Melawan Terorisme Setengah-setengah
SATUHARAPAN.COM – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Ban Ki-moon, baru-baru ini, mengritik bahwa penanganan terhadap terorisme sebagai masih setengah-setengah, bahkan dia menyebut masih adanya impunitas terhadap tindakan ekstremisme.
Dan akhir pekan lalu dunia kembali dikejutkan oleh serangan terkoordinasi kelompok teroris di Paris, Prancis. Serangan ini menandai bahwa dalam beberapa dekade terorisme terus berkembang, termasuk yang terakhir membabi-buta di wilayah Suriah dan Irak.
Prancis dan Turki merupakan dua negara yang paling ‘’terluka’’ oleh serangan terorisme belakangan ini di antara sejumlah negara Eropa yang dikacaukan oleh serangan teroris. Namun demikian, warga sipil Suriah dan Irak, serta warga sejumlah negara Afrika adalah yang paling menderita.
Kerja Sama Internasional
Prancis merespons serangan teroris ini dengan penggerebegan dan operasi di sejumlah kota. Dan seperti diungkapkan Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls, polisi menemukan informasi yang kuat bahwa kelompok teroris juga tengah merencanakan serangan ke kota lain, bahkan berencana menyerang beberapa negara Eropa.
Polisi Prancis juga menemukan gudang senjata, sebuah peringatan yang tak bisa diabaikan oleh, khususnya negara Eropa. Prancis juga merespons dengan melancarkan serangan udara dengan target kelompok NIIS di Suriah. Kelompok teroris, yang sebelumnya menyatakan diri sebagai kekalifahan Islam, ini disebut bertanggung jawab atas serangan di Prancis, dan sejumlah serangan di Turki.
Situasi yang makin mencemaskan ini diharapkan menjadi pendorong kuat bagi kerja sama internasional dalam melawan terorisme. Berbagai negara telah menyerukan untuk kerja sama yang lebih nyata untuk bersama-sama melawan terorisme di mana pun mereka berada.
Dan diharapkan bahwa kesadaran adanya ancama ini, serta perlunya kerja sama tidak hanya muncul setelah sebuah negara merasakan kepedihan ‘’dikoyak’’ terorisme yang telah berkembang dalam jaringan antar negara. Seluruh negara di dunia tidak bisa diam, dan harus aktif bekerja sama menangani terorisme, bahkan ketika masih berbentuk benih-benih radikalisme.
Tidak Setengah-setengah
Seperti dikritik oleh Sekjen PBB, melawan terorisme tidak boleh setengah-setengah, apalagi ada pemerintahan yang mengambil manfaat dari kekacauan yang ditimbulkan oleh terorisme. Serangan diperlukan untuk menghabisi kekuatan terorisme, tetapi juga upaya mencegah munculnya radikalisme dan ekstremisme.
Oleh karena itu, dunia tidak cukup hanya mengecam dan mengutuk setiap serangan terorisme, sementara paham radikalisme dan ekstremisme yang tumbuh di sekitar masyarakat. Tokoh agama tidak cukup hanya mengecam serangan itu, sementara esktermisme yang menggunakan agama terus hidup di tengah masyarakat.
Eksistensi kelompok ekstremis, apalagi tidakan mereka yang radikal dan intolerasi, harus juga dihadapi. Hal yang pelik adalah paham radikal dan embrio terorisme tumbuh dengan memanfaatkan demokrasi dan kebebasan, tetapi tindakan mereka justru memusuhi prinsip demokrasi dan kebebasan bagi yang lain.
Politik identitas dan sektarianisme adalah tempat yang subur bagi kelompok intoleransi dan terorisme. Maka, seperti kritikan Sekjen PBB, menangani terorisme tidak setengah-setengah juga berarti tidak bermain-main dengan membuka ruang bagi politik identitas dan sektarianisme di sebuah negara, apalagi memberi impunistas bagi radikalisme.
Menangani terorisme dengan tidak setengah-setengah berarti memasuki masalah idelogi dan kehidupan keagamaan. Agama yang disebut sebagai sumber etika dan moral, sumber belas kasih, kebaikan dan perdamaian, tidak boleh menjadi pendorong untuk politik diskriminatif dan menggunakan pedang untuk memenggal leher, dan pemicu meledakkan bom.
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...