Loading...
SAINS
Penulis: Kartika Virgianti 20:26 WIB | Selasa, 09 September 2014

Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok

Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok
Pasien kanker yang menjalani kemoterapi melalui infus, terdapat fasilitas kursi yang nyaman dan televisi agar pasien tidak jenuh. Petugas terlihat mengenakan APD lengkap. (Foto-foto: Kartika Virgianti)
Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok
Petugas tengah mencampur obat di kabin Drug Mixing Room.
Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok
Ruang Digital Mammography.
Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok
Ruang MRI.
Menjadikan Kemoterapi Bukan Lagi Momok
dr. Henry Naland Sp.B (k) Onk saat menjelaskan tentang pengobatan kemoterapi dan Chemo Center.

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Masyarakat punya kesan kemoterapi menakutkan, karena biasanya dulu, orang yang diberikan kemoterapi itu orang yang sudah dalam tahap terminal state (dekat dengan kematian).

Namun Omni Hospitals Pulo Mas berupaya menghadirkan teknologi Jepang, yaitu Chemo Center, di mana para pasien tidak hanya mendapatkan pengobatan kanker yang memadai, tetapi juga aspek-aspek lainnya yang berhubungan dengan kenyamanan atau kebutuhan psikologis sebagai penunjang kesembuhan.

Dikatakan dr. Henry Naland Sp.B (k) Onk seorang dokter bedah onkologi FKUI dan RS Omni dalam kesempatan Media Gathering OMNI 42th Anniversary dan Soft Launching Chemo Center, di Omni Hospitals Pulo Mas, Jakarta Timur, Selasa (9/9), Chemo Center atau ruang kemoterapi adalah bagian khusus di rumah sakit yang dipakai untuk pemberian kemoterapi dan mengobati efek sampingnya apabila ada.

“Saya bersyukur di Rumah Sakit Omni sudah tersedia dan mulai dioperasikan. Suasananya tidak hiruk pikuk. Coba bayangkan jika anda ditempatkan satu kamar dengan pasien yang sedang muntah-muntah? Kemudian suasananya juga lebih santai, diberikan aromaterapi yang ditujukan untuk mengurangi rasa mual, selain itu ada musik atau televisi.

Kemudian ia menjelaskan, pemberian obat kemoterapi tidak hanya dalam bentuk infus melalui pembuluh darah balik (vena), tetapi juga ada yang diberikan secara oral, dan melalui pembuluh darah arteri (kemoterapi intra-arterial), yang biasa digunakan untuk tumor-tumor di daerah kepala sampai leher. Juga ada obat kemoterapi yang bisa diberikan secara topikal, biasanya untuk kanker kulit.

Memang kemoterapi semakin banyak dipakai, tetapi Henry menyayangkan belum ada obat-obatan yang murah. Bagaimanapun juga ia bersyukur pada Yayasan Kanker Indonesia (YKI) yang bersedia menjual obat tanpa mengambil keuntungan.

Menurut Henry, tidak semua dokter atau perawat punya keahlian memberikan obat kemoterapi. Oleh sebab itu, Chemo Center dilengkapi dengan Drug Mixing Room.

Drug Mixing Room, yaitu suatu kabin yang digunakan untuk mencampur obat-obatan kemoterapi dalam dosis yang tepat, serta higienitasnya terjamin. Dalam ruangan tersebut terdapat tekanan udara yang berbeda dengan ruang di sekitarnya, sehingga tidak memungkinkan bakteri atau virus untuk masuk.

Bahkan untuk masuk dan keluar kabin, petugasnya perlu menetralkan tekanan udaranya terlebih dahulu. Petugas juga dilengkapi Alat Pelindung Diri (APD) berupa masker, jas laboratorium, topi, sepatu.

“Petugasnya mengenakan APD agar jangan sampai tujuannya mengobati pasien, justru terkena penyakit,” kata dia.

Selain Drug Mixing Room, terdapat alat penunjang untuk diagnosis kanker, seperti MRI (magnetic resonance imaging), alat digital mamografi, dengan nilai investasi seluruhnya sebesar Rp 30 miliar.

Saat ini, baru di RS Omni Pulomas yang memiliki Chemo Center. Henry berharap ke depannya, Chemo Center juga bisa dihadirkan di RS Omni Alam Sutera, bahkan di rumah sakit lainnya di seluruh Indonesia.

Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja


BPK Penabur
Gaia Cosmo Hotel
Kampus Maranatha
Back to Home