Menag Bangga Santri Baduy Pidato dalam Tiga Bahasa
RANGKASBITUNG, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan rasa haru dan bangga menyaksikan penampilan salah seorang santriwati pondok Sultan Hasanuddin yang asli Baduy mampu dengan fasih berpidato menggunakan tiga bahasa, bahasa Arab, Inggris dan Indonesia.
"Saya bangga dan terharu dengan pidato (muhadharah) santri putri asli Baduy yang berpidato dengan tiga bahasa, sesuatu yang sulit bila tidak ada kehadiran pondok pesantren Sultan Hasanuddin ini di tengah komunitas Baduy,” kata Menag saat melakukan kunjungan kerja ke Pondok Pesantren Sultan Hasanuddin, Rangkasbitung, Banten, Sabtu (22/10).
Lukman Hakim Saifuddin menyampaikan apresiasinya atas kontribusi dan kiprahnya yang begitu besar dalam menjaga dan ikut melihat kehidupan keagamaan di wilayah yang menjadi komunitas warga Baduy.
"Ini adalah bagian yang terpisahkan dari misi Kemenag," kata Lukman Hakim Saifuddin.
Dia mengatakan pendidikan sesungguhnya adalah jantung bagaimana agar memahami tantangan yang terus berkembang.
Lukman Hakim Saifuddin menandaskan manusia tidak cukup dituntut untuk memelihara dan menjaga sesuatu yang baik, tapi dituntut juga untuk melahirkan inovasi sesuai dengan tuntutan.
“Pendidikan merupakan pintu masuk strategis meningkatkan kualitas SDM dan pontren (pondok pesantren), itu adalah cara yang dilakukan para pendahulu kita," kata Lukman Hakim Saifuddin.
Lukman Hakim Saifuddin mengatakan Indonesia adalah bangsa religius, dengan suku dan budaya yang beragam. Menurut Lukman Hakim Saifuddin, kearifan lokal hakekatnya berasal dari nilai-nilai agama, sehingga kehadiran negara berfungsi agar kualitas kehidupan keagamaan membaik, ketika kualitas pendidikan membaik, kerukunan juga membaik. Dan kyai serta ulama tanpa lelah berdiri paling depan.
Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam tertua di Nusantara ini, setiap harinya sarat dengan nilai edukasi selama 24 jam penuh, sehingga kehadiran Presiden pada peringatan Hari Santri didasari bahwa, penetapan Hari Santri sebagai bentuk pengakuan negara atas kiprah ulama, kyai, dan santri dalam merebut dan mempertahankan NKRI, dan pada tanggal 22 Oktober merupakan momentum saat ulama dan kyai Pontren mengeluarkan resolusi jihad di mana isinya adalah setiap Muslim wajib melawan penjajah.
"Ini adalah bukti kesadaran santri mempertahankan NKRI," kata Lukman Hakim Saifuddin.
Dikatakan Lukman Hakim Saifuddin, keislaman dan keindonesiaan merupakan dua hal yang menyatu.
Dia menjelaskan setiap orang bertanggung jawab menjaga keindonesiaan seperti ungkapan mencintai bangsa sebagian bagian dari iman (hubbul wathan minal iman). Selain itu dia menjelaskan penetapan Hari Santri sebagai bentuk pengakuan bahwa kaum santri semakin memiliki peneguhan tanggung jawab pelaksanaan nilai-nilai keagamaan.
"Harus dipahami juga bawa santri tidak hanya yang mondok, tapi mereka yang memiliki paham keagamaan dengan baik. Berislam adalah berindonesia, begitu juga sebaliknya," kata Menag.
KH Zainuddin Amir yang telah mengbadikan dirinya menjadi Dai Baduy selama 29 tahun menyampaikan sejumlah harapannya kepada Menag terkait upaya dakwah bagi warga Baduy. Harapan yang disampaikan di antaranya keprihatinan jumlah dai bagi warga Baduy yang jumlah terus berkurang, kepada Menag, Kyai Zainuddin Amir berharap agar menjadi perhatian bersama.
Kehadiran Lukman Hakim Saifuddin di pondok yang berada di lingkungan masyarakat Baduy disambut dengan penampilan seni angklung warga Baduy Luar. Selain itu, pimpinan pondok KH Zainuddin Amir mengenakan pakaian adat Baduy kepada Menag yakni dengan baju hitam, tas rajut, dan ikat kepala bermotif batik biru, yang menjadi identitas personal warga Baduy Dalam. (kemenag.go.id)
Editor : Diah Anggraeni Retnaningrum
Jenderal Rusia Terbunuh oleh Ledakan di Moskow, Diduga Dilak...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan pada hari Rabu (18/12) bahwa Rusia ...