Gempa Bumi Memicu Perdebatan Penundaan Pemilihan Umum Turki
Ini menjadi tantangan Presiden Recep Tayyip Erdogan yang tampaknya menginginkan meraih periode ketiga kepresidenannnya.
ANKARA, SATUHARAPAN.COM - Gempa bumi yang menghancurkan di Turki telah mengacaukan rencana pemilihan umum negara itu yang akan diadakan pada bulan Juni mendatang. Ini memicu perdebatan sengit di dalam pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan dan oposisi atas kemungkinan penundaan.
Bahkan sebelum bencana - yang paling mematikan dalam sejarah modern negara itu – jajag pendapat menunjukkan persaingan presiden dan parlemen yang sangat ketat. Berikut adalah keadaan permainan dan kemungkinan skenario:
Apa Yang Berubah Akibat Terjadinya Gempa Bumi?
Bencana pada hari Senin (6/2) lalu menewaskan sedikitnya 33.000 orang di Turki selatan, menghancurkan puluhan ribu bangunan dan memicu eksodus dari wilayah tersebut, menimbulkan keraguan atas kelayakan penyelenggaraan pemilu dalam waktu dekat.
Kesulitan logistik cukup besar di wilayah yang berpenduduk sekitar 13 juta orang, dengan ratusan ribu orang tinggal dengan rumah yang hancur atau tidak aman.
Bulan lalu Erdogan, berusaha untuk memperpanjang pemerintahannya dan Partai AK (AKP) menjadi dekade ketiga, mengatakan pemilihan akan diadakan pada bulan Mei, sebulan lebih cepat dari jadwal. Tetapi dalam beberapa hari terakhir sekutunya mengindikasikan dia akan meminta penundaan.
"Saya kira belum waktunya untuk membicarakan pemilu," kata seorang pejabat AKP kepada Reuters, mengutip keadaan darurat. “Pasti ada penundaan.”
Pejabat itu, yang menolak disebutkan namanya karena dia tidak berwenang untuk berbicara tentang masalah tersebut, mengatakan bulan November tampaknya merupakan waktu baru yang paling masuk akal, tetapi belum ada keputusan yang diambil.
Pejabat lain pekan lalu mengatakan skala kehancuran menyebabkan "kesulitan serius" untuk mengadakan pemungutan suara tepat waktu.
Bisakah Pemilihan Umum Ditunda?
Setiap upaya untuk menunda pemilihan menghadapi rintangan konstitusional: Pasal 78 mengatakan parlemen dapat menunda pemilihan selama satu tahun, tetapi hanya dalam kasus perang.
Mantan wakil perdana menteri, Bulent Arinc, pendiri AKP pimpinan Erdogan, pada hari Senin (13/2) menyerukan penundaan pemilu dan mengatakan konstitusi bukanlah "teks suci".
“Pemilu harus segera ditunda agar birokrasi negara bisa fokus membantu warga negara kita menyembuhkan luka. Ini bukan pilihan, tapi keharusan,” kata Arinc, yang dilihat beberapa pengamat sebagai calon percobaan untuk mengukur suasana hati publik. Masalah ini muncul pada rapat kabinet yang dipimpin oleh Erdogan pada Selasa sore.
Apa Kata Kelompok Oposisi?
Kemal Kilicdaroglu, pemimpin oposisi utama partai CHP, menepis penundaan dengan alasan bahwa konstitusi sudah jelas tentang masalah tersebut.
“Tidak seorang pun dapat membuat norma hukumnya sendiri dengan menciptakan pembenaran selain konstitusi dan undang-undang. Ada konstitusi. Jika kami mengatakan 'Turki adalah negara hukum', tidak boleh ada (penundaan),” katanya kepada Yetkin Report dalam sebuah wawancara.
Dia mengatakan prioritasnya adalah menetapkan tanggal pemilihan dan meminta Badan Pemilihan Tinggi untuk memulai persiapan.
Namun, oposisi menghadapi tantangannya sendiri. Aliansi enam partai utama yang berusaha menggulingkan Erdogan belum mengumumkan calon presiden dan ada beberapa ketidaksepakatan di dalam jajarannya.
Seorang pejabat dari Partai IYI, seperti CHP, anggota aliansi, mengatakan mereka akan membahas masalah kandidat dalam beberapa pekan mendatang.
Siapa Yang Akan Mendapat Manfaat dari Penundaan Pemilu?
Jajag pendapat sebelum gempa bumi menunjukkan pemungutan suara akan menjadi tantangan elektoral terberat Erdogan, dan popularitasnya terkikis oleh melonjaknya biaya hidup dan kemerosotan lira. Bencana gempa bumi membawa ketidakpastian lebih lanjut.
Pemerintah menghadapi kritik atas awal yang lambat dalam pengorganisasian tanggap darurat dan Erdogan mengatakan itu tidak secepat yang diinginkan dan dia mengumumkan keadaan darurat tiga bulan di 10 provinsi yang terkena dampak.
Pejabat AKP memperkirakan bencana itu mengikis suara untuk aliansi yang berkuasa mengingat penderitaan, dan hilangnya nyawa dan harta benda. "Mereka ingin meminta pertanggungjawaban seseorang," kata pejabat itu.
Wilayah yang dilanda gempa secara tradisional mendukung Erdogan: dia meraih 55% suara di pemilihan presiden 2018, sementara AKP dan mitranya memenangkan tingkat dukungan yang sama dalam pemilihan parlemen.
Bencana telah memengaruhi suara di masa lalu. Setelah gempa kuat tahun 1999 yang menewaskan 17.000 orang di barat laut Turki, kritik terhadap tanggapan tersebut merupakan salah satu faktor di balik jatuhnya popularitas pemerintah saat itu, yang membantu kemenangan AKP dalam pemungutan suara tahun 2002.
Akankah Erdogan Dapat Mencalonkan Diri?
Ada juga perdebatan sengit antara pemerintah dan oposisi apakah Erdogan dapat mencalonkan diri lagi, setelah menjadi presiden sejak 2014 dan menjalani masa jabatan keduanya.
Profesor konstitusional Ibrahim Kaboglu, juru bicara komisi konstitusional CHP, mengatakan Erdogan hanya akan memenuhi syarat untuk mencalonkan diri dalam pemilihan umum jika diadakan sebelum bulan Juni.
Konstitusi menetapkan batas dua masa jabatan untuk presiden, tetapi mereka dapat mencari masa jabatan lain jika parlemen mengadakan pemilihan awal sebelum masa jabatan kedua berakhir.
Jika Erdogan mencalonkan diri nanti, konstitusi harus diubah, kata Kaboglu. “Tapi perubahan konstitusional seperti itu hanya untuk seorang individu. Membahas perubahan seperti itu akan bermasalah,” katanya. (Reuters)
Editor : Sabar Subekti
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...