Menjadi Berkat
SATUHARAPAN.COM - "Saya tuh tidak pandai ngomong. Disuruh ngomong di depan umum bisa gemetaran berhari-hari. Saya bisanya, ya begini ini." Begini ini, maksudnya menghubungkan orang sakit ke dokter yang pas.
Ia bekerja di Rumah Sakit, jadi sedikit banyak paham tentang penyakit-penyakit, dan punya networking luas dengan dokter-dokter yang baik. Pengalaman dan pengetahuannya ia pakai untuk menolong orang; teman, saudara, temannya teman, temannya saudara, saudara temannya teman, dan sebagainya. Tanpa dibayar.
Di zaman now, nyari dokter juga harus yang pas. Sebab kalau tidak, bukan solusi yang didapat malah frustasi.
Begitulah, untuk menjadi “berkat bagi sesama" tidak harus jadi itu dulu atau bisa ini dulu. Setiap orang dalam peran dan kapasitasnya masing-masing bisa. Asal mau – Mau keluar dari egoisme dan egosentrisme. Juga punya hati – Hati yang peduli dan mau berbagi tanpa berhitung untung rugi.
Ini sebuah kisah lain. Di salah satu sudut jalan sebuah hutan wisata pada musim panas, selalu tersedia gentong berisi air segar dengan papan bertulisan: "Have a drink!" Orang-orang yang lewat bisa minum sepuasnya gratis. Gentong itu ternyata disediakan oleh kakek nenek yang tinggal tidak jauh dari situ. "Biar orang-orang yang datang ke sini tidak kehausan. Hutan ini ‘kan jauh dari mana-mana," kata mereka. Kakek nenek itu telah mematri kenangan indah di benak banyak orang.
(Pada akhirnya kita tidak akan dikenang oleh seberapa banyak yang sudah kita kumpulkan buat diri sendiri, tetapi oleh seberapa banyak yang sudah kita tabur dan tebar untuk sesama)
Editor: Tjhia Yen Nie
Rubrik ini didukung oleh PT Petrafon (www.petrafon.com )
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...