Mendengarkan Buku
SATU HARAPAN.COM – Kemarin saya membeli novel Obasan karya Joy Kogawa. Sampulnya: foto anak perempuan Jepang memandang keluar jendela. Wajahnya murung memendam kesedihan, mengundang rasa ingin tahu. Saya bergairah ingin membacanya.
Tetapi, sejak dari halaman pertama kalimat-kalimat Joy begitu puitis dan deskriptif. Percakapannya sedikit dan keterangan waktunya loncat sana loncat sini. Terasa membosankan. Saya paksakan diri bersabar ”mendengarkan” Joy ”berbicara”.
Alhasil saya merasa beruntung membeli buku ini. Saya jadi tahu ternyata ada lembaran hitam dalam sejarah Kanada. Pada masa sekitar Perang Dunia ke-2 orang Jepang-Kanada (yang berimigrasi ke Kanada akhir tahun 1800-an dan kebanyakan sudah menjadi warga negara Kanada), menderita rasisme dan perlakuan kejam dari pemerintah Kanada. Mereka hendak ”dimusnahkan” dari tanah Kanada semata karena mereka orang Jepang. Padahal mereka tidak ada hubungannya dengan Jepang yang membom Pearl Harbor. Banyak orang tidak mengetahui, namun Joy menuturkannya dalam Obasan yang memperoleh American Book Award dari Before Columbus Foundation ini.
Sikap awal saya terhadap novel ini mengingatkan kecenderungan kita dalam berkomunikasi. Alaminya kita malas mendengar orang lain curhat atau menyampaikan pendapatnya kepada kita, terlebih kalau mereka gagap, kosakatanya tidak tepat, nada bicaranya datar, bahkan tidak tersenyum! Kita jadi buru-buru ingin menyelesaikan percakapan. Akibatnya kita tidak tahu apa yang ingin mereka katakan kepada kita.
Rumah, kantor, gereja, sekolah, di mana pun kita berada, adalah tempat kita melatih kesabaran mendengarkan orang lain berbicara kepada kita. Dengan begitu kita bisa memahami orang lain dan menumbuhkan rasa hormat di antara sesama manusia.
email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...