Mendagri: Pemutakhiran Data Pemilih Terkendala UU
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Persoalan pemutakhiran data pemilih Pemilu terkendala persoalan dua undang-undang yang bertentangan, yakni UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu, kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
"Kalau di UU Administrasi Kependudukan dasarnya pemberian nomor induk kependudukan (NIK) jelas, yaitu berdasarkan kartu keluarga. Kalau kita tiba-tiba terbitkan dan tidak ada basisnya, bisa rusak sistem kita," katanya di Jakarta, Jumat (8/11).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tersebut diterjemahkan dalam PP Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan UU Administrasi Kependudukan.
"NIK diterbitkan setelah dilakukan pencatatan biodata penduduk sebagai dasar penerbitan KK dan KTP pada Instansi Pelaksana tempat domisili yang bersangkutan," berikut bunyi pasal 38 poin 3 PP tersebut.
Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD, setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai pemilih berhak terdaftar sebagai pemilih.
Memenuhi syarat yang dimaksud itu, antara lain penduduk berusia 17 tahun ke atas atau sudah memiliki KTP, serta penduduk yang belum berusia 17 tahun namun sudah menikah.
Komisioner KPU Pusat Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pemilih yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) harus diakomodasi hak konstitusional mereka sebagai pemilih.
"Kalau tidak masuk di DPT, itu harus tetap diakomodir hak konstitusionalnya dalam daftar pemilih khusus. Setiap warga negara yang berhak memilih harus kami akomodir dalam daftar pemilih," katanya.
Dari 186 juta pemilih di DPT, tersisa hingga saat ini 7,2 juta warga berusia pemilih yang belum ditemukan di data administrasi kependudukan.
Terkait akan hal itu, jajaran KPU dan Dinas Dukcapil di daerah memiliki waktu untuk mencari keberadaan warga tersebut. (Ant)
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...