Menhan Israel Paparkan Pendekatan Baru dalam Perang di Gaza
RAFAH-JALUR GAZA, SATUHARAPAN.COM-Menteri pertahanan Israel pada hari Kamis (4/1) memaparkan visinya untuk fase berikutnya perang di Gaza, menggambarkan bagaimana pasukan Israel akan beralih ke “pendekatan tempur baru” yang tampaknya lebih kecil di Gaza utara, sambil melanjutkan untuk melawan Hamas di wilayah selatan “selama diperlukan.”
Menjelang kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Yoav Gallant juga menguraikan usulan mengenai bagaimana Gaza akan dijalankan setelah Hamas dikalahkan, dengan Israel mempertahankan kontrol keamanan sementara badan Palestina yang dipimpin oleh Israel menjalankan pemerintahan sehari-hari, dan AS serta negara-negara lain mengawasi pembangunan kembali.
Israel mendapat tekanan internasional yang besar untuk menguraikan visi pasca perang, namun sejauh ini belum dilakukan. Masalah ini kemungkinan akan menjadi agenda pembicaraan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, akhir pekan ini di Israel dan negara-negara lain di kawasan. Amerika Serikat telah menekan Israel untuk beralih ke operasi militer dengan intensitas lebih rendah di Gaza yang lebih tepat menargetkan Hamas, setelah hampir tiga bulan melakukan pemboman dan serangan darat yang menghancurkan.
Ketidakjelasan sebagian besar ketentuan Gallant membuat sulit untuk menilai seberapa sejalannya ketentuan tersebut dengan seruan AS.
Dokumen yang dikeluarkan oleh Gallant diberi judul “visi untuk Fase 3” perang, dan kantor Gallant mengatakan fase tersebut belum dimulai. Ia juga mengatakan bahwa gagasan tersebut merupakan kebijakan Gallant dan bukan kebijakan resmi, yang harus ditetapkan oleh kabinet perang dan keamanan Israel.
Gallant, yang merupakan anggota dari kedua kabinet, mungkin bermaksud untuk mengutamakan rencana pribadinya di hadapan rakyat Amerika dibandingkan dengan koalisi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang mencakup anggota sayap kanan yang cenderung menginginkan pendekatan yang lebih keras.
Kampanye Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 22.400 orang, lebih dari dua pertiganya adalah perempuan dan anak-anak, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas. Penghitungan yang dilakukan kementerian tidak membedakan antara warga sipil dan kombatan. Israel telah berjanji untuk menghancurkan Hamas setelah serangannya pada 7 Oktober, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 240 lainnya.
Sebagian besar wilayah utara Gaza, yang diserbu tentara dua bulan lalu, telah rata dengan tanah hingga tidak bisa dikenali lagi. Rekaman Associated Press dari Kota Gaza menunjukkan orang-orang berjalan melalui lanskap yang hancur dengan banyak beton pecah dan serpihan kayu serta jalan-jalan yang dipenuhi bangunan-bangunan yang roboh.
Dengan fokus sekarang di selatan, pasukan Israel memerangi militan Hamas di kota Khan Younis dan di kamp-kamp pengungsi perkotaan di tengah wilayah tersebut.
Sekitar 85% dari 2,3 juta penduduk Gaza telah diusir dari rumah mereka dan terhimpit di wilayah yang lebih kecil. Pengepungan Israel terhadap wilayah tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan, dengan seperempat penduduknya kelaparan karena tidak cukupnya pasokan yang masuk, menurut PBB.
Pada saat yang sama, serangan udara dan penembakan di Gaza terus menghancurkan rumah-rumah, mengubur banyak keluarga yang berlindung di dalamnya.
Serangan Israel pada hari Kamis (4/1) meratakan sebuah rumah di Mawasi, sebuah daerah pedesaan kecil di garis pantai selatan Gaza yang telah dinyatakan sebagai zona aman oleh militer Israel. Ledakan itu menewaskan sedikitnya 12 orang, kata pejabat rumah sakit Palestina. Korban tewas termasuk seorang pria dan istrinya, tujuh anak mereka dan tiga anak lainnya berusia antara lima hingga 14 tahun, menurut daftar korban tewas yang tiba di Rumah Sakit Nasser di dekat Khan Younis.
Tidak ada tanggapan segera dari militer Israel.
Visi Gallant
Pernyataan Gallant menggarisbawahi bahwa perang akan terus berlanjut sampai kemampuan militer dan pemerintah Hamas dilenyapkan dan lebih dari 100 sandera yang masih disandera dikembalikan.
Di wilayah utara, kata pernyataan itu, pasukan akan beralih ke pendekatan baru yang mencakup penggrebegan, penghancuran terowongan, “aktivitas udara dan darat, serta operasi khusus.” Tujuannya adalah “mengikis” sisa kehadiran Hamas.
Belum ada kabar apakah penduduk Gaza utara, yang hampir seluruhnya mengungsi ke selatan, akan diizinkan untuk kembali.
Pernyataan tersebut tidak menjelaskan perbedaan pendekatan baru ini dengan operasi yang ada saat ini, namun Gallant sebelumnya mengatakan pendekatan tersebut akan berskala lebih rendah. Pekan lalu Israel mulai menarik sebagian pasukannya dari Gaza utara, tempat yang menurut militer Israel sebagian besar telah memperoleh kendali operasional setelah berminggu-minggu pertempuran sengit dengan Hamas. Meski begitu, Gallant mengatakan beberapa ribu pejuang Hamas masih berada di sana.
Di wilayah selatan, katanya, pertempuran akan terus berlanjut “selama dianggap perlu.”
Setelah perang, kata pernyataan itu, Israel akan mempertahankan kendali keamanan, mengambil tindakan militer di Gaza bila diperlukan untuk memastikan tidak ada ancaman dan mempertahankan pemeriksaan terhadap semua barang yang memasuki wilayah tersebut.
Gallant mengatakan tidak akan ada warga sipil Israel di Gaza, dan mengesampingkan seruan beberapa kelompok sayap kanan Israel agar pemukim Yahudi kembali ke wilayah tersebut.
Israel menarik pasukan dan pemukimnya dari Gaza pada tahun 2005 setelah kehadirannya selama 38 tahun.
Entitas Palestina, rupanya pegawai negeri sipil setempat atau pemimpin masyarakat, akan menjalankan wilayah tersebut, dan Israel memberikan “informasi untuk memandu operasi sipil,” kata pernyataan itu tanpa menjelaskan lebih lanjut. Sebuah gugus tugas multinasional, yang dipimpin oleh AS, akan bertanggung jawab untuk melakukan pembangunan kembali.
Gambaran nyata pemerintahan Palestina yang didominasi Israel di Gaza sangat berbeda dengan seruan AS agar Otoritas Palestina direvitalisasi untuk mengambil alih wilayah tersebut dan memulai negosiasi baru menuju pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel. Netanyahu dan pejabat Israel lainnya menolak gagasan itu.
Kekhawatiran Perang Yang Akan Meluas
Serangan Israel yang menewaskan seorang pemimpin tinggi Hamas di Beirut telah menimbulkan kekhawatiran baru bahwa konflik tersebut dapat meluas ke wilayah lain di Timur Tengah, sebuah prospek yang mungkin juga menjadi agenda utama Blinken.
Pembunuhan Saleh Arouri memicu peringatan akan adanya pembalasan dari sekutu Hamas, milisi Hizbullah Lebanon. Namun tidak ada peningkatan langsung dalam baku tembak harian antara Hizbullah dan militer Israel di perbatasan kedua negara.
Ketegangan regional meningkat ketika serangan udara AS menewaskan seorang pemimpin milisi yang didukung Iran di Irak dan ketika pemberontak Houthi Yaman terus melakukan serangan terhadap kapal-kapal di jalur pelayaran utama Laut Merah.
Pada saat yang sama, Israel telah meningkatkan peringatan akan tindakan militer yang lebih keras terhadap Hizbullah kecuali negara tersebut menarik pejuangnya keluar dari wilayah perbatasan, seperti yang disyaratkan dalam gencatan senjata tahun 2006 yang ditengahi oleh PBB. Israel mengatakan itulah satu-satunya cara agar puluhan ribu warga Israel yang dievakuasi dari komunitas di utara dapat kembali.
Gallant mengatakan pada hari Kamis (4/1) bahwa ada “waktu yang singkat” untuk berdiplomasi dengan Hizbullah. Namun dia mengatakan Israel bertekad untuk mewujudkan “realitas baru di kawasan utara, yang akan memungkinkan kembalinya warga negara kami dengan aman.” (AP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...