Menpan-RB Yakin Kebijakannya Takkan Ganggu Bisnis Hotel
MEDAN, SATUHARAPAN.COM – Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB), Yuddi Chrisnandi menagatakan yakin larangan menggelar rapat di hotel tidak akan mengganggu hunian hotel.
"Adanya target peningkatan wisatawan mancanegara dari sembilan juta sampai 10 juta orang diharapkan bisa memenuhi isian hotel. Jadi larangan kegiatan di hotel tidak berdampak besar," kata dia di Medan, Sabtu (27/12).
Dalam pertemuan dengan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho, Menpan-RB memahami protes soal kebijakan itu.
"Protes itu wajar dan pemerintah memahami serta juga memikirkan perkembangan kebijakan tersebut termasuk dampaknya," kata dia.
Menpan-RB menyebutkan kebijakan larangan rapat di hotel mengembalikan fungsi pemerintahan pada porsinya dan menjadi hotel sebagai pendukung kegiatan kepariwisataan.
Dia mencontohkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang sudah menjalankan kebijakan larangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) rapat di hotel sebelum Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Menpan-RB pun mengaku kunjungan ke Provinsi Sumatera Utara untuk meningkatkan komunikasi antara daerah dan pusat, termasuk dengan dunia usaha karena dengan komunikasi yang baik, maka birokrasi menjadi tidak berbelit-belit.
Hemat Rp 1,2 Triliun
Sebelumnya, Yuddy mengungkapkan uang negara yang bisa dihemat dari larangan menyelenggarakan rapat di hotel dalam dua bulan terakhir bisa mencapai Rp 1,2 triliun.
Untuk kementerian yang dipimpinnya saja, kata Yuddy, dalam dua bulan sejak pemerintahan baru terbentuk bisa menghemat pengeluaran negara sekitar Rp 4 miliar dan Kementerian ESDM bisa menghemat sampai Rp 15 miliar.
Sementara Wali Kota Bogor Arya Bima mengungkapkan kebijakan tidak menyelenggarakan rapat di hotel berdampak pada penurunan pendapatan Pemerintah Kota Bogor, meskipun dia mendukung agenda reformasi birokrasi terkait efisiensi dan potongan biaya-biaya yang tidak logis seperti biaya perjalanan dinas, studi banding, pengadaan mobil dinas, dan pengadaan operasional kepala daerah.
Menurut dia kebijakan tidak menyelenggarakan rapat di hotel memiliki dampak berkelanjutan karena pendapatan Kota Bogor paling besar dari sektor perhotelan, di mana lebih dari 50 persen bergantung pada kegiatan pemerintahan.
Kebijakan itu juga berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja perhotelan.
"Saat ini saja sudah ada 200 pekerja yang kena PHK karena hotel sudah tidak mampu lagi menampung mereka dengan pendapatan yang semakin berkurang," kata Arya.
Yuddy Chrisnandi menyatakan memahami masalah yang dihadapi Wali Kota Bogor dan PHRI. Ia mengungkapkan, seusai menerbitkan peraturan tersebut, banyak yang memprotesnya, khususnya pengelola bisnis perhotelan.
"Ibarat minum obat yang rasanya pahit dan bahkan bisa sampai muntah, tapi nanti pasti akan sembuh. Begitu pula dengan kebijakan ini, karena manfaatnya akan sangat besar untuk rakyat," kata Yuddy.
Menurut Yuddy, dana penghematan itu bisa dipakai untuk program yang lebih bermanfaat langsung untuk rakyat banyak. "Belum lagi dari pengurangan subsidi BBM," kata dia.
Yuddy memberikan sejumlah solusi mengurangi dampak yang sangat signifikan itu.
Pertama, Menteri Pariwisata sudah merancang serangkaian program menggenjot wisatawan domestik dan asing untuk mengejar target 10 juta wisatawan pada 2015.
"Jadi, tiga sampai empat bulan ke depan situasi yang masih berdarah-darah ini nantinya akan sembuh sendiri," kata Yuddy.
Kedua, Yuddy menyarankan Pemerintah Kota Bogor membuat kegiatan wisata nusantara yang dapat menarik para wisatawan domestik dan asing, seperti dilakukan Pemerintah Kabupaten Jember, Wonosobo, Banyuwangi, dan sejumlah kota yang sudah berhasil menyelenggarakan kegiatan nasional dan internasional.
"Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut, kebijakan ini tidak akan terlalu berdampak untuk sektor perhotelan," kata dia. (Ant)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...