Mensos Jelaskan Prosedur Adopsi Anak
PAMEKASAN, SATUHARAPAN.COM - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menjelaskan prosedur adopsi anak, menyusul terjadinya adopsi anak bermasalah yang menimpa Angeline, bocah SD yang ditemukan meninggal dunia dan dikubur di sekitar kandang ayam rumah ibu angkatnya di Bali, beberapa hari lalu.
"Kasus yang terjadi pada Anggeline, sangat mengejutkan semua pihak, dan setelah kami teliti proses adopsinya, memang tidak prosedural," kata Khofifah dalam keterangan persnya seusai menghadiri acara Konferasi Cabang Muslimat NU di Aula Gedung Bakorwil IV Pamekasan, Jatim, Minggu (14/6).
Mensos menjelaskan, pada kasus Anggeline semua ketentuan perundang-undangan tentang adopsi anak dilanggar.
Bocah yang duduk di bangku sekolah dasar itu diketahui menjadi korban kekerasan orang tua angkatnya hingga menyebabkan ia meninggal dunia, setelah delapan hari yang bersangkutan tidak masuk sekolah.
"Kita tidak ingin ada cerita yang sama di masa-masa yang akan datang, sebagaimana kasus yang menimpa Anggeline ini," katanya.
Sesuai ketentuan, mengadopsi anak sebenarnya diperbolehkan. Jika orang tuanya warga negara asing (WNA), proses pengajuan izin adopsi anak diajukan kepada Menteri Sosial. Jika orang tua yang hendak mengdopsi anak itu WNI, izin adopsinya diajukan kepada dinas sosial provinsi.
"Dalam kasus Anggeline ini, orang tua angkatnya memang tidak mengajukan izin sama sekali, baik ke Mensos maupun ke Dinas Sosial Provinsi," katanya.
Khofifah, yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Muslimat NU ini lebih lanjut menjelaskan, atas permohonan yang diajukan oleh orang tua yang hendak mengadopsi anak itu, Kemensos ataupun Dinsos lalu membentuk tim PIPA (Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak).
Tim itu melakukan survei, telaah dan kajian, akan kepentingan dan pertimbangan pengajuan adopsi. Jika disetujui, tim akan memberikan izin pengasuhan sementara selama enam bulan.
Selama masa itu, tim terus memantau, dan jika dinilai baik atau tidak bermasalah, terutama bagi anak yang hendak diadosi, PIPA meminta kepada orang tua angkat si anak yang diadopsi itu untuk meminta penetapan pada pengadilan. "Semua tahapan proses ini, tidak diikuti oleh orang tua angkat si Anggeline," Mensos menjelaskan.
Selain itu, yang terpenting dalam proses adopsi anak adalah mempertimbangkan kepentingan perlidungan anak.
Dengan demikian, sebenarnya pada satu sisi anak yang boleh diadosi adalah anak telantar dan ditelantarkan.
Hal lain yang juga harus diperhatikan dalam ketentuan adopsi anak adalah orang tua yang hendak melakukan adopsi sudah dalam ikatan perkawinan yang sah minimal lima tahun, bukan pasangan sejenis (gay atau lesbian), seagama, harus punya kartu identitas diri semisal KTP untuk WNI dan Kartu Izin Tinggal Sementara (Kitas) untuk WNA.
Dengan demikian, sambung Mensos, sebenarnya kasus adopsi anak bermasalah yang menimpa Anggeline oleh orang tua angkatnya itu, telah melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didukung oleh Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 dan kemudian dijelaskan lebih teperinci dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 110 Tahun 2009 tentang Persyaratan Mengadopsi Anak.
"Pelanggaran atas ketentuan ini sebagaimana diatur dalam Pasal 79 adalah hukuman penjara lima tahun atau denda Rp100 juta," Mensos menjelaskan. (Ant)
Editor : Sotyati
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...