Memberi Anak Tanggung Jawab untuk Berubah
SATUHARAPAN.COM-Pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi COVID-19 menimbulkan persoalan baru bagi orang tua. Sebagian dari orang tua seringkali mengeluhkan tentang sulitnya mendampingi anak-anak mengikuti PJJ di rumah. Akibatnya, beberapa orang tua kerap kali kehilangan kontrol emosinya. Situasi rumah diwarnai dengan teriakan-teriakan pertengkaran orang tua dan anak.
Meskipun beberapa orang tua menginginkan agar sekolah kembali dibuka secara tatap muka, situasi pandemi membuat sebagian dari orang tua masih tetap ragu menyekolahkan anak-anaknya. Banyak dari orang tua yang mendampingi anak belajar di rumah merasa sudah tidak sanggup lagi mendampingi anak-anak mereka.
Apa yang dialami orang tua saat ini terjadi karena mereka telah mengambil alih tanggung jawab anak dalam belajar. Mereka lupa bahwa yang seharusnya bertanggung jawab untuk belajar adalah anak-anak sendiri.
Pandemi COVID-19 ternyata menunjukkan kepada kita bahwa pendidikan yang kita lakukan selama ini bisa jadi salah. Model pendidikan sebelum pandemi ternyata tidak membuat anak menjadi pembelajar yang mandiri. Anak-anak saat ini mengalami kesulitan dan tidak tahu bagaimana belajar secara mandiri di situasi pandemi saat ini.
Karakter tanggung jawab dalam mengikuti proses PJJ tidak tumbuh dalam diri anak-anak. Padahal penggunaan teknologi digital di tengah pandemi seharusnya dapat dimanfaatkan dengan baik. Saat ini, anak-anak seharusnya bisa belajar lebih banyak daripada duduk delapan jam di sekolah.
Kesadaran dan Tanggung Jawab
Anak-anak belum menyadari bahwa belajar itu menjadi bagian penting dalam hidup, bahkan tidak menyadarinya sebagai anugerah yang patut disyukuri. Inilah yang akhirnya membuat stress orang tua dalam mendampingi anak-anak ketika belajar.
Salah satu solusi masalah ini adalah bagaimana menyadarkan orang tua bahwa seharusnya mereka memberi anak pengarahan untuk meningkatkan kesadaran anak untuk bertanggung jawab dalam proses belajarnya. Tanpa memberikan kesempatan anak untuk bertanggung jawab dalam belajar, maka masalah belajar di rumah secara online tidak pernah akan selesai.
Strategi mendidik anak-anak cenderung membawa perubahan pada anak-anak. Tetapi kadang-kadang anak sulit berubah. Bila demikian yang terjadi kita, sebagai orang tua harus memberi anak tanggung jawab untuk berubah.
Bila anak kita yang berumur lima tahun belum dapat berjalan, kita akan memberikan terapi fisik untuk membantunya. Bila anak kita yang berusia sepuluh tahun belum bisa membaca, kita mencari les untuk menolongnya. Hal yang sama juga berlaku bila anak-anak mempunyai kelemahan karakter. Mereka membutuhkan usaha perbaikan untuk membawa mereka ke tingkat yang lebih fungsional.
Pertumbuhan
Kita mesti memastikan falsafah kita dalam mendidik anak berfokus pada karakter untuk mengatasi pola negatif yang kita lihat pada anak kita. Kita menyebut proses ini pertumbuhan. Surat 2 Petrus 3:18 mengatakan,”…bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus…”
Pertumbuhan itu kadang-kadang terjadi ketika anak-anak menjalani hidup, tetapi sering kali anak-anak memerlukan usaha yang terfokus untuk mengatasi satu segi kelemahan tertentu dalam jangka waktu tertentu.
Bila kita mengomeli anak kita tentang hal yang sama berulang-ulang, atau kesal kepada masalah yang sama terus-menerus yang muncul, sekaranglah waktunya untuk membuat rencana yang berbeda. Salah satu cara terbaik untuk mempromosikan perubahan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada anak untuk berubah.
Yesus sering menyerahkan tanggung jawab kepada orang lain untuk menolong mereka bertumbuh. Ketika murid-murid meminta Yesus menyuruh orang banyak itu pulang supaya mereka dapat makan. Ia mengembalikan masalah itu kepada mereka menjadi bagian penyelesaian masalah, yakni memberi makan lima ribu orang (Markus 6:37).
Strategi dan usaha yang baik untuk melakukan pendisiplinan adalah bila seorang anak termotivasi untuk berubah. Misalnya, ketika anak kita tidak belajar dari kehidupan berkenaan dengan kebiasaannya dalam belajar. Kita sebagai orang tua mempunyai rencana untuk mendisiplinkannya dengan mencabut waktu mereka bermain game.
Anak kita tidak menyukai rencana tersebut, dan ia juga tampaknya tidak mau berubah. Jadi, ada baiknya kita mengadakan pertemuan orang tua dan anak. Kita menyerahkan tanggung jawab kepada anak kita untuk berubah. Kita bisa memulai dengan kata-kata peneguhan dan kemudian menantang mereka dengan cara baru.
“Nak, kamu sudah sangat baik dalam banyak bidang. Kami suka cara kamu merawat hewan peliharaanmu, bertanggung jawab membereskan mainanmu setelah bermain. Kami senang dengan pertumbuhanmu, sangat luar biasa. Tapi ada satu hal yang menurut kami akan menghalangi kesuksesanmu dalam hidup jika tidak diperbaiki. Sepertinya tanggung jawabmu dalam belajar di masa PJJ ini tidak begitu baik. Apakah ada solusi dari permasalahan ini? Kami khawatir jika kamu tidak belajar dengan serius kamu akan mengalami kesulitan di masa yang akan datang. Maka, kami sebagai orang tua yang sayang punya solusi yaitu mengambil game kamu, tetapi kami ingin menolongmu mengembangkan startegi baru supaya kami tidak harus memakai ‘strategi kami’. Kita akan memakai rencanamu, nak! Mari kita diskusikan bagaimana rencana kamu untuk kamu bisa mengatasi permasalahan belajarmu di masa PJJ.”
Komunikasi dan memberinya kepercayaan dalam mengambil keputusan adalah cara penting dalam mengarahkan anak. Daripada kita mengeluarkan banyak energi untuk marah dan membuat situasi tidak membaik. Lebih baik kita menyiapkan anak-anak kita untuk belajar mengambil keputusan sendiri dalam proses perubahan yang diharapkan.
Kita bercakap-cakap dengan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dapat direspon mereka dengan baik. Kita belajar percaya dan mendukung segala hal yang coba diputuskan oleh anak-anak kita dalam diskusi tersebut.
Cara ini akan menolong anak-anak kita belajar bertanggung jawab dengan keputusannya yang diambil. Jika dalam praktiknya mereka melanggar, orang tua bisa melakukan coaching untuk mereka belajar bertanggung jawab.
Ini akan menjadi proses yang panjang, tapi akan menjadi investasi berharga dibanding memarahinya, apalagi melakukan hukuman fisik yang menyakitkan. Cara ini juga melatih kita untuk lebih sabar dalam menyiapkan anak untuk masa depan yang lebih baik. Anak-anak akan belajar untuk melihat situasi dengan baik dan mengambil keputusan tepat dengan berani.
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...