Mengubah Mindset Mendayagunakan Aset
KUPANG, SATUHARAPAN.COM - Memberdayakan world view masyarakat bukanlah perkara mudah. Meskipun tidak mudah, tindakan tersebut harus dilakukan demi terjadinya perubahan. Perubahan mindset merupakan titik awal mengubah perilaku dan keadaan suatu masyarakat. Bukan rahasia lagi bahwa bantuan-bantuan kepada masyarakat yang sifatnya pemberian yang berupa bantuan karitatif (adagium “memberi ikan, tidak memberi kail”) pada jangka panjang tidak bersifat memberdayakan, menciptakan ketergantungan, merusak mentalitas karena cenderung lebih suka jadi penerima daripada pemberi. Oleh karena itu, program EWV dilakukan di NTT. Mengapa NTT? Salah satu alasannya karena NTT adalah salah satu provinsi tertinggi dalam angka stunting yang mencapai 37,8%. Menurut survey litbang Kompas, salah satu faktor penyebabnya karena masyarakat berpenghasilan rendah tidak mampu membeli pangan bergizi yang seimbang yang perharinya seharga Rp. 19.173,- atau sekitar Rp. 575.192 perbulan. Penghasilan keluarga tidak mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan yang bergizi sangat terbatas, dan dengan harga yang mahal. Pertanyaannya adalah, mengapa mindset di masyarakat perlu diubah? Dan mengapa aset yang ada harus diberdayakan? Dua pemantik kegelisahan inilah yang mendorong untuk melakukan suatu program yang bisa mengubah mindset dan mendayagunakan aset keluarga dan masyarakat untuk sejahtera.
Mengubah Mindset
Pelatihan Empower Wold View (EWV) merupakan suatu upaya pemberdayaan dan memobilisasi individu, dan kelompok jemaat serta masyarakat sehingga aset, talenta, pengetahuan dan sumber daya, kapasitas yang mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, spiritual diberdayakan dan dapat menjadi awal proses perubahan sosial untuk mengatasi kemiskinan. Dimulai dari upaya untuk menemukan dan membangun identitas pribadi dan komunal. WV sangat mempengaruhi cara manusia berperilaku. Oleh karena itu, mengubah worldview, atau pola pikir membantu mengubah perilaku. Ketika worldview berubah, orang mengembangkan keberanian untuk mentransformasi norma-norma budaya yang berbahaya, ataupun nilai-nilai dan keyakinan yang dipegang yang selama ini memberlenggu dan membatasi untuk mengembangkan potensi dan aset yang dimilik. Dimulai dari menanyakan keberadaan diri secara individu, dan secara komunal masyarakat tentang siapa saya, siapa kita. Selanjutnya upaya membangun karakter berdasarkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah wilayah dimana Tuhan Allah diakui sebagai Tuhan dan Raja yang ditandai dengan tanda-tanda Kerajaan Allah yaitu, pulihnya hubungan dan relasi, pembebasan bagi yang terbelenggu, tertawan karena kemiskinan, kebodohan dsb. Selanjutnya mengembangkan visi atau mimpi bersama dan membangun aksi bersama. Bentuk kongkret dari membangun aksi bersama, ditekankan pada ketahanan keluarga melalui penanaman benih sayur-sayuran untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga.
Oleh sebab itu, WVI mengadakan Pelatihan EWV di NTT di Kupang, bekerjasama dengan Yayasan Elphia Sejahtera dan PGLII yang memberikan bantuan berupa bibit sayur-sayuran bertempat di Gereja MDC Kupang pada tanggal 8-9 November 2022. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 46 orang, sedangkan pelatihan selanjutnya dilakukan di TTS, Yayasan Utus Soe sebanyak 110 peserta. Dengan antusias mencoba menemukan identias dan dalam penggalian faktor budaya yang mempengaruhi world view masyarakat NTT, disimpulkan beberapa temuan dari peserta dalam beberapa hal: Laki laki lebih diunggulkan daripada perempuan. Perempuan kurang diberi ruang dan kesempatan mengambil keputusan. Budaya pesta, jika tidak “pesta” akan merasa malu. Kadang kala budaya pesta diserta dengan minuman keras. Masih percaya terhadap takhayul dan mitos dan hukum adat ”dianggap” lebih tinggi dari hukum gereja. Budaya adalah sekumpulan kebiasaan, adat istiadat dalam suatu kelompok masyarakat yang diturunkan atau diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi. Budaya sebagai modal sosial perlu ditransformasi supaya mendukung upaya-upaya meningkatkan upaya pemberdayaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Mendayagunakan Aset
Empowered Worldview adalah suatu dinamika iman yang berpusat pada pendekatan pemberdayaan. Mendorong setiap individu dan komunitas untuk menguji kembali keyakinan, cara berpikir dan perilaku dan terang Firman Tuhan dan Rencana Allah. Peserta diajak untuk bertemu bersama-sama dalam lokakarya untuk menggali tantangan komunitas dan mengafirmasi identitas, martabat dan kreatifitas. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada peserta untuk mengalami perubahan dan secara penuh terlibat dalam perubahan transformative yang berkelanjutan. Membangun sebuah pemahaman umum tentang kebutuhan dan tantangan yang dihadapi masyarakat. Memampukan masyarakat untuk membangun visi bersama untuk meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan. Membangun modal sosial sebagai keterampilan individu, sumber daya dan pengalaman yang dapat digunakan untuk kepentingan seluruh masyarakat. Selanjutnya berkontribusi pada keberlanjutan jangka panjang karena komunitas memanfaatkan kapasitas dan sumber daya dan aset sebaik-baiknya. Dengan demikian masyarakat mampu membangun ketahanan di masyarakat untuk mengatasi guncangan di masa depan seperti kelangkaan pangan, bencana alam dan sebagainya.
Sejatinya keluarga, jemaat dan masyarakat memiliki berbagai aset yang berupa sumber daya manusia, sumber daya alam (tanah, sawah, ladang, lahan kosong disekitar yang bisa dimanfaatkan). Di masyarakat juga ada nilai-nilai dan budaya baik yang bisa dikembangkan menjadi modal sosial untuk melakukan pemberdayaan. Dari hasil pelatihan beberapa peserta bergerak melakukan aksi tindak lanjut melalui penanaman sayur-sayuran dari bibit yang sudah dibagikan. Pergerakan penanaman bibit oleh salah satu peserta pelatihan atas nama Ibu Dina Liunokas yang bekerja sama dengan pihak sekolah, untuk menggunakan lahan di sekolah dengan penanaman sayur. Peserta pelatihan lainnya yaitu, Pdt Ferdy Didok menunjukkan beberapa hasil panen sayur-sayuran (misalnya: tomat dan sayur-sayuran) yang telah dilakukan untuk memberdayakan dirinya sendiri, keluarga dan jemaatnya serta masyarakat. Hasil dari menanam sayur-sayuran digunakan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga, juga dibagikan kepada para jemaat dan masyarakat yang membutuhkan, ataupun dijual untuk menambah income keluarga, khususnya ditabung untuk tambahan biaya pendidikan anak. Pada akhirnya dengan mengubah mindset dan mengelola asset, maka masalah-masalah kemiskininan bisa diatasi bersama. Jika tidak sekarang, kapan lagi kita memulainya. Dan jika bukan kita, siapa lagi yang akan mengerjakan karya layanan yang menyejahterakan sesama.
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...