Menaker: THR Paling Lambat 10 Juli 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengingatkan perusahaan untuk segera membayarkan tunjangan hari raya selambat-lambatnya seminggu sebelum Lebaran Idul Fitri (H-7) atau 10 Juli 2015.
"Kami mengimbau pembayaran THR dipercepat sehingga pekerja dapat menyambut Lebaran dengan penuh suka cita dan mempersiapkan mudik Lebaran lebih awal dan lebih baik pada tahun ini," kata Menaker dalam keterangan pers Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan di Jakarta, Rabu (1/7).
Menaker mengingatkan pekerja dengan status outsourcing (alih daya), kontrak, dan pekerja tetap berhak menerima THR.
Sedangkan percepatan pembayaran THR diharapkan dapat membantu pekerja dalam persiapan menyambut Lebaran, termasuk mempersiapkan kegiatan mudik ke kampung halaman masing-masing.
"Berdasarkan regulasi, pembayaran THR dilakukan paling lambat H-7 atau tanggal 10 Juli nanti, tapi saya sebagai Menteri Ketenagakerjaan selalu mengimbau pembayaran dilakukan maksimal dua minggu (H-14) sebelum Lebaran. Pembayaran lebih awal agar pekerja dapat mempersiapkan mudik dengan baik," kata Hanif.
Pembayaran THR bagi pekerja/buruh wajib diberikan sekali dalam setahun oleh perusahaan dan waktu pembayaraannya disesuaikan dengan hari keagamaan masing-masing pekerja yang merayakannya.
Pembayaran THR bagi pekerja/buruh itu harus dilaksanakan sesuai ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per.04/Men/1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
Untuk memastikan pembayaran THR berjalan baik, Menaker telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 7/MEN/VI/2015 tentang Pembayaran Tunjangan Hari Raya Keagamaan dan Himbuan Mudik Lebaran Bersama.
Surat edaran tentang pembayaran THR dan Mudik Lebaran itu ditujukan kepada gubernur, bupati, dan wali kota di seluruh Indonesia.
"Dengan Surat Edaran ini, kita tegaskan kembali pembayaran THR merupakan kewajiban pengusaha kepada pekerja/buruh. Pembayaran THR ini wajib dilaksanakan secara konsisten dan tepat waktu sesuai peraturan agar tercipta suasana hubungan kerja yang harmonis dan kondusif di tempat kerja," kata Hanif.
Tradisi
Ia mengatakan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pekerja/buruh sudah merupakan tradisi sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan.
Dalam surat edaran itu Hanif juga meminta kepada para gubernur/bupati/wali kota untuk memperhatikan dan menegaskan kepada pengusaha di wilayahnya agar segera melaksanakan pembayaran THR tepat waktu dan sesuai peraturan.
Dalam surat edaran itu disebutkan, berdasarkan kepada ketentuan Peraturan Menteri Tenaga Kerja, setiap perusahaan yang mempekerjakan pekerja/buruh, wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja tiga bulan secara terus-menerus atau lebih.
Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut adalah, bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan pekerja/buruh yang bermasa kerja tiga bulan secara terus-menerus tetapi kurang dari 12 bulan, THR diberikan secara proporsional dengan menghitung: jumlah bulan kerja dibagi 12 bulan dikali satu bulan upah.
Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan (PP), atau perjanjian kerja bersama (PKB) dan ternyata lebih baik dari ketentuan di atas, THR yang dibayarkan kepada pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut. (Ant)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...