Mengangkat Perempuan dari Samudra Raya Diskriminasi
Menurut catatan Komnas Perempuan, tahun ini terdapat sebanyak 365 kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan.
SATUHARAPAN.COM – Ketika pertama kali membaca tema dan sub tema Pertemuan Raya Perempuan Gereja (PRPrG) Pra Sidang Raya XVI—yang juga menjadi tema Sidang Raya XVI PGI—saya mendapat kesan, tema dan subtemanya panjang. Temanya: ”Tuhan Mengangkat Kita Dari Samudra Raya”, sedangkan subtemanya: ”Dalam Solidaritas dengan Sesama Kita Kembali Mengamalkan Nilai-Nilai Pancasila Guna Menanggulangi Kemiskinan, Ketidakadilan, Radikalisme dan Kerusakan Lingkungan”. Apa yang hendak dijelaskan melalui tema dan subtema yang panjang ini? Apa yang hendak dilakukan gereja-gereja di Indonesia lima tahun mendatang?
Pertanyaan saya mulai terurai ketika Pdt. Dr. A.A. Yewangoe menjelaskan tema yang diambil dari Mazmur 71: 20. Sedikitnya ada dua alasan mendasar. Pertama, terkait dengan tempat pelaksanaan di Nias. Pada 2006 dan 2007 Nias dilanda tsunami dan gempa hebat. Bencana itu memakan korban yang tak terbilang nilainya. Rasa-rasanya seperti kiamat. Namun demikian, tetap ada sinar harapan dari masyarakat Nias. Nias bangun dari keterpurukan. Dalam kaca mata iman, inilah karya Tuhan yang mengangkat masyarakat Nias dari samudra raya.
Kedua, bencana yang dialami Nias tentu saja tidak hanya dipahami secara harfiah. Ada begitu banyak bencana sosial yang sedang juga dihadapi bangsa kita—kemiskinan, kekerasan, kerusakan alam, dan ketidakadilan.
Mazmur 71 merupakan permohonan agar umat Israel terbebas dari musuh yang menghancurkan. Kekuatan yang menghancurkan ini dipersonifikasikan dalam wujud samudera raya. Allah sendiri berhadapan dengan kekuatan yang destruktif. Namun, Tuhan berkuasa mentrasformasi samudera dengan segala kekayaan dan keindahannya untuk menopang kelangsungan hidup manusia. Karya transformasif Tuhan itulah yang kemudian didelegasikan kepada kita. Artinya, Tuhan memberi kemampuan kita untuk menjadikan samudera raya bukan sebagai musuh, tetapi sebagai arena untuk dikembangkan.
Upaya transformatif tidak mungkin hanya dilakukan oleh gereja, namun harus dalam kebersamaan dengan unsur bangsa lainnya. Bukankah orang Kristen hanyalah salah satu dari unsur di tengah keragaman Indonesia? Kebersamaan dan kesetiakawanan ini di ungkapkan melalui istilah ”Solidaritas Dengan Sesama Anak Bangsa”.
Agenda transformatif di tengah samudera raya kehidupan kita semestinya menjadi agenda yang harus diupayakan oleh kita semua. Momentumnya pun tepat. Kepemimpinan baru dalam diri Joko Widodo dan Jusuf Kalla telah memulai gerak langkah kepemimpinan transformatif. Hal ini tampak dalam ungkapan ”revolusi mental ataupun harapan untuk membawa perubahan Indonesia menuju negara yang berdaulat, berdikari dan berkepribadian”.
Agenda transformatif ini juga dibutuhkan dalam mengangkat persoalan kita secara umum dan khususnya persoalan perempuan dari samudera raya diskriminasi. Menurut catatan Komnas Perempuan, tahun ini terdapat sebanyak 365 kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap perempuan. Diskriminasi bersifat sistemik karena dialami secara meluas dan mengakar dalam kehidupan perempuan.
Iniah harapan besar di balik tema dan subtema sidang raya: bersama anak bangsa lainnya mengupayakan langkah transformatif bagi keadilan dan kehidupan yang bermartabat bagi suluruh umat baik—perempuan dan laki-laki.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...