Mendagri Akui Tak Jenuh Bahas Aceh
JAKARTA,SATUHARAPAN.COM - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi mengaku hingga saat ini masih membuka pintu dialog dengan pemerintah di Aceh terkait pembahasan tiga aturan yang belum juga mampu dirampungkan.
Ketiga aturan tersebut ialah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang kewenangan pemerintah yang bersifat nasional di Aceh, RPP tentang pengelolaan bersama minyak dan gas bumi, dan RPP tentang pengalihan kantor wilayah badan pertanahan nasional Aceh dan kantor pertanahan kabupaten/kota menjadi perangkat daerah Aceh dan perangkat daerah kabupaten/kota.
Menurut Mendagri, pintu dialog tetap terbuka, karena secara keseluruhan materi ketiga aturan turun dari Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki atau Undang-Undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh itu, telah dibahas hingga 99 persen. Namun, karena perbedaan pandangan terkait dua aturan krusial, aturan-aturan tersebut belum juga dapat disahkan.
“Kalau tidak mau menerima (usulan, Red) kita, harusnya berunding lagi. Itu sudah kita tawarkan. Saya tetap tabah sampai akhir mengajak berunding, tanpa pernah jenuh, tanpa pernah marah. Saya ladeni itu sampai 10 kali penundaan, tetapi saya ladeni. Yang penting bagi saya selesai,” kata Gamawan, dikutip dari kemendagri.go.id, Rabu (27/8).
Mendagri mengatakan telah melaporkan ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hal-hal terkait perkembangan pembahasan ketiga aturan yang telah dilakukan selama ini. Karena itu jika memang Gubenur Aceh merasa tidak puas dan ingin bertemu Presiden guna membicarakan permasalahan yang ada, Gamawan memersilakannya.
“Kalau ingin ketemu dengan Presiden saya kira itu hak Gubenur. Tapi kita sudah punya perjanjian ada cooling down,” katanya.
Namun begitu Gamawan menyatakan pada saat Wali Nanggroe, Malek Mahmud Al-Haytar, diundang menghadiri peringatan ke-69 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Negara, Jakarta Minggu (17/8), tidak ada pembicaraan terkait Aceh.
“Pas 17-an tidak dibicarakan. Pembahasan aturan tentang Aceh itu ada timnya. Dan itu tinggal beberapa perbedaan pandangan lagi. Misalnya terkait RPP migas. Kita sudah carikan jalan tengah. Kita tawarkan pengelolaan minyak lepas pantai 120-200 kilometer nanti setiap perundingannya akan dilibatkan Aceh. Daerah lain tidak seperti itu. Itu berarti sudah istimewa dibandingkan provinsi lain. Tetapi, itu pun tidak disetujui (Pemerintah Aceh, Red). Meski begitu, kita masih layani,” katanya.
Jalan tengah yang ditawarkan pemerintah hadir setelah sebelumnya terjadi perbedaan pandangan terkait pembagian kewenangan pengelolaan minyak lepas pantai. Pusat mewacanakan batasan laut yang jadi kewenangan Aceh 0-12 kilometer. Namun Aceh minta 0-200 kilometer.
Pemasalahn lain yang mengemuka terkait pembahasan RPP masalah pertanahan. Pemerintah menurut Gamawan, telah menyerahkan 11 urusan kepada Aceh. Namun Pemerintah Aceh menginginkan 21 urusan terkait pertanahan semuanya menjadi kewenangan mereka.
Hal tersebut, menurut Gamawan, tentu tidak mungkin dipenuhi seluruhnya. Apalagi mengingat dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
“Dengan menyerahkan 11 urusan kepada Aceh, itu sudah sangat istimewa. Karena daerah lain hanya diberi enam kewenangan. Tapi begitu, kita tetap masih membuka ruang dialog. Harapan saya harus ada suatu komitmen bahwa kita hidup dalam negara kesatuan dengan berbagai perbedaan,” katanya.
Mantan Gubernur Sumatera Barat ini juga berharap pemerintah daerah lebih mengutamakan asas toleransi, sehingga tidak ada kecemburuan, namun mampu bersama-sama membangun bangsa.
“Tolong pertimbangkan juga provinsi tetangga kita. Ada kesadaran hidup bersama. Seperti orang tua punya banyak anak, di antara anak harus mengerti, memahami kesulitan kita sebagai bangsa. Kalau berlebihan di satu daerah, nanti daerah lainnya ingin (sama, Red). Tapi saya tidak pernah jenuh (berdialog). Berapa kali saya ke Aceh, mereka juga sudah beberapa kali ke sini,” katanya.
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...