Menlu AS akan Kunjungi Wina Ihwal Kesepakatan Nuklir Iran
WASHINGTON DC, SATUHARAPAN.COM – Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), John Kerry, akan melakukan perjalanan ke Wina, Austria, Jumat (26/6) untuk membicarakan perundingan nuklir dengan Iran. Pembicaraan tersebut berfokus pada pencapaian kesepakatan hingga batas waktu 30 Juni.
Pengumuman tersebut mengindikasikan tahap akhir misi diplomatik yang membuat Kerry dan Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mondar-mandir ke berbagai negara untuk menegosiasikan kesepakatan bersejarah tersebut.
“Kerry, yang masih berjalan dengan menggunakan penopang setelah kakinya patah akhir bulan lalu, akan berangkat ke Wina, Austria, pada 26 Juni untuk berpartisipasi dalam negosiasi nuklir antara P5+1 bersama Uni Eropa dengan Iran,” ujar juru bicaranya, John Kirby, dalam sebuah pernyataan.
Iran dan enam negara adidaya yang dikenal sebagai P5+1, yaitu Inggris, Tiongkok, Prancis, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat – menetapkan batas waktu 30 Juni untuk menyegel salah satu perjanjian nonpoliferasi nuklir yang paling sulit dicapai.
Perjanjian tersebut bakal mengakhiri 12 tahun kebuntuan antara Republik Islam Iran dan negara-negara Barat, yang sudah sejak lama menuduh Iran berupaya mengembangkan bom nuklir.
Teheran membantah tuduhan tersebut, menekankan bahwa program atomnya hanya ditujukan untuk tujuan energi sipil.
“Terdapat kemungkinan bahwa kami bisa menyelesaikan ini sesuai batas waktu yang sudah ditentukan atau beberapa hari setelah batas waktu tersebut,” ujar Zarif sebelumnya pada pekan ini saat dia bertemu utusan dari Inggris, Prancis, dan Jerman di Luksemburg.
Sebelumnya Kerry juga sempat menanggapi pernyataan rekan Inggrisnya, Philip Hammond, yang menyarankan untuk memperpanjang batas waktu.
"Kami tidak membicarakan perpanjangan. Kami sedang bernegosiasi cara mencapai kesepakatan. Hanya itu," ujar Kerry di Paris, sebelum naik pesawat ke Wina. "Saya tahu, Menteri Hammond prihatin dengan adanya kesenjangan. Kita semua begitu,” kata dia menambahkan.
Kerry melanjutkan, “kedua belah pihak menanggapi perundingan ini dengan serius dan berusaha untuk menemukan kesamaan. Meskipun begitu, tidak berarti kami setuju pada segala sesuatu.” “Namun, dengan begitu, kami membahas secara terperinci berbagai isu yang relevan yang harus menjadi bagian dari perjanjian agar bertahan lama dan komprehensif," kata dia. (AFP/Ant/theguardian.com)
Editor : Sotyati
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...