Mengapa Ia berkorban bagi saya?
SATUHARAPAN.COM – Umat Kristiani seluruh dunia, hari Minggu kemarin memperingati peristiwa terbesar dalam iman Kristiani: Paskah. Kematian Seorang Manusia bagi seluruh umat manusia, diikuti dengan kebangkitan yang membuktikan kemenangan atas maut. Pengorbanan seseorang bagi sahabat-sahabat-Nya yang dikasihi, menderita bahkan hingga mati disiksa dan digantung. Semua itu dilakukan, agar sahabat-sahabatNya yang seharusnya dihukum atas dosa terbebas dari hukuman maut dan mendapatkan janji kehidupan kekal.
Apa pun kepercayaan kita, kejadian itu langka luar biasa. Sulit dicerna, sulit dipahami. Tak terbayangkan di era sekarang ada pengorbanan semacam itu. Pasti kejadian itu akan memenuhi halaman muka Koran-koran. Padahal jika kita renungkan: kesediaan berkorban bagi orang yang disayangi sejatinya merupakan keniscayaan. Berkorban adalah esensi dari kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, bahkan berbangsa.
Bagaimana jadinya jika seorang suami tidak bersedia berkorban bagi istrinya atau seorang ibu tak bersedia berkorban bagi anaknya? Kenyataannya, sikap egoistis, berpusat pada diri sendiri, sering lebih merajai hati manusia ketimbang sikap altruistis, berpusat pada orang lain. Kenyataannya, ketika pengorbanan datang menantang, kita lebih memikirkan apa keuntungan kita kalau berkorban ketimbang memikirkan kebaikan apa yang akan diterima orang lain saat kita berkorban. Kenyataannya, kita lebih sering memberi dari kelebihan dan bukan dari keterbatasan kita, yang mana bukanlah pengorbanan sesungguhnya. Kenyataannya, pengorbanan yang sesungguhnya, ternyata amat langka kita jumpai dalam kehidupan masa kini.
Mungkin tak banyak orang tertegun ketika membaca berita yang disebarkan melalui media sosial mengenai seorang gadis yang mencerca seorang wanita hamil yang dinilainya ”tidak lebih berhak duduk” di kereta ketimbang dirinya yang masih muda. Sudah sedemikian tumpulkah rasa sosial anak muda kita? Demikian jauhkah rasa kasih sayang dari warga masyarakat? Dan itu bukan kejadian satu-satunya. Daftar kejadian yang merujuk kepada egoisme jauh lebih panjang ketimbang daftar pahlawan altruisme.
Apapun keyakinan kita, peristiwa Paskah adalah contoh yang menyentil setiap orang: ”Seberapa jauh kesediaan kita berkorban bagi orang yang kita kasihi? Adakah kita bersedia berkorban tanpa harap kembali, atau masih terselip rasa what’s in it for me?”
Jika kita sungguh mengasihi, maka pengorbanan akan terasa ringan. Dan bayangkanlah indahnya masyarakat di mana warganya bersedia saling berkorban. Dan itu hanya bisa terjadi jika ada keinginan saling mencintai, saling menyayangi.
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...