Mensos Tak Setuju Sosialisasi HIV-AIDS Bagi-Bagi Kondom
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri mengaku tidak setuju dengan pembagian kondom di lembaga pendidikan untuk mensosiasilasikan pencegahan HIV-AIDS seperti pada pekan kondom nasional.
"Terus terang pembagian kondom di sekolah-sekolah saya tidak setuju, malah menimbulkan masalah baru," katanya saat ditemui di sela-sela peringatan Hari Disabilitas Internasional di Jakarta, Selasa (3/11).
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera itu, sosialisasi yang lebih baik dengan memberikan pemahaman dan penjelasan tentang bahaya HIV-AIDS dan ajakan untuk tidak berbuat hal-hal yang dapat menularkan penyakit tersebut.
"Tidak bisa kita sosialisasi dengan cara-cara seperti di negara Barat. Saya yakin kalau lebih efektif melalui keluarga dan agama. Saya pikir bagi-bagi kondom itu tidak benar," tambah dia.
Salah satu tugas pokok dan fungsi Kementerian Sosial adalah turut menangani masalah HIV-AIDS dengan memberikan pemberdayaan bagi penderita.
Pekan Kondom Nasional digagas Kementerian Kesehatan sebagai upaya mencegah penyebaran HIV-AIDS.
Kampanye penggunaan kondom dimaksudkan untuk mencegah merebaknya penyebaran HIV-AIDS dari mereka yang berperilaku seksual berisiko atau dari penderita HIV-AIDS.
Kampanye ini menggunakan bus dengan pilihan gambar menempatkan perempuan dengan tampilan yang sensual.
Ditambah lagi dengan program membagi-bagikan kondom secara gratis, bahkan masuk ke lingkungan pendidikan atau kampus.
NU Tolak Pekan Kondom Nasional
Sementara Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) K.H. Hasyim Muzadi meminta Kementerian Kesehatan RI untuk menghentikan kegiatan Pekan Kondom Nasional yang diselenggarakan 1-7 Desember 2013.
"Pekan Kondom Nasional, saya minta dihentikan, kenapa? Dengan alasan apapun untuk memberikan edukasi tentang seks, tidak bisa dihindari kesan bahwa itu justifikasi terhadap `free sex` (seks bebas, red.) itu," katanya, di Purwokerto, Selasa.
Hasyim mengatakan hal itu kepada wartawan usai menjadi pembicara dalam Dialog Kebangsaan "Stabilitas Nasional Jelang 2014" yang diselenggarakan Komando Daerah Militer IV/Diponegoro di Auditorium Graha Widyatama Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto.
Menurut dia, jika ingin menghentikan HIV/AIDS dan sebagainya, semestinya dilakukan dari hulunya, tidak dari hilirnya.
"Dari sistem pendidikannya, dari sisi budayanya. Bukan anak sudah terjerumus, kemudian sekalian dikasih kondom, saya tidak setuju dan hal itu harus dihentikan," katanya.
Pekan Kondom Nasional digagas Kementerian Kesehatan dan diselenggarakan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN).
Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan kegiatan tersebut bukan hal yang terlarang. "Lebih bahaya bagi-bagi rokok dari pada kondom," kata Menkes.
Acara tersebut ditentang keras oleh sejumlah organisasi masyarakat di Tanah Air.
Orientasi Bisnis
Anggota Fraksi PPP DPR RI Okky Asokawati menilai Pekan Kondom Nasional yang digelar Kementerian Kesehatan dan Komite Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) merupakan program kerja yang tidak terarah alias serampangan dan berorientasi bisnis.
"Meski, kita tidak memungkiri perkembangan penderita HIV/AIDS di Indonesia menunjukkan tren peningkatan, ini alarm bagi
seluruh `stakeholder`," katanya dalam pernyataan pers yang disampaikan di Jakarta, Selasa.
Dia menyatakan, pembagian kondom gratis dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS semestinya terlebih dahulu dilakukan kajian sosiologis yang mendalam supaya tepat sasaran.
"Membagi kondom secara serampangan justru menunjukkan rendahnya kontrol dan pemahaman para pemegang otoritas terhadap etika moral dan cara yang tepat untuk menanggulangi masalah ini," katanya.
Menurut dia, pembagian kondom di perguruan tinggi atau sekolah jelas merupakan langkah yang ngawur dan tidak tepat sasaran.
Pemberian kondom di institusi pendidikan menunjukkan rendahnya sensitifitas dalam berpikir dan bertindak para pemegang otoritas. "Ini seolah mengonfirmasi seks bebas boleh, asal pakai kondom," katanya.
Okky yang pernah menjadi peragawati itu juga mengatakan, edukasi kepada generasi muda terkait bahayanya penyakit HIV/AIDS dengan cara diskusi dan menstimulus aspek kognisi, emosional, sosial dan spiritual jauh lebih produktif ketimbang bagi-bagi kondom.
Tugas ini, kata dia, tentunya bukan hanya oleh Kementerian Kesehatan saja, namun lembaga lainnya seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan termasuk para orang tua, institusi pendidikan dan kalangan agamawan.
"Jangan sampai kepentingan bisnis dari pembagian kondom ini menjadikan segala sesuatunya baik dan benar mengakibatkan niat dan misinya menjadi `missleading`," kata Okky.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...