Menilik Pro dan Kontra Festival Kuliner Babi di Semarang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menjelang tahun baru Cina atau Imlek, Komunitas Kuliner Semarang menyelenggarakan acara Pork Festival 2016 di kawasan Sri Ratu Pemuda mulai dari tanggal 4 hingga 8 Februari 2016.
Dalam festival tersebut panitia hanya menyediakan makanan olahan yang berasal dari daging babi saja. Panitia juga mengklaim bahwa acara ini juga diselenggarakan untuk membangun toleransi.
“Saya tidak khawatir (menimbulkan masalah) karena Semarang mempunyai tolerasi yang tinggi. Masjid Kauman saja hanya berjarak setengah kilometer dari Pecinan. Kita beda tapi tidak ada masalah karena masing-masing bisa memahami dan itu sudah terbiasa sejak ratusan tahun lalu," kata Firdaus Adi Negoro, penyelengara Pork Festival, seperti yang dilansir dari bbc.com pada hari Kamis (4/2).
Dalam akun Facebook-nya, Firdaus pun sempat menulis bahwa dia mengingatkan beberapa perempuan Muslim yang menggunakan hijab saat akan masuk ke festival tersebut.
“Sampai hari Jumat (5/2) sudah memperingatkan setidaknya 10 wanita yang menggunakan hijab yang karena tidak sempat membaca spanduk. Keramaian membuat orang lalai, meskipun sudah tertulis besar orang terkadang terlupa membaca,” kata dia.
“Ada sebagian yang kami ingatkan karena kode pengunjung lain kepada kami. Nah silahkan di bayangkan andai saya memilih nama yang lebih netral dan tidak kontroversi dengan berbagai standart boleh dan tidak boleh, maka siapa yang memiliki kewajiban moral untuk mengingatkan? Saya malah mendapatkan fenomena menarik dari kode kode para pengunjung, ketika terbuka malah bisa saling mengingatkan.”
Festival tersebut sempat menuai protes dari ormas Islam Muhammadiyah Kota Semarang. Menurut Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Semarang AM Jumai, pada hari Selasa (2/2) mengatakan sebaiknya acara tersebut dibatalkan saja karena akan mengganggu umat Muslim. Dia juga mengartikan festival tersebut sebagai upaya untuk menantang pihak-pihak yang mengharamkan daging babi untuk bereaksi.
Dia juga mengusulkan agar festival tersebut digelar untuk kalangan internal saja dan tidak untuk dipublikasikan secara luas.
"Silahkan tetap digelar tapi khusus untuk internal saja," kata dia.
Perbincangan di Media Sosial
Festival ini akhirnya menjadi perbincangan di kalangan pengguna media sosial. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak.
"Pork Festival di Semarang dikecam ormas? kalo enggak halal gak usah dateng lah susah amat," kata satu pengguna Facebook.
"Non kafir kok ngurusi Festival daging babi di Semarang? Apa ndhak boleh orang kafir makan babi?" kata pengguna Facebook yang lain.
"Sebetulnya yang rempong itu orang-orang yang di pusat ini. Kalau di Semarang sangat jarang ada permasalahan gara-gara SARA. Waktu bulan puasa mau cari makanan apapun gampang di Semarang, warung-warung pada buka dan enggak pakai gorden untuk menutup. Sah-sah saja karena saya yakin imannya orang Semarang sudah kuat," kata satu pengguna dengan nama Andrew Jun.
Nur Laili Mardiyani, warga Muslim Semarang juga tidak mempermasalahkan penyelenggaraan acara itu.
“Kita hidup di kawasan multi kultural jadi tidak ada salahnya. Kenapa musti khawatir. Kalau misalnya Muslim nggak makan daging babi, tidak bakalan datang,” ujar perempuan yang tinggal di kawasan komunitas muslim Pekojan, Semarang.
Namun, ada pula yang menentang acara ini dengan alasan pembantaian terhadap binatang.
“Sebagaimana saya menolak festival daging anjing di Yulin, demikian pula saya menolak pork festival di semarang. Dengan alasan yang sama pula, saya menolak festival penyembelihan hewan besar2an yang dipertontonkan di hadapan publik. Saya juga menolak segala bentuk hiburan yang menjadikan penderitaan hewan sebagai tontonan. Sungguh bukan tindakan bijak bersenang2 di atas penderitaan mahluk lain,” kata pengguna Facebook Chang Shi.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...