Mengenal Teknik Cetak Grafis: Cetak Dalam
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Jika Anda mengamati uang kertas ataupun dokumen penting semisal paspor, dan saat meraba kertasnya Anda menemukan permukaan yang kasar itulah salah satu ciri dari hasil cetak dengan teknik cetak dalam (intaglio).
Sebagai salah satu teknik cetak dalam seni grafis, etsa dan gravir merupakan teknik penting dalam sejarah seni grafis barat (old master prints) dan hingga saat ini masih digunakan, selain karena detail serta tekniknya terutama dalam yang tidak bisa dipenuhi dengan teknik cetak konvensional lainnya berkaitan dengan kebutuhan atau standar keamanan dalam mencetak Banknotes. Sederhananya uang kertas lebih tinggi dari cetakan kertas lainnya.
Pada uang kertas ataupun kertas dokumen penting lain semisal paspor, kertas giro-cheque, dan sejenisnya dibutuhkan beberapa security semisal tekstur, micro-text, depth (kedalaman tekstur), security ink.
Sampai sekarang kebutuhan pengamanan dalam pencetakan (security printing) untuk kertas-kertas dokumen penting belum bisa dipenuhi oleh teknologi cetak konvensional modern seperti offset atau digital dan masih menggunakan teknik cetak dalam intaglio. Beberapa teknik cetak dalam yang sering digunakan oleh seniman grafis/pegrafis diantaranya gravir, etsa, mezzo-tint, drypoint.
Cetak dalam adalah proses mencetak dalam seni grafis dengan memanfaatkan bentuk yang dalam dan tidak rata yang berasal dari plat untuk menghasilkan bentuk karya gambar. Plat tersebut biasanya berupa lempengan logam yang digores baik secara manual maupun menggunakan bantuan bahan kimia agar didapatkan goresan untuk menampung tinta warna. Tinta warna yang ada pada goresan tersebut nantinya dipindahkan ke dalam media cetak. Kedalaman yang berbeda itulah yang menimbulkan efek gradasi, ketebalan warna, bahkan tekstur pada hasil cetaknya.
Intaglio, awal mula security printing
"Etsa itu sangat teknis banget. Tahap per tahapnya detail dan rumit sehingga perlu ketelatenan. Prinsipnya membuat goresan pada plat yang sudah dihaluskan dengan amplas. Penggoresan bisa dilakukan secara manual maupun dengan bantuan bahan kimia. Kalau penggoresan dilakukan secara manual jadinya drypoint ataupun gravir. Kalau etsa penggoresannya dengan jarum atau alat yang runcing-tajam ujungnya selanjutnya bekas goresan tersebut dilarutkan menggunakan bahan kimia agar menjadi lebih dalam. Bisa dengan asam chlorida (HCl) ataupun feri chlorid (FeCl3)." jelas Ungki Prasteyo dari Club Etsa Yogyakarta pada satuharapan.com saat memberikan workshop teknik cetak dalam (intaglio) pada Pekan Seni Grafis Jogja (PGSJ) 2017 di Jogja National Museum, Jumat (21/7) siang.
Bahan yang diperlukan untuk membuat karya seni etsa diantaranya plat logam (aluminium/tembaga/besi), asam chlorida (HCl) ataupun feri chlorid (FeCl3), bahan penutup lempengan berupa asphaltum/cat semprot/cat besi, amplas berbagai ukuran kehalusan, serta cat warna berbasis minyak (oli based), kain atau kertas pembersih.
Sementara alat yang digunakan berupa alat press untuk mencetak beserta kelengkapannya, ember/bak untuk perendaman plat, alat tulis dan alat ukur yang diperlukan, jarum penggores, alat pengering.
Pertama kali dilakukan adalah menghaluskan permukaan plat cetak dengan menggunakan amplas hingga halus dan rata. Plat yang sudah halus kemudian dilapis dengan cat besi ataupun asphaltum hingga rata. Setelah cat kering, desain gambar bisa langsung dibuat dengan menggores cat hingga tembus pada permukaan plat, sekaligus menggores lapisan atas plat sesuai kedalaman yang diinginkan. Kedalaman goresan akan berpengaruh pada hasil cetak. Semakin dalam, hasil cetak akan semakin gelap.
"Dalam teknik etsa, pembersihan plat setiap studio mungkin berbeda-beda. Ada yang menggunakan braso agar mengkilat dan halus. Pada workshop ini kita coba mengenalkan dengan penggunaan pasta gigi untuk membersihkan plat." kata Ungki.
Setelah digores, plat siap untuk dicelup dengan cairan yang bersifat korosif pada logam. Pada workshop seni grafis untuk cetak dalam (intaglio) PGSJ 2017 yang dipandu oleh Club Etsa menggunakan larutan asam chlorida (HCl) dengan dicampur air dalam perbandingan 1 bagian HCl ditambahkan 2 bagian H20. Dengan komposisi tersebut perendaman dapat dilakukan dalam rentang waktu sekitar 10-15 menit. Setelah perendaman, plat dicelup dan dibersihkan dari sisa HCl dengan menggunakan air.
Selanjutnya plat dibersihkan dari cat penutup lempengan agar siap untuk digunakan mencetak.
"Untuk mendapatkan kedalaman pada bagian tertentu setelah perendaman dengan cairan pelarut yang pertama, biasanya dilakukan perendaman berikutnya dengan menutup bagian yang sudah cukup dalam dan membiarkan terbuka bagian-bagian yang ingin dibuat lebih dalam lagi dengan membiarkan terbuka dan dicelup ulang." jelas Ungki.
Pada plat yang sudah siap dicetak kemudian dilapisi cat agar masuk goresan lempengan plat. Pemberian warna pada goresan lempengan dilakukan secara hati-hati dan merata serta plat yang tidak tergores dibersihkan dari sisa-sisa cat agar nantinya tidak tercetak pada media cetak. Setelah siap, plat ditata pada mesin press pencetak dengan memperhatikan ukuran plat cetak dan luasan media cetak. Untuk pencetakan lebih dari satu warna, perlu setting plat dan media cetak secara presisi, mengingat tumpukan warna berbeda akan menghasilkan warna dan efek yang berbeda pula.
"Dalam pencetakan, semakin tebal media cetak hasilnya semakin bagus. Karakteristik etsa hanya untuk mencetak dengan tinta/cat berbasis minyak." lebih lanjut Ungki menjelaskan.
Proses yang rumit-detail pada tahapan pembuatan plat inilah yang memungkinkan sebuah hasil cetak dalam tidak bisa digantikan oleh cetak konvensional sehingga dalam pembuatan uang kertas dan juga kertas dokumen penting masih mempertahankan pencetakan dengan teknik intaglio. Langkah tersebut sebagai bagian dari security printing media dokumen-dokumen penting maupun hasil akhir agar tidak mudah dipalsukan. Jika dalam selembar uang kertas terdapat empat warna, sebanyak itu pula plat dengan detail desain dibuat. Belum lagi dengan pengamanan lainnya.
Club Etsa Jogja, tempat berkumpulnya seniman etsa
Club Etsa didirikan bersama seniman grafis yang tertarik pada tekni cetak dalam khususnya etsa pada tahun 2013. Komunitas yang beralamat di Sugeng Jeroni, Gedong Kiwo Kota Yogyakarta ini beranggorakan sekitar sepuluh pegrafis diantaranya Anton Subiyanto, Feby Widanarto, Gilang Fradika Azhar, Marten Bayuaji, Ryan Kristianto, Ungki Prasetyo.
Jika pada beberapa komunitas seni grafis di Yogyakarta mengembangkan berbagai teknik, Club Etsa lebih memfokuskan dalam mengembangkan etsa sebagai satu-satunya teknik cetak grafis meskipun diluar komunitas masing-masing anggota juga belajar tentang teknik cetak yang lain.
"Kalau sedang ngumpul di komunitas ngomongin teknik cetak, yang kita bahas lebih pada etsa." kata Ungki. Ini semata-mata untuk bisa lebih fokus mendiskusikan seni cetak dalam dan bereksperimen khususnya etsa di antara anggota kelompok. "Di luar saya coba mengembangkan usaha cetak saring (sablon) dengan membuat kaos edisi terbatas."
Pada tahun 2016, Club Etsa bekerjasama dengan Jogja Contemporary yang berada di Jogja National Museum menyelenggarakan sebuah pameran hasil karya dengan tema "Etching, Share, Fun" memamerkan hasil karya seluruh anggota Club Etsa 20-29 April 2016.
Pada bulan September 2016, Club Etsa menyelenggarakan "Etsa Project #1" melibatkan seniman etsa diantaranya Feby Widanarto, Gilang Fradika Azhar, Marten Bayuaji, Ryan Kristianto dan Ungki Prasetya di Asmara Art & Coffe Shop di Jalan Tirtodiupuran, Yogyakarta. Dilanjutkan dengan “Etsa Project #2” yang memilih gambar bentuk sebagai tema mengingat menggambar dengan meniru objek adalah salah satu tahapan yang sering digunakan sebagai awalan dalam proses studi menggambar. Pada “Etsa Project #2” melibatkan enam perupa perempuan, yaitu Andika Wulansari, Ayu Putri Listyaningrum, Elen Anggun Kusuma, Devy Ika Nurjanah, Feliksitas Citra dan Ni Luh Pangestu.
Bersama New Miracle prints, Taring Padi, dan Survive!garage, pada 15-30 Mei 2017 Club Etsa turut serta pada print fair di Sangkring art space Yogyakarta.
Dengan fokus pada teknik etsa, Pekan Seni Grafis Jogja 2017 yang menyelenggarakan workshop selama lima hari untuk teknik cetak dalam khususnya etsa menjadikan anggota Club Etsa sebagai mentor selama acara workshop seni grafis yang berlangsung 19-23 Juli 2017 di Jogja National Museum.
Editor : Eben E. Siadari
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...