Menag: Dzikir di Pergantian Tahun Ciri Khas Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dalam menyambut tahun baru, yaitu dengan menggelar acara dzikir bersama dan menghindari cara-cara berhura-hura atau kegiatan lain yang tidak membawa manfaat.
Acara dzikir menyambut pergantian tahun 2014 ke 2015 yang digelar di Masjid Agung At Tin Jakarta Timur, pada Rabu (31/12) malam, menurut Menteri Agama merupakan kreativitas dan kemudian menjadi tradisi yang harus dijaga keberlansungannya.
"Ini merupakan kegiatan khas Indonesia yang di negara lain tak dimiliki,” kata Menag ketika memberi sambutan pada Dzikir Nasional yang ke-13.
Hadir pada acara tersebut Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Dasar dan Menengah Anies Baswedan, Menteri Perdagangan Rahmat Gobel, mantan Ketua PB NU KH Hasyim Muzadi, AM Fatwa, KH Yusuf Mansur, Muzamil Basyuni, Wakil Ketua 1 Pelaksana Harian Masjid At-Tin, HM. Sutria Tubagus dan sejumlah tokoh agama lainnya. Ribuan umat Muslim memenuhi masjid At Tin sejak shalat magrib, sementara acara dzikir dimulai usai shalat Isya.
Menteri Agama Lukman Hakim mengingatkan umat Islam bahwa negara bisa berdiri kokoh dan rakyatnya dapat meraih kesejahteraan dan keadilan jika dua kelompok besar di negara bersangkutan rukun. Kedua kelompok itu adalah ulama dan umara. Ia mengatakan bahwa hal itu ada di Indonesia. Terlebih lagi pada acara dzikir nasional yang momentumnya dikaitkan dengan pergantian tahun. Tentu saja di acara tersebut ada dimensi personal, nasional dan sosial.
Dzikir, menurut Menag, adalah perintah agama. Semua pihak dituntut untuk melakukan persiapan menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Persiapan itu dapat dilakukan melalui dzikir, mengingat Allah sebagai pencipta semua mahluk alam semesta ini. “Jadi, zikir tak sekedar mengingat Allah, juga ingat kepada mahluk-mahluk-Nya,” dia menjelaskan.
Manusia sebagai “hamba” yang diciptakan Allah semata-mata untuk mengingat dan mengabdi kepada Allah. Namun, manusia juga sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi. Sebagai khalifah, manusia dapat mengatur bumi seisinya semata-mata juga untuk mengabdi kepada Allah. “Fungsi manusia sebagai hamba Allah dan khalifah jangan dipertentangkan. Keduanya diarahkan untuk mengabdi kepada Allah,” katanya.
Menag menilai Dzikir Nasional dapat dimaknai sebagai ajang muhasabah, melakukan refleksi apa-apa yang sudah dilakukan sebelumnya dan apa yang perlu dilakukan pada masa mendatang. “Yang sudah baik ditingkatkan, dan yang buruk di masa lalu harus ditinggalkan” kata Lukman. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...