Menlu AS: Sikap Fanatik Berbahaya Bagi Semua Agama
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry mengatakan kepada kelompok Yahudi di markas besar Perserikatan Bangsa-bangsa, pada hari Rabu (11/11), bahwa sikap fanatik tidak saja merupakan ancaman terhadap Israel atau orang-orang Yahudi, namun "bahaya bagi semua agama dan semua yang meyakini kebebasan."
"Itulah sebabnya mengapa kebenaran harus menyatukan kita dalam perjuangan melawan ekstremisme dengan kekerasan dan melawan teroris fanatik Daesh (ISIS), Boko Haram, al-Shabab dan begitu banyak lainnya," kata Kerry.
Sebelumnya, di Gedung Putih hari Senin, Presiden Barack Obama mengadakan pertemuan pertama dalam setahun dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.
Kehadiran Kerry dalam sebuah acara yang dihadiri terutama oleh para anggota komunitas Yahudi terlihat sebagai indikasi langkah lain dalam mencairkan hubungan kedua negara setelah perjanjian nuklir Iran, yang sangat ditentang Israel.
"Tidak ada persekutuan Israel yang lebih kuat dibandingkan dengan Amerika Serikat," kata Kerry kepada hadirin, yang menyambut dengan tepukan meriah.
"Waktu mungkin berubah, tapi satu hal yang kita ketahui, dukungan Amerika terhadap mimpi Israel dan keamanan Israel -- hal itu tidak akan berubah," ujarnya.
Peringatan
Delegasi Israel di PBB, Komite Yahudi Amerika dan Asosiasi Yad Chaim Herzog menjadi tuan rumah acara peringatan 40 tahun pidato Duta Besar Israel untuk PBB saat itu, Chaim Herzog, yang menentang pengadopsian resolusi Majelis Umum PBB yang menyamakan Zionisme dengan rasialisme.
Dengan nada marah Herzog mengatakan kepada majelis bahwa tidak pantas "PBB, yang mulai berdiri sebagai sekutu anti-Nazi, 30 tahun kemudian akan menjadi pusat anti-Semitisme dunia."
Diplomat Israel itu kemudian menjadi presiden ke enam negara itu selama 10 tahun.
Resolusi yang tidak mengikat namun simbolis itu dicabut 16 tahun kemudian, tahun 1991, dalam pemungutan suara badan dunia tersebut, dengan banyak negara yang awalnya memberikan suara untuk isu tersebut kemudian memberikan suara untuk membatalkannya.
Hari Rabu, Menlu Kerry bertemu Netanyahu di Washington. Juru bicara Departemen Luar Negeri John Kirby mengatakan mereka membahas ide-ide konkret untuk menghentikan kekerasan, meningkatkan kondisi di Tepi Barat dan Gaza, dan memajukan proses diplomatik.
Perdana Menteri tidak menghadiri acara peringatan, namun mengirimkan pesan video di mana ia mengkritik "diskriminasi sistemik" dan "pukulan irasional dan berlebihan" terhadap Israel di badan dunia tersebut.
Juga pada hari Rabu, Uni Eropa mengumumkan akan mencantumkan label pada beberapa produk dari permukiman Yahudi yang dibangun di lahan yang dikuasai Israel.
"Ini juga merupakan tindakan yang bias dan tidak adil, dan keputusan yang memalukan ini juga akan dicabut," kata Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon.
Uni Eropa bersikeras langkah itu merupakan isu "teknis", bukan sikap politik. Netanyahu mengatakan UE seharusnya "malu" atas keputusannya, membandingkannya dengan boikot Nazi atas bisnis-bisnis Yahudi sebelum dan selama Perang Dunia II. (voa)
Editor : Eben E. Siadari
Obituari: Mantan Rektor UKDW, Pdt. Em. Judowibowo Poerwowida...
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Mantan Rektor Universtias Kristen Duta Wacana, Yogyakarta, Dr. Judowibow...