Menteri-menteri Kumpul Siapkan APBN Perubahan 2015
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sejumlah menteri mendatangi markas Kementerian Koordinator Perekonomian Indonesia membahas angka-angka rinci tentang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 pada rapat yang berlangsung Selasa (16/12) di Graha Sawala, Kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian, Jl. Dr.Wahidin, Lapangan Banteng, Jakarta.
Sofjan Djalil mengatakan kepada para pewarta seusai memimpin rapat, saat ini pemerintah masih menyusun APBN Perubahan tahun anggaran 2015.
“Kami fokuskan ke infrastruktur, pertanian, pekerjaan umum, perhubungan, dan energi. Nah, itu semua akan mendapat prioritas di APBN-P 2015," kata Sofjan Selasa (16/12) di Graha Sawala, Kompleks Kementerian Koordinator Perekonomian, Jl. Dr.Wahidin, Lapangan Banteng, Jakarta.
Sofjan memberi contoh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang meminta tambahan anggaran sebesar Rp 47,5 triliun dalam APBN-P 2015 “Anggaran itu untuk mewujudkan mimpi Presiden Jokowi, yaitu terciptanya kedaulatan pangan melaui perbaikan irigasi dan pembuatan bendungan,” Sofjan menambahkan.
Saat mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membacakan RAPBN 2015 pada Agustus 2014 lalu, pemerintah mengajukan anggaran subsidi secara keseluruhan mencapai 433,512 triliun rupiah atau naik sebesar 30,476 triliun rupiah dibanding angka subsidi pada APBN-P 2014.
Dari total subsidi 433,512 triliun rupiah itu, sebagian besar dialokasikan untuk subsidi energi sebanyak 363,534 triliun rupiah, yang terdiri atas subsidi BBM, BBN, LPG tabung 3 kg, dan LGV sebesar 291,111 triliun rupiah atau naik 44,617 triliun rupiah dibanding APBNP 2014, sementara subsidi listrik 72,422 triliun rupiah atau turun 31,393 triliun rupiah dibanding APBNP 2014.
Beberapa hal yang mempengaruhi besaran subsidi BBM pada 2015 mendatang antara lain harga minyak Indonesia, nilai tukar rupiah, volume konsumsi BBM, konsumsi tabung LPG, dan margin usaha PLN.
Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro turut memerinci pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke beberapa sektor agraria dan kesehatan masyarakat.
"Makanya kita diskusikan dengan menteri-menteri karena harus mendalam. Karena pengalaman pemerintah dalam penyerapan belanja modal sangat kurang dari 80 persen," Bambang menjelaskan.
Kendala dalam realisasi belanja modal, tambah Bambang, pengadaan proyek, lahan dan kemampuan kontraktor dalam negeri untuk menggarap proyek-proyek pemerintah. Dalam membangun proyek, pemerintah membutuhkan pihak ketiga atau kontraktor sebagai pelaksana.
“Kalau mau bikin irigasi pertanian, butuh kontraktor atau pihak ketiga. Nah apakah sanggup kontraktor benar-benar seperti yang diharapkan supaya belanja lebih produktif dan efektif,” Bambang mengakhiri penjelasannya.
Editor : Eben Ezer Siadari
Pemerhati Lingkungan Tolak Kekah Keluar Natuna
NATUNA, SATUHARAPAN.COM - Pemerhati Lingkungan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau (Kepri) menolak h...