Membumikan Nilai-nilai Pancasila Perlu Keteladanan
SATUHARAPAN.COM - Hari ini, Senin, 1 Juni 2020, bangsa Indonesia memperingati hari lahir Pancasila, ideologi dan dasar negara yang telah dianut selama 75 tahun ini. Rumusan Pancasila sendiri didasarkan pada naskah pidato Ir. Soekarno pada rapat Dokuritsu Junbi Cosakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada hari terakhir, 1 Juni 1945. Rapat ini memang membahas tema utama tentang dasar negara.
Setelah pidato Soekarno diterima secara aklamasi, BPUPKI membentuk panitia kecil untuk merumuskan dan menyusun Undang-undang Dasar (UUD) yang berpedoman pada pidato Bung Karno tersebut. Terbentuklah Panitia Sembilan terdiri dari Soekarno, Mohammad Hatta, Mr. AA Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakir, Agus Salim, Achmad Soebardjo, Wahid Hasjim, dan Mohammad Yamin.
Sebagai dasar negara dan sumber hukum bangsa kita telah menjalankannya dan terus menyempurnakan dalam pemerintahan dan hukum di Indonesia. Namun, masih ada banyak tantangan yang dihadapi Pancasila dewasa ini. Dan tantangan itu adalah menjadikan nilai-nilai Pancasila hidup dalam kehidupan sehari-hari di dalam praktik pemerintahan dan dalam kehidupan masyarakat.
Pancasila sendiri merupakan rumusan atas cita-cita bangsa Indonesia: visi tentang seperti apa bangsa dan negara Indonesia ini yang ingin diwujudkan, sekaligus juga sistem nilai yang memandu bagaimana visi itu diwujudkan.
Terkait hal ini, tantangan terbesar adalah membumikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bangsa dan negara. Dan pada hal yang paling mendasar adalah internalisasi nilai-nilai itu secara terus menerus, karena bangsa ini akan terus berjalan dengan proses regenerasi.
Tantangan yang utama dalam internalisasi ini terutama justru untuk kalangan birokrasi, karena mereka yang berperan besar dalam implementasi langsung nilai-nilai Pancasila dalam pemerintahan dan hukum di Indonesia. Adalah hal yang memprihatinkan dan pantas dicatat bahwa beberapa waktu lalu ada berita tentang aparatur sipil negara (ASN) yang justru ingin menggantikan Pancasila dengan ideologi lain.
Alih-alih menghidupkan nilai Pancasila di dalam praktik pemerintahan, ASN seperti ini justru ingin menggantikan dasar negara dengan ideologi lain. Maka sangat mungkin terjadinya praktik korupsi dan diskriminasi. Ini memberi petunjuk bahwa internalisasi nilai-nilai Pancasila di birokrasi masih harus dipertegas.
Di sisi lain, internalisasi di masyarakat, khususnya kalangan muda, menjadi pekerjaan yang rutin, karena akan selalu muncul generasi baru. Masalahnya adalah internalisasi ini tidak cukup dengan ceramah, apalagi indoktrinasi. Hal ini akan menjadi paradoks bahkan cibiran ketika kenyataan dalam praktik berseberangan dengan wacananya. Kehidupan yang nyaris serba terbuka oleh perkembangan teknologi informasi tidak bisa dihindarkan bahwa hal-hal seperti itu akan mudah diketahui, dan masyarakat bisa kehilangan orientasi akan nilai kehidupan.
Pada era sekarang, terutama ketika kita memasuki “normal baru” akibat pandemi COVID-19, keteladanan atau role model yang menghidupi nilai-nilai Pancasila sangat diperlukan, terutama dalam memperkuat persatuan dan solidaritas di tengah berbagai kesulitan. Situasi ini menuntut warga bangsa untuk tindakan-tindakan etis yang tidak mengorbankan kepentingan bersama.
Internalisasi nilai-nilai Pancasila atau yang oleh Presiden Joko Widodo disebut sebagai membumikan Pancasila, khususnya di kalangan muda yang disebut sebagai g.nerasi milenial, perlu dilakukan dengan keteladanan dengan role model, terutama di kalangan pemerintahan dan penegak hukum. Keteladanan itu yang akan membuat generasi muda tertarik dan berminat untuk mengadopsi nilai-nilai itu dalam kehidupan mereka.
Editor : Sabar Subekti
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...