Mencari Agenda Bersama 2017
SATUHARAPAN.COM-Hari ini akan menjadi penanda berakhirnya tahun 2016 dan kita memasuki tahun baru 2017. Namun dalam meninggalkan tahun 2016 tampaknya tidak cukup beralasan sebagai momentum perayaan, karena ada begitu banyak peristiwa, di dunia dan di dalam negeri, yang menjadi kekhawatiran dan tantangan. Dan karenannya, tahun 2017 dilihar lebih seagai tantangan, jika bukan justru ada turbulensi.
Situasi dunia tahun 2016 masih ditandai sebagai tahun penuh konflik berdarah, terutama di Timur Tengah. Revolusi Musim Semi Arab yang berhembus sejak 2011, masih menjadi ironi, karena yang berhembus adalah badai dan kekacauan, dan belum juga pulih hingga sekarang.
Perang terus terjadi di Suriah, Irak, dan sejumlah negara Afrika Utara, dan diperparah oleh perang melawan sektarianisme dan terorisme. Perdamaian di Suriah dan sejumlah negara masih samar-samar. Hubungan antara Arab Saudi dan Iran mencatat situasi yang makin buruk, dipicu oleh masalah ibadah haji dan keterlibatan dalam konflik di Suriah dan Yaman, di mana keduanya berseberangan.
Turki juga menandai tahun 2016 dengan situasi yang kurang memprihatinkan. Keamanan dalam negeri beberapa kali bobol oleh aksi teror mematikan, konflik makin mengeras setelah kudeta gagal di pertengahan tahun, dan diperparah oleh pemberontakan Kurdi, serta hubungan yang memburuk dengan Uni Eropa.
Masalah Palestina dan Israel cenderung terabaikan dalam agenda internasional, dan itu menjauhkan realisasi solusi dua negara, terutama karena Israel memanfaatkannya untuk memperluas pembangunan permukiman di wilayah pendudukan. Resolusi PBB di akhir tahun yang mengecam tindakan Israel itu, diharapkan mendorong Israel dan Palestina menuju jalan negosiasi.
Sementara di wilayah Asia, konflik India dan Pakistan terkait wilayah Kasmir juga makin mengeras, dan beberapa kali terjadi baku tembak yang mematikan. Sementara sengketa di Laut China Selatan ditandai oleh sikap Tiongkok yang makin arogan dengan kekuatannya.
Semenanjung Korea menyimpan ‘’bom waktu’’ dari sikap Korea Utara yang terus meningkatkan senjata nuklir dan mengabaikan tekanan internasional. Dan Asia Tenggara harus menghadapi masalah Rohingya di Myanmar yang cenderung menjadi masalah kawasan.
Tantangan Indonesia
Di Indonesia, tahun 2016 juga menandai situasi yang meninggalkan tantangan yang makin berat. Pemerintah yang berusaha memperbaiki ekonomi, terutama meningkatkan pendapatan pajak untuk menggenjot pembangunan infrastruktur juga masih, juga masih menghadapi beberapa kendala secara ekonomi, sosial dan politik.
Program amnesti pajak memang mulai menunjukkan hasilnya, namun baru bisa mencapai uang tebusan sebesar Rp 105 triliun dari target Rp 165 triliun. Dan masih dirundung oleh kejahatan korupsi yang melibatkan pejabat pemerintahan, dan terutama berakibat menggerogoti kemampuan keuangan negara.
Sedangkan upaya memberantas pungutan liar juga belum menunjukkan hasil yang diharapkan, bahkan belakangan cenderung makin kurang bergaung. Padahal dampak kejahatan pungli sangat besar bagi perekonomian, terutama melemahkan iklim investasi dan bisnis, yang selanjutnya melemahkan keuangan negara.
Dalam situasi seperti itu, di dalam negeri dan di mata internasional, demokrasi dan hukum di Indonesia tengah diuji. Pengadilan terhadap Basuki Tjahaja Purnama yang didakwa kasus penistaan agama disorot secara internasional sebagai proses ‘’trial by the mob’’ yang bernuansa sektarian. Ini bisa menjadi pesan tidak enak tentang meningkatnya intoleransi di Indonesia.
Sorotan internasional itu juga mengarah pada polarisasi politik di Indonesia dengan munculnya upaya makar. Polarisasi yang terjadi dalam proses pemilihan umum, terutama pemilihan presiden, tampaknya terus dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok. Ini bahkan makin mengeras menjadi konflik di kalangan elite.
Situasi itu makin mengkhawatirkan, karena digunakannya sentimen sektarian yang memperbesar potensi konflik horizontal. Dua hal terakhir itu bisa menjadi batu sandungan bagi Indonesia, terutama terkurasnya seluruh ‘’energi’’ bangsa yang menjauh upaya membangun negara hukum yang berkeadilan dan membangun ekonomi yang menyejahterakan. Dan ini menandai tipisnya modal sosial bagi sebuah bangsa.
Setelah Pelantikan Trump
Tantangan yang dihadapi di dunia, banyak terkait dengan situasi di Amerika Serikat, terkait terpilihnya Donald Trump, yang tak disangka, menjadi Presiden AS dan akan dilantik 20 Januari. Dan terutama buntut kasus terakhir, konflik AS dan Rusia. AS menuduh Rusia terlibat dalam kecurangan pemilihan presiden AS melalui serangan internet untuk mendukung Trump.
Kampanye dan pernyataan Trump cenderung membawa AS ke arus yang berbeda dan bahkan berlawanan dengan pemerintahan sebelumnya, setidaknya dalam delapan tahun pemerintahan Obama. Dia cenderung mendekat dengan Rusia, namun masih dipertanyakan apakan akan mampu memperbaiki hubungan dengan Rusia yang baru saja menjadi paling buruk sejak Perang Dingin.
Mungkinkah Trump mengubah keputusan AS atas sanksi pada Rusia? Dan bagaimana dia akan bergerak dengan resolusi PBB, di mana AS memilih abstain yang menyebabkan resolusi itu lolos dengan mudah. Keputusan AS itu berseberangan dengan rencananya yang sangat memihak Israel.
Dalam kaitan konflik di Suriah, di mana AS dan Rusia berseberangan, mungkin Trump akan menemukan kesepakatan dengan Rusia yang mendorong solusi damai di negara itu, yang enam tahun dilanda perang saudara dan membunuh ratusan ribu jiwa. Tapi Obama ‘’mewarisinya’’ dengan hubungan yang memburuk dengan Rusia.
Sementara soal Israel dan Palestina, Trump justru seperti menuangkan minyak di atas bara yang masih menyala dalam konflik kedua pihak, terutama keberpihakannya yang terang-terangan pada Israel. Dan terkait dengan Tiongkok, Trump cenderung meningkatkan rivalitas di antara kedua negara.
Situasi di Eropa, di mana tahun ini Inggris menyatakan keluar dari Uni Eropa, juga memberi kejutan dalam tahun 2016. Kawasan yang kaya itu sekarang menghadapi gelombang pengungsi dari negara-negara dilanda konflik. Masalahnya bukan hanya ekonomi, tetapi juga sosial dan keamanan, di mana aksi terorisme terus menikam kawasan itu, dan respons sektarian yang menguat. Terpilihnya Trump mengambarkan situasi yang masih belum bisa diduga karena berbagai kontroversi dalam menghadapi tantangan, bahkan kemungkinan turbulensi.
Namun sebenarnya ada titik temu bagi kepentingan internal banyak negara, dalam hubungan bilateral, kepentingan regional, bahkan global, yaitu tantangan bersama dalam menghadapi terorisme dan konflik sektarian.
Jika para pemimpin dunia mengangkat isu ini sebagai agenda kerja bersama, tahun 2017 bisa diharapkan menjadi tahun SOLUSI bagi berbagai gejolak yang diwariskan tahun sebelumnya. Sayangnya, para pemimpin dunia berkecenderungan makin jauh, ketimbang kamin dekat untuk kerja sama.
Selamat memasuki tahun 2017, dan semoga para pemimpin dunia memilih untuk menempuh jalan beradab dan bekerja sama menghadapi konflik dan tantangan secara damai, berkeadilan, menghargai hak asasi manusia.
Editor : Sabar Subekti
Cara Telepon ChatGPT
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perusahaan teknologi OpenAI mengumumkan cara untuk menelepon ChatGPT hing...