Menristekdikti Targetkan Dua Universitas Asing di Indonesia
SEMARANG, SATUHARAPAN.COM – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menargetkan hanya dua perguruan tinggi asing yang beroperasi di Indonesia.
"Saat ini regulasi sedang kita persiapkan," kata M Nasir seusai memberikan pengarahan tentang dampak revolusi industri 4.0 bagi para dosen dan rektor seluruh perguruan tinggi di Jawa Tengah di Universitas Diponegoro, Rabu (28/3), dilansir Antaranews.com.
Lebih lanjut dia mengatakan, sejumlah perwakilan perguruan tinggi asing dari Australia, Inggris, Amerika Serikat dan Taiwan sudah bertemu membicarakan tentang rencana tersebut.
Dia juga mempersilakan jika ada perguruan tinggi dalam negeri yang ingin ekspansi ke luar negeri.
Sebelumnya Menristek Dikti menyatakan setidaknya ada 10 perguruan tinggi asing yang akan masuk ke Indonesia.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan perguruan tinggi asing dapat beroperasi di dalam negeri.
Namun harus memenuhi syarat yang ditentukan antara lain harus mengajarkan mata kuliah Pancasila, UUD 1945, agama dan Bahasa Indonesia.
Selain itu juga harus berorientasi non profit, dan bekerja sama dengan perguruan tinggi dalam negeri di bidang akademik, riset maupun inovasi.
"Selain itu, lokasi juga harus kita tetapkan karena tidak sembarangan tempat perguruan tinggi asing bisa beroperasi. Maka kami bentuk kawasan ekonomi khusus untuk pendidikan," kata M Nasir.
Ancaman bagi Perguruan Tinggi Swasta
Sementara itu, pro dan kontra rencana masuknya kampus asing ke Indonesia, makin menghangat, karena hal ini bisa jadi sebuah peluang dan tantangan, bagi perguruan tinggi di Indonesia, untuk menjadi lebih baik atau merasa terancam. Salah satu pihak yang kontra akan kebijakan ini adalah Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko.
"Kami (Aptisi) sepakat tidak menerima karena bisa 'membunuh' perguruan tinggi yang sudah ada," kata Budi Djatmiko di Jakarta pada Senin (29/1/2018), seperti dikutip Antara.
Keberadaan kampus-kampus asing di Indonesia menjadi awal bahwa globalisasi pendidikan itu sudah ada dan sedang berlangsung di negeri ini. "Paling tidak ada sekitar lima hingga sepuluh perguruan tinggi asing. Kami menargetkan bisa beroperasi pada pertengahan tahun ini," kata Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir dalam konferensi pers di Jakarta, 29 Januari lalu seperti dikutip Antara.
Menilik dari pernyataan Nasir, sejatinya perguruan tinggi tersebut akan mulai beroperasi paling cepat di tahun ajaran 2019-2020.
Berkaca pada India, negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia ini sangat selektif dalam menyeleksi keberadaan kampus asing di negaranya. Pada tahun 2010, Kementerian Sumber Daya Manusia (Ministry of Human Resources) seperti dilansir Kompas.com pada 21 Februari 2018, pernah mengajukan usulan kepada parlemen untuk membuka lembaga pendidikan asing di India. Namun, parlemen menolak dan meminta kampus asing yang akan beroperasi di India mengikuti aturan yang telah dibuat oleh UGC (University Grand Commission) atau Komisi Tinggi Universitas.
Setiap perguruan tinggi asing atau FEI (Foreign Education Institutes), yang akan beroperasi di India haruslah ditetapkan sebagai penyedia layanan pendidikan asing atau FES (Foreign Education Provider), dengan ketentuan sebagai berikut: Setiap perguruan tinggi asing atau FEI, yang akan mendirikan kampus di India, harus mengikuti aturan tentang perusahaan Nomor 25 Tahun 1956. Setiap FEI harus masuk 400 besar ranking dunia berdasarkan Times Higher Education Education, Quacquarelli Symonds (QS), dan Academic Ranking World Univerity, yang diselenggarakan oleh Shanghai Jiao Tong University. Semua FEI haruslah organisasi nirlaba atau non-profit dan sekurang-kurangnya sudah berdiri selama 20 tahun dan diakreditasi oleh lembaga akreditasi di negara asal maupun lembaga akreditasi tingkat internasional.
Penyedia layanan pendidikan asing atau FES, akan menyediakan layanan belajar yang sama atau setara dengan yang ada di kampus asal lembaga tersebut.
Setiap FEI yang akan menjadi FES harus menyediakan sekurang-kurangnya 250 juta rupee atau sekitar Rp50 miliar. Status ijazah bagi lembaga FES juga akan disetarakan dengan dengan lembaga pendidikan asing, sehingga untuk melanjutkan pendidikan di India, setiap lulusan dari kampus tersebut harus menyetarakannya di Associate India University (AIU).
Editor : Sotyati
Satu Kritis, Sembilan Meninggal, 1.403 Mengungsi Akibat Erup...
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sebanyak 1.403 korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-Laki di Flores Timur, N...