Menjadi Nabi
Orang tua dipanggil untuk bertindak sebagai nabi bagi anak-anaknya.
SATUHARAPAN.COM – ”Sesudah Yohanes ditangkap datanglah Yesus ke Galilea memberitakan Injil Allah, kata-Nya: ’Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!’” (Mrk. 1:14-15). Demikianlah cara Markus menulis permulaan kisah pelayanan Yesus Orang Nazaret. Kata ”sesudah” yang dipakai Markus menyiratkan bahwa Yesus melanjutkan pekerjaan anak Zakharia itu.
Suara kenabian tetap berkumandang. Tidak berhenti seturut pemenjaraan Yohanes Pembaptis. Si Tukang Kritik boleh dipenjara, tetapi suaranya tetap membahana. Tindakan kenabian tetap berjalan. The show must go on. Yesuslah yang meneruskan pekerjaannya. Sebagaimana sepupunya itu, Yesus pun berseru, ”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil!”
Dari catatan pendek Markus ini tampak, dalam setiap masa dan tempat Allah memanggil manusia untuk menjadi saksi-Nya dan mengumandangkan Kabar Baik-Nya. Dan tak sedikit manusia yang merespons panggilan itu. Kisah dua bersaudara Simon dan Andreas, juga Yakobus dan Yohanes memperlihatkan kenyataan ini.
Mengenai Simon dan Andreas, Markus menulis: mereka pun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia (Mrk. 1:18). Dua bersaudara itu meninggalkan pekerjaan mereka. Mereka melepaskan mata pencarian untuk suatu pekerjaan yang lebih berarti, meski belum pasti. Melepaskan pekerjaan untuk mendapatkan sesuatu yang belum pasti memang langkah iman. Artinya, mereka meninggalkan kemapanan dan mengarahkan diri pada sesuatu yang serba tak pasti. Artinya, mereka sungguh-sungguh menyerahkan diri mereka kepada Sang Pemanggil.
Ajakan yang ditujukan Yesus kepada Simon dan Andreas, secara harfiah dapat diterjemahkan, ”Mari, ke belakang-Ku!” Maksudnya bukan hanya mengikut secara fisik, melainkan menjadi murid atau pengikut. Menurut Stefan Leks, dalam Perjanjian Lama, ”berjalan di belakang/mengikut Allah” berarti taat kepada-Nya secara mutlak. Dapat diartikan pula sebagai menyertai-Nya, berjalan bersama-sama dengan-Nya, menjadi rombongan pengiring Yesus dalam perjalanan-Nya berkeliling Palestina.
Dengan cara demikian, tentulah orang yang mengikut Yesus memang harus meninggalkan segala sesuatunya: mata pencarian, keluarga, juga harta. Semuanya itu tidak dapat dibawa serta dalam perjalanan berkeliling. Mereka menjadi senasib dengan Yesus. Bukankah Yesus pun meninggalkan pekerjaannya? Ya, menjadi pengikut Yesus berarti menjadi mirip dengan-Nya.
Yakobus dan Yohanes meninggalkan ayah mereka. Tentunya, itu tidak berarti mereka membenci orang tuanya. Tetapi, panggilan Yesus menjadi yang terutama dalam hidup mereka. Baru setelah mereka mau mengikut Yesus, mereka pun dapat belajar dari Yesus perihal menjadi penjala manusia. Sebagaimana Yesus menjala mereka berempat, maka mereka pun dipanggil untuk menjadi penjala manusia.
Dan sampai hari ini, Tuhan masih memanggil manusia, salah satunya adalah orang tua, untuk menjadi rekan kerja-Nya. Ketika orang tua membaptiskan anak-anak mereka, sejatinya orang tua diajak Tuhan untuk menjadi rekan sekerja Tuhan dalam mengabarkan Injil! Orang tua dipanggil untuk bertindak sebagai nabi bagi anak-anaknya.
Email: inspirasi@satuharapan.com
Editor : Yoel M Indrasmoro
Kekerasan Sektarian di Suriah Tidak Sehebat Yang Dikhawatirk...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penggulingan Bashar al Assad telah memunculkan harapan sementara bahwa war...