Menko Perekonomian: Pemicu Pelemahan Rupiah bukan Persoalan Dalam Negeri
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil mengklaim pelemahan nilai tukar rupiah dalam beberapa pekan terakhir lebih diakibatkan faktor eksternal.
"Ini kan tren global ya, bukan hanya di Indonesia. Kan semua mata uang mengalami tekanan yang luar biasa," kata Sofjan saat ditemui di Kantor Menko, Jakarta, Selasa.
Sofjan menjelaskan, membaiknya perekonomian Amerika Serikat disertai menguatnya mata uang negara tersebut dan juga antisipasi kebijakan bank sentral AS The Fed, berkontribusi terhadap pelemahan rupiah.
Namun, lanjut Sofjan, apabila dibandingkan dengan negara lain, depresiasi rupiah relatif lebih baik di mana tidak mengalami tekanan yang begitu dalam.
"Rupiah is not bad, not the worst (bukan paling buruk). Sampai hari ini depresiasi rupiah sepanjang tahun hanya 4 persen," kata Sofyan.
Ia menegaskan, pemerintah akan terus melakukan berbagi upaya untuk menjaga stabilitas rupiah dan sesuai dengan fundamental Indonesia.
Ia menambahkan, pelemahan rupiah bukan karena persoalan di dalam negeri. Suasana politik yang relatif stabil dan kerja keras dari kabinet saat ini justru diyakini akan memperbaiki perekonomian ke depannya.
"Masalah pelemahan rupiah berasal dari luar Indonesia atau global trend. Kami akan melakukan segala upaya untuk menjaga rupiah," ujar Sofjan.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan akan meningkatkan koordinasi dengan Bank Indonesia untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah beberapa pekan terakhir.
"Jadi memang ada pergerakan uang di dunia. Kami masih cermati dulu. Kami akan koordinasi dengan BI dan OJK sehingga bisa atasi ini. Ini terjadi akibat global memang," ujar Bambang saat ditemui sebelum rakor di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa.
Bambang menuturkan, pihaknya perlu meminta pandangan dari Bank Indonesia selaku otoritas moneter dalam menghadapi gejolak nilai tukar saat ini.
"Intervensi (ke pasar) kan hanya BI. BI melihat bagaimana ke depan. Hari ini Rusia kolaps betul. Rusia emerging economy seperti kita. Ada imbasnya ke kita dan policy rate mereka tinggi sekali," ujar Bambang.
Bambang juga mengatakan, pelemahan rupiah kali ini mirip dengan yang terjadi pada pertengahan 2013.
Kala itu, lanjutnya, dunia dihadapkan dengan isu penghentian stimulus (tapering off) oleh bank sentral AS The Fed.
Namun Bambang menegaskan, nilai tukar rupiah akan dapat terjaga sesuai dengan fundamental perekonomian Tanah Air.
Kita mampu mengatasi kondisi ekonomi yang memang datangnya dari global. Kita ingin melihat rupiah bisa menjaga fundamentalnya," ujar Bambang.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antar bank di Jakarta pada Selasa pagi bergerak melemah sebesar 171 poin menjadi Rp12.884 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya Rp12.713 per dolar AS.
Sementara itu, Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Peter Jacobs, mengatakan bank sentral masih menunggu pernyataan resmi pemerintah hari ini sebelum memberikan tanggapan. "Nanti saja ya, tunggu siaran pers pemerintah siang ini," kata Peter Jacobs kepada satuharapan.com (Ant)
Editor : Eben Ezer Siadari
Swedia Tidak Akan Lagi Mendanai Badan Bantuan untuk Palestin...
STOCKHOLM, SATUHARAPAN.COM-Swedia tidak akan lagi mendanai badan pengungsi PBB untuk Palestina (UNRW...