Mengintip Gaya Bicara Ahok dari Kaca Mata Pakar
“Kalau orang punya kepribadian tegas, pasti gaya bicaranya meledak-ledak."
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Setiap pejabat atau publik figur tentu memiliki gaya bicara masing-masing. Gaya bicara seorang pejabat ini tentu tak bisa lepas dari perhatian publik. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan publik figur yang tak lepas dari sorotan massa karena gaya berbicaranya yang seringkali terdengar sedikit ‘keras’.
“Kalau korupsi, saya pecat-pecatin semua, atau stafin. Nggak tanggung-tanggung.”
Itulah salah satu kalimat yang kerapkali diucapkan Ahok kepada pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, yang beberapa kali terekam media.
Menurut pakar ilmu komunikasi dari Univesitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Ana Nadhya Abrar, gaya bicara tidak bisa lepas dari kepribadian.
“Kalau orang punya kepribadian tegas, pasti gaya bicaranya meledak-ledak seperti (Ahok) itu,” ujar Abrar ketika dihubungi satuharapan.com pada Kamis (12/2) sore.
Menurut Abrar, dalam ilmu komunikasi terdapat empat teknik bicara, yaitu pertama informatif yang tujuannya hanya memberikan informasi saja. Kedua persuasif, yakni berusaha membujuk lawan bicara. Ketiga instruktif, yakni hanya memberi instruksi saja, sedangkan yang keempat humanis yaitu mengajak pendengar berdiskusi mencapai konsensus.
“Dugaan saya Ahok memiliki tipe gaya bicara lebih kepada yang informatif. Ia berusaha ingin memberi informasi selengkap-lengkapnya. Dia juga tidak berusaha untuk membujuk. Ada pejabat yang berusaha untuk membujuk, tapi Ahok tidak. Ahok menggunakan akal sehat. Yang penting baginya dapat menyampaikan informasi, terserah orang mau percaya atau tidak, mau bersikap atau tidak, itu urusan orang lain,” Abrar menjelaskan.
Teknik bicara informatif yang ada dalam diri Ahok ini menurut Abrar memiliki kelemahan dan kelebihan. Menurutnya, kelemahan dari teknik bicara Ahok yang informatif kadang tak bisa diterima banyak orang karena terkesan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain. Dalam keadaan tertentu, orang yang tidak mau mendengar pendapat orang lain menurutnya disebut tidak smart.
“Orang smart biasanya mau mendengar orang lain. Kalau menurut konsep, orang yang tidak mau mendengar pendapat orang lain disebut orang yang tidak smart,” katanya.
Namun kelebihannya, dalam menyampaikan informasi, Ahok cenderung dapat bercerita panjang lebar dari dari A sampai Z.
“Konsep 5W+1H yang sering dipakai jurnalis bisa dipenuhi oleh Ahok. Jadi lengkap informasinya. Tapi persoalannya orang kadang-kadang tidak ingin informasi yang lengkap. Orang hanya ingin melihat ketegasan dan perilaku seseorang saja,” ujar dosen komunikasi tersebut.
Sementara itu jika dibandingkan dengan gaya berbicara Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi), Ahok memiliki gaya berbicara yang sangat berbeda dengan mantan partner satu atapnya ini.
Jokowi menurut Abrar cenderung lebih menggunakan teknik bicara yang humanis atau human interest.
“Ia menghargai pendapat orang. Ada diskusi dalam setiap perdebatan dan akan dipikirkan jalan tengahnya. Dalam hal-hal tertentu, Jokowi juga menggunakan teknik yang persuasif. Tapi kalau instruksi tidak. Jokowi tidak memiliki kecenderungan instruktif,” ujarnya.
Gaya bicara Jokowi menurut Abrar mengunggulkan diskusi dengan lawan bicara untuk mencapai konsensus.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...