Memburu Mukjizat
Apakah gunanya mukjizat itu bagi kehidupan?
SATUHARAPAN.COM – Belakangan ini kita diperhadapkan pada fenomena di mana banyak orang memburu mukjizat, atau ada yang menyebutkan sebagai hal yang ajaib, gaib, atau miracle. Banyak yang menjadi kecewa karena kemudian terbongkar bahwa banyak kasus di balik semua itu adalah penipuan.
Orang memburu mukjizat untuk menjadi kaya dengan menggandakan uang secara cepat, mendapatkan benda yang akan memberi kekuatan fisik luar biasa, atau membuat penampilan yang mengesankan bagi publik. Di kalangan politisi ada yang mencari mukjizat untuk memenangi pemilihan kepala daerah; pebisnis mencari hal gaib agar bisnisnya sukses luar biasa.
Fenomena ini kita saksikan, misalnya saja pada kasus paling anyar, di sebuah padepokan di Probolinggo, Jawa Timur. Namun, sebelumnya ada juga peristiwa orang mencari air dari seorang bocah yang konon bisa menyembuhkan penyakit secara ajaib.
Jika kita sebut satu-satu peristiwa semacam itu, daftarnya akan sangat panjang, dan banyak ragamnya. Namun, satu hal yang memperlihatkan pola umum fenomena ini adalah adanya "gairah" yang luar biasa untuk mencapai sesuatu secara instan, dan tanpa kerja keras.
Tentang mukjizat, ada seseorang di acara televisi internasional yang membahasnya dengan melontarkan pertanyaan awal: "Apakah masih ada mukjizat di zaman ini?" Berbagai tokoh agama dari berbagai negara memberikan jawaban, dan umumnya menyebut bahwa mukjizat sejati berasal dari Tuhan.
Di antara mereka, ada bhiksu Buddha Tibet di Dharamshala, India, yang memberi pertanyaan tambahan: Jika yang dimaksudkan mukjizat seperti orang yang tidak terluka oleh pedang, atau bermeditasi dan kemudian terbang, apakah gunanya mukjizat itu bagi kehidupan? Bukankah cinta kasih adalah keajaiban di tengah dunia yang penuh kebencian?"
Pertanyaan ini terasa sebagai gedoran keras atas apa yang kita saksikan belakangan ini. Apakah gunanya mukjizat itu bagi kehidupan? Apakah ada mukjizat pada peristiwa uang satu juta rupiah mendadak menjadi satu miliar rupiah? Keajaiban apakah itu, jika ternyata yang ada adalah kertas tercetak gambar mirip uang?
Apakah ada mukjizat pada peristiwa orang ingin sembuh mendadak dari penyakit setelah minum air rendaman sebuah batu? Tidak mempan oleh tajamnya pedang karena mengenakan ikat pinggang kain putih? Terpilih menjadi kepala daerah tanpa ‘"investasi’" politik sebagai seorang pemimpin teladan?
Jika cinta kasih di tengah kebencian adalah mukjizat, maka pengampunan di tengah dendam membara adalah mukjizat sejati. Juga kejujuran adalah mukjizat di tengah maraknya praktik penipuan; hidup secukupnya di tengah gaya hidup boros dan tamak; kerja tekun dan konsisten di tengah budaya instan; toleransi di tengah maraknya diskriminasi; peduli orang lain di tengah meluasnya sikap egoistis; lemah lembut di tengah keberingasan.
Itulah di antara sejumlah mukjizat yang pantas diburu. Sebab, mukjizat sejati berasal dari Tuhan Yang Mahabaik, dan buah mukjizat itu adalah kebaikan.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor: Yoel M. Indrasmoro
KPK Tetapkan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, Tersangka Kasus...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Sekretaris Jenderal PDI Perju...