Menlu AS: Perubahan Iklim Menyerupai Senjata Pemusnah Massal
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, mengatakan bahwa masalah perubahan iklim mempunyai kesamaan dengan senjata pemusnah massal, karena keduanya membuat penduduk merasa tidak aman.
Kerry mengatakan hal itu dalam kunjungan ke Jakarta, hari Minggu (16/2). Dia mengatakan, "Pikirkan tentang pengembangan senjata pemusnah massal. Hal itu membuat kita tidak aman, jika Amerika Serikat mengamankan senjata nuklirnya sementara negara-negara lain gagal untuk mencegah jatuhnya senjata ke tangan teroris," kata dia.
"Dalam arti ini, hal itu adalah sama dengan perubahan iklim. Perubahan iklim sekarang dapat dianggap senjata pemusnah massal lain, bahkan mungkin senjata pemusnah massal yang paling menakutkan di dunia… " kata dia.
Kerry mengatakan bahwa Indonesia berada di garis depan untuk menghadapi masalah perubahan iklim. Ini tidak berlebihan bahwa cara hidup bisa mengancam seluruh penduduk menjadi beresiko.
Ideologi Ekstrem
Dia mengatakan bahwa 97 persen ilmuwan iklim telah mengkonfirmasi bahwa perubahan iklim yang terjadi akibat aktivitas manusia. Para ilmuwan juga setuju tentang penyebab dari perubahan ini dan mereka setuju pada efek potensialnya.
“Jadi mari kita percakapan secara terbuka ancaman ini dan tentang apa yang kita, sebagai warga dunia, harus lakukan untuk mengatasinya,” kata dia.
Kerry menolak anggapan bahwa aktivitas manusia menyebabkan pemanasan global sebagai pandangan dari "ilmuwan yang tidak benar" dan "penganut ideologi ekstrem.” Dia menegaskan bahwa perusahaan-perusahaan besar yang memiliki kepentingan tertantu seharusnya tidak diperbolehkan "membajak" perdebatan tentang perubahan iklim ini.
Kerry menyebutkan Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.000 pulau merupakan negara rentan perubahan iklim, sangat terancam oleh naiknya permukaan air laut.
"Karena perubahan iklim bukan rahasia lagi bahwa saat ini Indonesia adalah ... salah satu negara yang paling rentan di Bumi," kata Kerry.
Perjanjian Global
Dia menjelaskan upaya mendorong publik untuk negosiasi di antara hampir 200 negara tentang perjanjian global mengenai perubahan iklim yang dijadwalkan akan disepakati tahun depan dan untuk mengatasi emisi gas rumah kaca dari tahun 2020.
Kerry menjelaskan AS juga menerapkan apa yang kami sebut "penghapusan utang untuk alam” di mana beberapa utang Indonesia telah diganti dengan investasi dalam konservasi hutan di Sumatera dan Kalimantan.
Kerry mengakui bahwa China dan Amerika Serikat merupakan negara penghasil emisi gas terbesar di dunia. Keduanya telah sepakat untuk meningkatkan berbagi informasi dan diskusi tentang kebijakan rencana mereka untuk membatasi emisi gas rumah kaca setelah 2020. (state.gov.)
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...