Mengintip Perempuan Afganistan di Tengah Konflik
AFGANISTAN, SATUHARAPAN.COM – Perang Afganistan sejak 2001 sampai dengan sekarang menyisakan banyak penderitaan bagi kaum perempuan. Pasca serangan World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada 11 September 2001 lalu memulai perang melawan terorisme.
Afganistan menjadi target utama. Amerika Serikat ingin menggulingkan kekuasaan Taliban yang dituduh telah melindungi Al-Qaeda dengan sasaran pemimpinnya Osama bin Laden. Operasi Kebebasan Abadi (Operation Enduring Freedom) menjadi nama kode dalam invansi tersebut dan melibatkan sejumlah negara lain diantaranya, Prancis, Inggris, Australia, dan Belanda.
Republik Islam Afganistan secara geografis terletak di kawasan Asia Tengah atau identik sebagai bagian dari negara Timur Tengah (Middle East). Negara yang berbatasan dengan Iran bagian barat dan Pakistan di bagian selatan dan timur juga masuk dalam kategori negara termiskin di dunia.
Kurun waktu tahun 2001 saat tergulingnya rezim Taliban, dunia Barat, khususnya Amerika Serikat, menyebut negara ini Negara Islam Transisi Afganistan, di bawah konstitusi baru tahun 2014.
Perekonomian Afganistan bergantung pada sektor pertanian dan peternakan. Ekonominya melemah akibat kerusuhan politik dan militer disertai dengan badai kemarau. Krisis pangan, sandang, papan dan minimnya akses kesehatan diperburuk oleh operasi militer dan ketidakpastian politik.
Akibatnya pada tahun 2003 diperkirakan 30 persen dari 7.000 sekolah Afganistan rusak parah sebagai buntut dari lebih dari dua dasawarsa perang dengan Uni Soviet, perang saudara, dan penguasaan Taliban. Sekitar 40 persen penduduknya diperkirakan mengalami sanitasi buruk dan tidak memiliki air bersih, hanya setengahnya dilaporkan memiliki air layak.
Pendidikan di rezim Taliban bukanlah hal utama khususnya bagi kaum laki-laki, sementara anak-anak dan kaum perempuan ditelantarkan serta dikeluarkan dari sekolah. Pada tahun 2003 dimulai bulan Maret, program pendidikan untuk anak-anak serta kaum perempuan mulai dilakukan. Sekitar empat juta anak telah mendaftar sekolah untuk mengikuti kelas program belajar yang dilakukan oleh salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) internasional peduli anak.
Kini diperkirakan 36 persen dari total penduduk Afganistan sudah melek huruf dan program untukmembebaskan penduduk dari buta huruf terus berjalan. Berikut sejumlah foto yang menggambarkan kondisi dan situasi kaum perempuan Afganistan dengan berbagai aktivitasnya. (wikipedia)
Editor : Eben E. Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...