Loading...
INSPIRASI
Penulis: Yoel M Indrasmoro 06:25 WIB | Sabtu, 23 April 2016

Mengurai Selisih Pendapat

Mereka mengkritik Petrus karena telah bertindak melampaui wewenangnya.
Petrus di Rumah Kornelius (foto: istimewa)

SATUHARAPAN.COM – Dalam kisah pembaptisan Kornelius, persekutuan kasih jemaat perdana diuji. Perjumpaan Petrus dan Kornelius menimbulkan reaksi keras di kalangan warga jemaat. Lukas mencatat: ”Ketika Petrus tiba di Yerusalem, orang-orang dari golongan yang bersunat berselisih pendapat dengan dia. Kata mereka, ’Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat dan makan bersama-sama dengan mereka.’” (Kis. 11:2-3).

Ada perselisihan pendapat. Dalam Alkitab Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) tertera: ”orang-orang Yahudi yang sudah percaya itu, mencela Petrus.” Mereka mengkritik Petrus karena—dalam anggapan mereka—telah bertindak melampaui wewenangnya.

Reaksi itu wajar karena ada yang luar biasa. Tak perlu kita terlalu menyalahkan orang-orang Yahudi itu. Bagi mereka, kisah pertobatan Kornelius merupakan hal yang sama sekali baru. Tradisi yang dibangun dalam jemaat perdana kala itu masih terbatas dalam lingkungan Yahudi. Tak heran, mereka melihat Petrus sebagai pelanggar tradisi. Karena itu, mereka menegurnya.

 

Kritik

Agaknya, kita perlu belajar dari warga jemaat perdana. Mereka berani menyatakan perbedaan pendapat, bahkan kepada pemimpin tertinggi jemaat masa itu.

Kadang orang tak berani mengkritik karena melihat orang atau jabatannya. Saya duga, mereka mengasihi Petrus. Mereka tak ingin Sang Pemimpin berbuat salah. Mereka mengkritik berdasarkan kasih. Mereka menegur dalam kasih.

Mereka tak mau memetieskan masalah. Masalah harus dikemukakan. Mereka tidak kasak-kusuk, sembunyi-sembunyi, dan membuat masalah sebagai rahasia umum.

Tetapi, yang juga menarik: mereka diam kala Petrus menjelaskan tindakannya. Mereka mengkritik dengan mulut mereka, tetapi mereka juga mau mendengarkan penjelasan Petrus dengan telinga mereka. Persoalan bagi banyak kritikus ialah lebih siap membuka mulut, ketimbang membuka telinga. Dan orang Yahudi itu siap membuka mulut dan telinga!

Menarik diperhatikan, Petrus bersikap terbuka terhadap kritik. Mungkin dia sedikit kaget sewaktu mendengarnya. Tetapi, agaknya dia meyakini, kritik itu disampaikan demi kepentingannya sendiri. Lagi pula, mengasihi berarti siap menerima kritik dan siap dilukai.

Petrus lalu memberikan penjelasan secara terbuka. Dia tidak sedang membela diri. Dia merasa perlu mempertanggungjawabkan tindakannya.

Tanggung jawab merupakan kata kunci dalam pertemuan di Yerusalem itu. Para pengkritik—karena merasa turut bertanggung jawab dalam kehidupan jemaat—mengkritik Petrus. Dan Petrus pun tidak lepas tangan.

 

Saling Mendengarkan

Kesimpulan akhir melegakan semua pihak. Lukas mencatat: ”Ketika mereka mendengar hal itu, mereka menjadi tenang, lalu memuliakan Allah, katanya, ’Jadi kepada bangsa-bangsa lain juga Allah mengaruniakan pertobatan yang memimpin kepada hidup.’” (Kis. 11:18).

Kuncinya: kesediaan mendengarkan. Petrus mendengarkan kritikan dan mereka mendengarkan alasannya. Kala Petrus dan warga jemaat saling mendengarkan, pada hemat saya, mereka mendengarkan suara Tuhan sendiri.

Mereka tak hanya ingin mendengarkan suaranya sendiri. Mereka siap mendengarkan suara orang lain. Akhirnya mereka mendengarkan suara Tuhan.

Itulah visi masyarakat baru (Why. 21:1-5). Setiap orang mendengarkan suara Tuhan sendiri! Dan Tuhan pun dimuliakan!

 

Email: inspirasi@satuharapan.com

Editor : Yoel M Indrasmoro


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home