manusia yang diciptakan Tuhan menurut gambar-Nya; dan untuk mencintai Tuhan dan manusia, bukan dengan sentimentalitas samar-samar, tetapi dengan komitmen total yang menghasilkan pengabdian kepada Tuhan dan pelayanan praktis bagi manusia. Jadi jika ada agama, iman dan kepercayaan yang tidak mengajarkan cinta kasih kepada penganutnya, pengikutnya maka dengan sendirinya bertentangan dengan hakekat agama dan iman itu sendiri. Justru yang jadi penghalang terbesar dengan kelompok fundamentalisme adalah mendikotomikan antara cinta kasih kepada Tuhan dan cinta kasih kepada sesama. Ritual keagamaan menjadi yang nomer satu seolah tidak bertoleransi dengan sesame. Sehingga muncul kekerasan atas nama agama ataupun membela Tuhan. Dan tentu, bukan seperti itu yang Tuhan Yesus kehendaki dalam pengajaranNya melalui firman Tuhan ini.
Mother Teresa pernah mengungkapkan ini “Love begins at home, and it is not how much we do… but how much love we put in that action.” “Cinta (dan kasih sayang) dimulai dari rumah, dan cinta bukanlah seberapa banyak yang kita perbuat, melainkan seberapa besar cinta yang kita berikan kita letakkan dalam perbuatan dan tindakan-tindakan itu.” Maka untuk melatih cinta kasih kita kita perlu melakukan beberapa langkah sebagai berikut: Milikilah komitmen hidup yang total kepada Allah, jangan setengah-setengah. Tuhan Yesus sudah mengasihi kita dengan totalitas, maka demikian juga kita mengasihi kepadaNya dengan total. Cintai dan kasihilah sesama sebagai tetangga yang layak untuk disapa, siapa yang kita jumpai dalam perjalanan hidup. Entah siapa saja dan dimana saja, ataupun kapan saja. Tindakan mengasih sesama adalah cerminan kasih kita kepada diri sendiri, yang tentunya ingin diperlakukan secara fair dan adil. Jika kita ingin diperhatikan, baiklah kita memperhatikan orang lain.
Belajarlah untuk memberikan penghargaan, penguatan dan pengakuan tentang orang lain, kata-kata yang mengafirmasi, jangan suka mencerca atau mempersalahkan. Luangkan waktu yang berkualitas walau singkat untuk mendengarkan keluhan, keprihatinan sambil terus menguatkan dan mendoakan terutama mereka yang sendiri, susah, yang sakit, sedih dan berduka. Jangan segan dan enggan memberi hadiah, jangan selalu diukur dari harga namun bagaimana perhatian dan kejutan-kejutan kecil yang membuat orang lain merasa diharga dan diperhatikan. Kerjakan pelayanan melalui kebaikan-kebaikan kecil dan sederhana, sebagai sarana mengasah cinta dan melatih kasih yang sudah Tuhan anugerahkan dan harus terus kita berdayakan dalam hidup kita. Mari kita memulainya dari diri sendiri untuk melakukan yang terbaik
Kumulai dari diri sendiri untuk melakukan yang terbaik.
Kumulai dari diri sendiri, hidup jujur dengan hikmat Tuhanku.
Tekadku Tuhan: mengikut-Mu selama hidupku,
berpegang teguh kepada iman dan percayaku.
Akan kumulai dari diriku melakukan sikap yang benar.
Biarpun kecil dan sederhana, Tuhan dapat membuat jadi besar.
Kumulai dari keluargaku menjadi pelaku firman-Mu.
S'lalu mendengar tuntunan Tuhan, berserah pada rencana kasih-Mu.
Kadang-kadang lain jawaban Tuhan atas doaku.
Kupegang teguh, Tuhanku memberikan yang terbaik.
Kumulai dari keluargaku, hidup memancarkan kasih-Mu.
Walau 'ku lemah dan tidak layak, kuasa Tuhan menguatkan diriku.
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...