Membangun Perdamaian Perlu Nyali Profetik
SALATIGA, SATUHARAPAN.COM - Untuk membangun perdamaian agar konflik seperti yang terjadi di Amon, Maluku tidak terulang, diperlukan bukan hanya suara profetik (kenabian) dari para tokoh agama, tetapi juga nyali profetik.
Hal itu diungkapkan oleh Pendeta Jacky Manuputty dalam acara Partor for Peace yang diselenggarakan oleh United Evangelical Mission Asia, di Salatiga. Acara ini diselenggarakan dari Senin (13/11) hingga Rabu (23/11) dengan peserta pendeta dari berbagai sinode.
Manuputty dari Gereja Protestan Maluku bersama Dr. Abidin Wakano M.Ag, seorang tokoh Muslim Maluku, merupakan pegiat untuk perdamaian dan dialog antar agama. Keduanya dikenal sebagai peace provocator di Maluku pasca konflik.
Manuputty mengatakan perdamaian membutuhkan orang-orang yang mau turun ke komunitas untuk mengembangkan narasi-narasi kerakyatan yang membahas masalah dan kebutuhan nyata masyarakat. Oleh karena itu diperlukan instalasi aktor perdamaian di tengah masyarakat dengan pendekatan pembangunan komunitas.
Manuputty pada pertemuan itu menunjukkan tentang proses ‘’live in’’ yang dilakukan bagi para guru Muslim dan Kristen untuk tinggal di rumah warga yang berbeda agama. Upaya ini untuk menyembuhkan trauma dan prasangka buruk akibat konflik Ambon yang menelan sedikitnya 9.000 nyawa dan ratusan ribu orang mengungsi pada dua windu lalu.
Program itu dilakukan, menurut dia, karena prasangka telah tumbuh dengan subur. ‘’Prasangka adalah masalah yang serius dalam relasi antar iman,’’ kata Manuputty. Prasangka dan munculnya stereotype, harus diatasi dengan dialog kehidupan yang mengatasi masalah sosial secara bersama-sama.
Manuputty dan Abidin, dalam kesempatan itu mengungkapkan pentingnya mengembangkan modal sosial dengan membangun jaringan warga dan tokoh yang peduli dengan perdamaian. Abidin bahkan menekankan pentingnya ralasi informal di antara warga, meskipun berbeda agama.
Kedua pelaku peace provocator ini juga berbagai pengalaman untuk mengembangkan warga membangun relasi yang saling memahami dan salih mencintai. Menurut Manuputty, sekarang di Maluku terdapat berbagai komunitas yang peduli perdamaian, misalnya Photographer for Peace, Dance for Peace olah kaum pemuda.
Keduanya juga memprovokasi perdamaian dengan membuat kotbah-kotbah untuk Gereja maupun Masjid dengan narasi-narasi perdamaian. Bahkan Abidin dan Manuputty mengirim mahasiswa IAIN untuk proses magang di Sinode GPM, agar prasangka-prasangka negatif bisa diatasi.
Pada kesempatan dialog dengan peserta, Manuputty, mengatakan bahwa para pendeta, pastor dan tokoh agama lain membutuhkan kemampuan yang lebih untuk membangun perdamaian. Dan hal itu terkait dengan kemampuan untuk membangun jaringan lintas agama, dan turun ke komunitas untuk mengatasi berbagai masalah sosial dan kebutuhan masyarakat.
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...